MZ 1. Manusia Gila

792 12 4
                                    

Awal pertemuan ada baik, juga tidak baik. Apapun, jika itu kamu, rasanya tidak ada yang perlu disesali.


=MOZZERLAN=

MZ 01. Manusia Gila

=

Dentuman musik yang begitu keras, tercium minunan beralkohol yang mendominasi, serta lampu remang warna-warni menghiasi ruangan yang cukup besar ini. Orang-orang menari lincah berpasangan, seakan tidak ada beban yang dipikulnya.

Tapi tidak dengan gadis cantik yang tengah duduk sendiri di tempatnya. Menyisipkan putung rokok diantara jari tangan kanannya, dan sebotol minuman beralkohol yang menemaninya. Bahkan mungkin, setengah kesadarannya telah hilang.

Seorang lelaki datang menghampirinya, “Boleh gabung?”

Tanpa menoleh ke arah wajahnya, Mozaya mengangguk, lalu menyesap asap rokok. Lelaki itu pun duduk di sampingnya.

“Sen,” ia mengulurkan tangannya. Mozaya hanya melirik, senyumnya mengembang. "Gue, Sendra Artama."

"Hm,"

Terasa ada yang mengalir dari hidung Mozaya, bau anyir darah langsung tercium olehnya. Ia mengusap pelan, dan benar saja.

“Anjing!” Mozaya langsung berjalan cepat menuju toilet.

Sendra yang melihatnya pun jadi heran, ia mengikuti langkah Mozaya pergi.

Sedangkan, Mozaya yang berada di depan cermin wastafel, ia terus membasuh darah yang tak henti keluar dari lubang hidungnya. Setelah dirasa sudah cukup, Mozaya keluar toilet.

“Lo, gapapa?”

Mendengar pertanyaan itu, Mozaya memekik terkejut, serta memundurkan langkahnya. Ia menatap lelaki yang ada di hadapannya.

“Lo, gapapa?” Sendra bertanya kembali.

“Gapapa,” ia melangkah pergi.

“Mau pulang?” tanya Sendra, yang mengikuti Mozaya. “Biar gue anter.”

Jujur, Mozaya sangat risih. Ia berhentikan langkahnya, menatap Sendra. “Gak perlu, gue bawa mobil,” ia kembali melanjutkan langkahnya, lagi-lagi Sendra masih mengikutinya. “Gak usah ngikutin gue!”

Seketika, Sendra diam di tempatnya. “Gue cuma khawatir sama lo.”

“Emang lo siapa? Baru juga kenal beberapa menit. Mending lupain gue, anggap kita gak pernah ketemu sebelumnya,” ia hendak melangkah, lalu berbalik kembali menatap Sendra. “Makasih atas perhatian lo, tapi gue gak butuh itu.” Mozaya menekan kalimat terakhirnya.

Dengan langkah cepatnya, Mozaya segera keluar dari tempat tersebut menuju parkiran mobilnya. Ia menoleh sebentar ke belakang, beruntung Sendra tidak mengikutinya kali ini.

Saat telah sampai di dalam mobil, melempar tasnya sembarang arah. Memukul pelan kepalanya yang teramat sakit, ia diam sebentar dengan kepala yang bersandar pada kemudi mobil.

Drrrttt...

Ia sedikit menggeram emosi saat mendengar deringan telepon. Tangan Mozaya mencari-cari ponsel di tasnya, lalu mengangkat panggilan tersebut.

“Halo, Kak? Ada dimana? Daddy—”

Tut...

“Bacot!”

Sang pemanggil belum menyelesaikan kalimatnya, Mozaya lebih dulu memutuskan panggilannya. Melempar ponsel ke samping. Kembali membenamkan wajahnya.

Tok tok tok!

MOZZERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang