Sadar diri, kamu bukan orang yang dia mau.
•
=MOZZERLAN=
•MZ 17. Melanggar
=
Terlihat Mozaya yang berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tepat diujung koridor, Mozaya melihat Reyyand yang tengah berdiri di depan sebuah ruangan. Ia pun menghampirinya.
"Rey," panggilnya, wajah Mozaya nampak panik.
"Kak Zerlan ada didalem, Kak."
Mereka pun masuk ke dalam ruangan tersebut, nampak Zheva yang duduk di tepi brankar. Dimana Sang Kakak yang ia sayangi itu terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan alat bantu untuknya.
"Zheva," saru panggilan lembut dari Mozaya, Zheva pun menoleh.
"Kak, Moza..."
Bruk!
Tubuh Zheva langaung menabrak Mozaya, memeluknya erat, tangisnya pecah dalam pelukan Mozaya. Mozaya pun mengerti perasaan Zheva yang sangat terpuruk atas kondisi Zerlan.
Mozaya melepas pelukan mereka, bibirnya tersenyum. Ia menangkup kedua pipi Zheva dan mengusap air matanya. "Udah, jangan nangis lagi. Nanti Kak Zerlan juga sedih liat kamu nangis gini."
Kepala Zheva mengangguk, berusaha menghentikan tangisnya. "Nah, gitu dong," seru Mozaya, sembari tersenyum.
Reyyand yang menyaksikannya pun ikut tersenyum. Lalu sedikit berbisik pada Mozaya. "Kak, aku mau pulang duluan. Daddy udah suruh aku pulang."
Mata Mozaya menatap Reyyand. "Tapi tenang, nanti aku bilang ke Daddy kalo Kak Moza jenguk temen di rumah sakit," lanjutnya. Mozaya pun mengangguk setuju.
Langkah Reyyand menghampiri Zheva dengan senyum yang tak luntur. "Aku pulang dulu, ya?" Zheva mengangguk menatapnya, tangan Reyyand terangkat untuk mengusap pipi Zheva. "Kamu jangan sedih lagi. Jelek tau," ejeknya, sembari terkekeh.
Bukannya marah, Zheva malah memeluk Reyyand. Dengan senang hati Reyyand membalas pelukannya.
"Makasih, Rey." Zheva melepas pelukannya. Reyyand tersenyum hangat, lalu mengangguk.
Hati Mozaya menghangat saat melihat interaksi antara mereka, bagaikan kakak yang begitu sayang dengan adiknya. Tapi Mozaya juga melihat hal lain dari sifat Reyyand pada Zheva.
Tidak lama Reyyand berpamitan, ia langsung segera pulang. Kini, tinggal Zheva dan Mozaya yang berada di dalam ruangan. Zelan masih belum sadarkan diri.
Mozaya yang melihat keadaan Zerlan saat ini pun ikut bersedih. ia yang biasanya akan terus berdebat dengan Zerlan, tapi sekarang mata Zerlan terus tertutup rapat dan terbaring lemah.
Ceklek!
Mereka menoleh bersamaan saat pintu ruangan terbuka. Novva serta Razied jalan beriringan, dengan Zheva yang sudah berlari untuk memeluk Novva.
Mozaya mengangguk sopan pada kedua orang Zerlan yang menatapnya heran. "Saya Mozaya, temannya Kak Zerlan. Salam kenal Om, Tante."
Senyum mereka mengembang, "Udah lama datang?"
"Lumayan, Om." Jawabnya, ia merasa tidak enak saat kesini tidak membawa buah tangan. "Maaf, saya kesini belum bawa apa-apa."
"Gapapa, kamu datang aja Zerlan pasti udah senang lihatnya," jelas Novva.
Lalu matanya beralih pada Zheva yang berada di pelukannya, "Zheva belum makan?" Kepala Zheva menggeleng, "Ayo makan dulu, Mama bawain makan buat Zheva." Novva merangkul Zheva untuk duduk di sofa yang tersedia.
"Kayaknya aku pulang dulu Om, Tante," pamitnya. Mereka mengangguk. Matanya beralih pada Zheva. "Zheva, aku pulang, ya?"
