MZ 19. Kecelakaan

73 3 0
                                    

Aku tidak bisa melihat orang yang tersayang direndahkan begitu saja.


=MOZZERLAN=

MZ 19. Kecelakaan

=

Pagi ini, Zheva sudah meminta izin untuk menemani Sang Kakak di rumah sakit. Hingga semalam ia menginap dirumah sakit. Wajahnya pun sudah terlihat sembab.

Zheva duduk di kursi samping brankar rumah sakit, ia terus menggenggam tangan Kakaknya yang masih terbaring lemas. Bahkan, sedari tadi ia tak beranjak dari sana.

Karena cahaya pagi yang mengintip dari celah jendela ruangan tersebut. Perlahan, mata Zerlan terbuka dari tidur yang lumayan panjang. Melirik ke samping, ada Adik Kesayangannya yang setia menemani.

Zheva menyadari, bahwa Zerlan menatap ke arahnya. Air matanya jatuh begitu saja. "Bang..."

Senyum Zerlan mengembang, sedikit terkekeh. "Jelek."

Tidak marah. Tangisan Zheva semakin menjadi, ia memeluk tubuh Zerlan yang terbaring lemas. Zheva menyudahi acara berpelukan, juga mengusap air matanya.

"Abang makan dulu, abis itu minum obat. Biar cepet sembuh," ocehnya, sembari mengambil makanan yang telah tersedia.

"Kenapa gak sekolah?"

"Mau nemenin Abang," jawabnya, tanpa melihat ke arah Zerlan, sembari menyendokan makanan ke depan mulut Zerlan. "Buka mulutnya."

Lagi-lagi, Zerlan tersenyum. Ia melihat rasa sayang yang besar dari Zheva untuknya. Begitu juga Zerlan, jelas ia sangat menyayangi Adik perempuan satu-satunya ini.

Zerlan menerima suapan dari Zheva.

"Eh iya, Bang." Celetuk Zheva, Zerlan hanya menaikkan alisnya saja. "Kemarin ada kakaknya teman aku, tapi katanya teman Abang juga."

"Siapa?"

"Kak Moza," Zerlan diam sejenak. "Abang kemarin tidur terus, jadi gak tau," lanjut Zheva. Lalu menyuapkan makanan kembali ke mulut Zerlan.

"Udah cantik, baik pula. Jadi pengen punya kakak perempuan," gumamnya. Membayangkan jika Mozaya bisa menjadi kakak perempuannya.

Ukhuk!

Zerlan terbatuk, saat mendengar ucapan Zheva. Dengan cekatan, Zheva menyodorkan minum pada Zerlan.

"Pelan-pelan, Bang. Santai aja," omelnya.

=MOZZERLAN

Drrttt...

Terdengar deringan telpon dari ponsel Jennah yang tengah sibuk membereskan rumah, ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Halo, Bu. Saya Windra, sekretaris Pak Genta."

"Iya? Ada perlu apa?"

"Tadi, Pak Genta pingsan di kantor. Sekarang, beliau sudah ada di rumah sakit."

Deg!

Jennah diam sejenak, mencerna ucapan diseberang telepon. Seketika, air matanya menetes.

"Kirim alamat rumah sakitnya, saya kesana sekarang. Terimakasih."

Tut...

Tanpa menunggu jawaban, Jennah mematikan sambungan teleponnya, dan langaung bersiap menuju rumah sakit.

MOZZERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang