MZ 11. Penjelasan

76 6 0
                                    

Entah kenapa, saat aku bersamamu, terasa begitu nyaman.


=MOZZERLAN=

MZ 11. Penjelasan

=

Sepanjang dari cafe tersebut, Mozaya hanya diam dengan jaket Zerlan yang melekat ditubuhnya. Zerlan menjadi semakin khawatir.

"Moza-"

"Kak, bawa gue kemana pun. Asal jangan pulang kerumah," potongnya.

"Ini udah malam, kamu butuh istirahat."

"Kenapa, malah orang yang paling gue percaya yang ngelakuin ini sama gue, Kak?" Tanya Mozaya, mengalihkan ucapan Zerlan.

Zerlan terdiam. Terasa kepala Mozaya bersandar pada bahunya, Zerlan tidak merasa keberatan.

"Gue benci mereka..." Ucap Mozaya, kian melirih.

Mozaya pikir, jika ia pergi dengan Kyla malam ini, akan mengurangi beban pikirannya. Namun ia salah, Kyla yang semakin membuat dirinya semakin jatuh ke dalam jurang.

Tidak lagi mendengar ocehan Mozaya, Zerlan melirik ke arah kaca spion yang ternyata Mozaya telah memejamkan matanya. Tidak ingin Mozaya jatuh, Zerlan menahan tangan Mozaya yang melingkar di perutnya, serta memelankan laju motornya.

"Ini memang sakit. Seorang sahabat yang kamu sangat percayai itu telah melempar kamu kedalam lembah yang penuh dengan ular, tapi kamu bisa tetap bertahan. Hebat." Zerlan terus memuji Mozaya dalam hati.

Zerlan begitu menikmati perjalanannya. Tidak terasa, mereka telah sampai didepan pekarangan rumah Mozaya yang hampir larut malam. Mozaya benar-benar tertidur, Zerlan pun tidak tega membangunkan Mozaya.

Ceklek!

Jennah keluar rumah saat mendengar suara motor yang terparkir di pekarangan rumahnya. Ia melihat Mozaya yang tertidur dalam gendongan Zerlan.

"Moza kenapa?"

"Dia ketiduran, Tan. Nanti saya ceritakan," jelas Zerlan.

Wajah panik terpancar dari Jennah, ia segera memberi jalan Zerlan untuk membawa Mozaya ke kamarnya. Setelah sampai didalam kamar Mozaya, Zerlan meletakan tubuh Mozaya di atas ranjangnya dengan hati-hati.

Jennah langsung membawa Zerlan kembali ke ruang tamu. Nampak Genta yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Dia siapa?" Tanya Genta.

Zerlan menunjukkan senyum ramahnya. "Saya Zerlan, temannya Moza, Om."

Dahi Genta berkerut heran. "Moza bilang, dia mau pergi dengan Kyla. Kenapa sekarang malah pulangnya diantar kamu?"

"Duduk dulu, Tante akan buatkan minum." Pinta Jennah, mereka menurut.

Tidak berselang lama, Jennah kembali dengan membawa minum untuk Genta dan Zerlan. Ia pun ikut gabung bersama mereka.

"Jadi, bagaimana ceritanya?" Desak Genta.

Perlahan, Zerlan mulai menceritakan kronologi yang Mozaya alami, juga pertemuan antara Zerlan dan Mozaya. Genta serta Jennah menyimak semua penjelasan Zerlan dengan baik.

"Sandre?" Jennah mengulang nama yang ia kenal. "Bukannya yang kemarin mengantar Mozaya saat dia mabuk?"

"Waktu itu, saya juga melihat pertengkaran antara mereka di tepi jalan. Dengan lelaki yang sama, dia terus memaksa Moza untuk ikut dengannya walau Mozaya menolak," jelas Zerlan, yang memang apa adanya.

"Sekarang dia mabuk lagi?" Tanya Genta.

Zerlan menggeleng, "Kebetulan, dia dan temannnya itu di satu tempat yang sama dengan saya."