Zheva mengangguk. "Makasih, Kak Moza."
Setelah berpamitan, Mozaya langsung keluar ruangan.
Zheva tengah makan, disuapi oleh Novva, Razied yang duduk di samping brankar Zerlan.
"Ma..."
•
=MOZZERLAN=
•
Larangan Genta tidak benar-benar Mozaya patuhi. Buktinya, sekarang ia berada di tempat dengan musik keras, lampu remang kelap-kelip, di temani minuman alkohol, serta rokok yang bertengger manis Mozaya selipkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya.
Mozaya menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, menyesap rokoknya, lalu menghembuskannya perlahan.
"Tenang..." Gumamnya, sembari memejamkan mata sejenak.
Pulang, hanyalah alibi Mozaya semata. Mozaya tau bahwa kartu kreditnya sudah Genta buka kembali, jadi ia punya kesempatan untuk menggunakannya mencari hiburan pada petang ini.
Yang Mozaya sebut 'tenang', itu salah. Nyatanya, ada seorang lelaki yang tengah memantaunya dari jauh. Senyum yang terus mengembang, saat ia melihat gadis cantik incarannya. Perlahan, ia melangkahkan kakinya menghampiri Mozaya.
"Boleh bergabung, Nona?"
"Gue lagi pengen sendiri," tolaknya, tanpa membuka mata. Ia kembali menyesap rokoknya.
Bukannya pergi, lelaki tersebut malah duduk di samping Mozaya. Merasa ada pergerakan, Mozaya langsung membuka matanya, membenarkan duduknya.
Tatapan marah langsung Mozaya tunjukkan. "Ngapain duduk disini?! Gue lagi gak mau di ganggu, ngerti?"
"Tolong temani saya malam ini saja, Nona. Saya sedang pusing, terlalu banyak pekerjaan yang harus saya tangani hari ini," bibirnya tersenyum miring, ia terus berusaha untuk mendekat ke arah Mozaya. "Jadi saya butuh penghangat, untuk kembali menormalkan otak saya," bisiknya.
Plak!
Satu tamparan keras yang Mozaya layangkan pada lelaki kurang ajar itu, ia langsung berjalan cepat keluar dari tempat tersebut.
Si Lelaki hanya tersenyum melihat kepergian Mozaya, ia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
"Halo, Bos. Nona Mozaya ada di club Sandekala," lapornya, lalu menutup panggilan tersebut.
"Hai, handsome," seorang wanita seksi bersandar pada tubuhnya, ia menerimanya dengan tersenyum senang.
"Call me, Gibran."
Sedangkan disisi lain, Mozaya terus menggerutu hingga sampai tempat parkir club. Belum sempat ia masuk ke dalam mobilnya, mulut Mozaya lebih dulu di bungkam oleh seseorang dari belakang.
Dengan sekuat tenaga, Mozaya berusaha berteriak dan terus memberontak.
"DIAM!" Bentak lelaki tersebut, lalu menyeret Mozaya untuk masuk ke dalam mobil Mozaya sendiri dengan paksa.
"Arrgh!"
Mozaya menggigit telapak tangan lelaki itu, hingga terbebas dari bungkamannya.
Bugh!
"ARRGGH!"
Kini, lelaki tersebut berteriak lebih keras. Saat Mozaya menendang bagian aset berharganya.
Senyum Mozaya mengembang, ia mendorong badan lelaki yang tengah kesakitan. Lalu langsung masuk ke dalam mobil, dan segera keluar dari tempat tersebut.
"Anjing! Sama satu cewek doang kalah," gumam lelaki dalam mobil yang tidak jauh dari sana, ikut memantau kejadian tersebut.
"Tunggu kejutan berikutnya, Moza."
=
KAMU SEDANG MEMBACA
MOZZERLAN
Teen FictionTengah menikmati kepulan asap rokok yang keluar dari mulutnya, sembari melamun menikmati suasana malam yang dingin nan hening. terdengar pesan masuk dari ponsel dia tas meja tersebut. Ting! Moza: Kak, motornya udah bisa diambil besok Zerlan: Oke. Bi...