Sedang memasang dasi abu-abunya di depan cermin, melihat melalui pantulan kaca bahwa Mamanya sedang berjalan mendekat itu membuat Serena cepat sekali menolehkan kepala.
"Papa mana, Mah?" tanyanya. Dia tidak ada melihat sosok Papanya sejak tadi, padahal janjinya kemarin sudah pasti akan berada di rumah pagi ini.
"Lagi istirahat, tidur," jawab Mamanya seadanya, berjalan lurus ke dapur untuk merapikan bekas sarapan yang sudah selesai di meja makan.
"Emang tadi malem pulangnya jam berapa?"
"Sekitar jam tiga pagi." Mamanya menyalakan kran wastafel, mulai membersihkan gelas-gelas kaca terlebih dahulu. "Kamu kenapa belum berangkat sekolah juga?"
Membawa tubuhnya duduk di sofa ruang keluarga, Serena melirik jam dinding yang berada di atas kepala. "Masih lama lagi kok bel masuk," alasannya, sedikit berteriak agar bisa di dengar jelas sampai dapur. "Lagian Serena juga masih nunggu jemputan."
"Beberapa hari ini Mama liat yang antar-jemput kamu itu orangnya sama terus."
Serena menoleh, meskipun jarak mereka cukup jauh, dia tetap berusaha membaca raut seperti apa yang tersirat dari wajah Mamanya itu. Suka kah? Tidak suka? Atau bahkan tidak peduli?
"So who is this guy?"
Serena balik bertanya, "Menurut Mama siapa?"
Mamanya ikut menoleh, mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya mengangkat dua bahu, lanjut mencuci piring. "Mana Mama tau, makanya Mama nanya."
"Zhanghao," sebut Serena. "Mama pasti inget dong sama namanya, masa enggak?"
"Zhanghao yang pintar itu?" Kan.
Serena berdeham, mengangguk tidak niat karena masih ada sedikit bagian dirinya yang berteriak tidak setuju.
"Dia kamu pacarin?"
Mendengar Mamanya yang bertanya dengan intonasi cukup ringan, tidak terdengar tidak suka atau bahkan marah, Serena tentu langsung memutar dua matanya malas. Mentang-mentang Zhanghao cowok pintar!
"Bukan pacar," cetus Serena. Memang faktanya bukan pacar. Berjalan mendekat untuk menyalami tangan Mamanya. "Mau berangkat sekolah dulu."
Mengeringkan tangan yang basah dengan sapu tangan, Mama memberikan tangan kanannya untuk disalimi.
"Kalo kamu pulang nanti pintu kebun belakang jangan dibiarin kebuka, tutup aja. Tetangga sebelah kalo sore suka bakar-bakar sampah, bau asapnya masuk sampai ke dapur, gak enak, lebih parah dari bau rokok."
'Satu kata' tersebut tentu berhasil membuat Serena terkesiap. Berusaha tidak membuat tanda atau bahasa tubuh yang aneh, berpamitan membawa tasnya serta tungkainya berjalan ke bagian paling depan rumah.
Kenapa kalimat tadi rasanya seperti disengaja coba?!
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
low. zhanghao
Fanfiction(FINISH) "see the best, but from the lowest angles." zhanghao, serena, and their weird superiority problems