"Terimakasih-" Jennah memotong kalimatnya, menatap Zerlan. "Maaf, nama kamu?"

"Zerlan,"

Jennah tersenyum. "Terimakasih Zerlan, udah bawa pulang anak gadis Tante dengan selamat."

"Sama-sama, Tan," ucapnya membalas senyuman Jennah. "Kalo gitu, saya langsung pulang Om, Tante."

"Sering-sering main kesini, ya." Pesan Jennah, Zerlan mengangguk.

Zerlan keluar dari rumah Mozaya, motornya pun langsung melesat jauh.

Genta masuk kembali kedalam rumah dengan marah. "Udah diperingati, tetap melanggar," gumamnya.

Tangan Jennah mengusap bahu Genta. "Udahlah, Dad. Mungkin Moza akan jera setelah kejadian ini."

=MOZZERLAN=

Tring!

Suara alarm yang begitu nyaring di seluruh penjuru kamar Mozaya. Mengingat ini hari Mozaya kembali kesekolah, ia segera membuka matanya. Menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, seketika ia tersadar.

Menatap jaket kulit yang masih melekat pada tubuhnya, ia berusaha mengingat.

"Kak Zerlan?" Gumamnya.

Tok tok tok!

"Kak! Ayo berangkat bareng, kan mobil Kak Moza lagi di bengkel!"

Mendengar teriakan Reyyand dari luar kamar, Mozaya bergegas menuju kamar mandi.

Setelah beberapa menit berada di kamar mandi, Mozaya telah lengkap memakai seragamnya. Mata Mozaya menangkap jaket Zerlan yang ada di atas ranjangnya, lalu menaruhnya di tumpukan baju kotor. Jelas Mozaya akan mencucinya sebelum di kembalikan.

Sebelum keluar kamar, ia menyempatkan untuk mengabari Zerlan.

Mozaya:
Kak, nanti gue kembaliin jaketnya kalo udah dicuci
Makasih Kak, maaf udah ngerepotin lo

Pesannya terkirim, Mozaya bergegas keluar kamar. Menghampiri Reyyand yang ternyata sudah berada di ruang makan, begitu juga ada Jennah dan Genta.

"Kak, ayo makan dulu." Jennah berusaha membujuk Mozaya.

"Gak perlu, Mom. Nanti bisa makan di sekolah."

"Ini," Genta menyodorkan satu lembar uang lima puluh ribu rupiah pada Mozaya, "Sesuai yang Daddy bilang kemarin."

Mozaya menerimanya, "Makasih."

Mata Mozaya kini melirik Reyyand yang makannya hampir selesai. "Rey, gue tunggu di depan."

Reyyand mengangguk, dengan cepat menghabiskan makanannya. Mozaya lebih memilih menunggu Reyyand di depan rumahnya saja.

Ting!

Zerlan:
Gimana keadaan kamu?
Udah lebih baik?

Entah kenapa, saat ia membaca pesan dari Zerlan tersebut, bibirnya terangkat mengukir senyumnya yang indah.

Mozaya:
Udah, makasih
Gatau kalo gak ada kakak kemarin

Zerlan:
Lupakan hal yang membuat kamu sakit, dan berusaha untuk bangkit kembali. Jangan pantang menyerah!

Mozaya:
Iya.
Kok lo jadi bawel gini sih?

"Lo ngeselin, udah gitu keras kepala juga. Tapi disisi lain begini," gumamnya sembari terus tersenyum.

"Hayo!" Reyyand menepuk bahu Mozaya, yang mebuatnya terperanjat kaget.

Mata Mozaya menatap tajam. Tapi Reyyand malah tersenyum untuk menggodanya. "Ngapain senyum-senyum sendiri?"

"Bukan urusan lo! Cepet berangkat, nanti telat. Lo yang harus tanggung jawab," ancamnya penuh penekanan.

Mendengar hal itu pun Reyyand langsung menyiapkan motornya. Mereka pun segera berangkat menuju sekolah.

=

MOZZERLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang