"Are we really doing this?" tanya Yunjin sambil memandangi Serena skeptis, kaki kirinya tidak bisa berhenti bergerak tidak nyaman.
Semakin sering Yunjin meragukannya maka semakin nyaring juga dada Serena berdegup. Cewek itu membasahi bibirnya, sial, sekali lagi menahan tangan yang ingin mengetuk pintu.
"I think this is a bad idea," ujar Hanbin yang hanya menambah keraguan.
"Bentar," tahan Serena. "Give me a few seconds."
Bukan rahasia umum lagi kalau Serena memiliki orang tua─lebih condong pada Mamanya─yang overprotective. Mereka beberapa kali bertemu saat kelas sepuluh dahulu karena saat itu Serena masih rutin diantar, sisanya bertemu pada saat pengambilan rapor di setiap penghujung semester. Meskipun terlihat sangat cantik dan awet muda, Mama Serena punya paras dingin dan sepasang mata yang tajam. Cara berbicaranya juga terkesan menusuk di setiap ujung katanya, in a bad way as possible. Dia mirip Serena, kalo kata Yunjin yang saat itu berkata jujur, Mamanya itu adalah versi jahat dari Serena.
Bayangkan, Serena sendiri saja tidak bisa mengelompokkan dirinya masuk ke bagian "orang-orang baik" atau mungkin kasarnya "soft person." Dan Mamanya ternyata lebih buruk dari cewek itu?
Serena pasti sudah gila karena berpikir membawa temannya datang ke rumah untuk tempat belajar adalah pilihan yang bagus.
"Kita bisa pindah ke tempat lain," kata Yunjin berusaha meyakinkan. "Rumah gue open! Nyokap gue suka kalo gue bawa temen banyak."
Sepertinya Yunjin masih tidak bisa melupakan waktu di mana Mama Serena menatap cewek itu dari atas hingga bawah, bertanya dengan kerutan dahi, "Siapa ya? Daritadi bareng anak saya."
Yunjin masih mengingat itu seperti mimpi buruknya. Iya, Mama Serena memang semengerikan itu, hanya karena anaknya berteman dengan seseorang yang sepenuhnya asing dari radarnya.
"Kan kata lo berdua tadi mau liat catatan Matmin gue?" Serena menatap Yunjin dan juga Hanbin secara bergatian. "Bukunya ada di dalem. Kalo kita pindah tempat berarti sama aja boong karena semua bahan adanya di dalem. Lo berdua tau seburuk apa gue kalo jadi guru. Seenggaknya kalo ada buku, tinggal liat aja materinya di sana, gue nggak perlu ngejelasin lagi."
"Tapi Ser-"
"Lo berdua besok remedialnya di meja Pa Agam," ingat Serena barangkali dua temannya itu lupa.
Jangankan menyontek, bergerak pun tidak bisa kalau sudah diawasi guru yang menjabat sebagai salah satu dari 3 wakasek tersebut. Apalagi mengingat jumlah yang remedial di jurusan MIPA hanya ada empat orang. Pa Agam akan berdiri di sebelah mereka, membaca setiap kata dan angka yang dituliskan di kertas. Serena mengingat jelas bagaimana nerakanya menjadi murid yang selalu ditandai beliau di setiap penilaian; harian, akhir, dan kenaikan kelas, hanya karena dia menduduki posisi satu di kelas.
"Trust me, you guys can't do anything there. Like any, thing."
Zhanghao yang sejak tadi bersandar di salah satu dari empat tiang besar teras rumah Serena, cukup jauh dari percakapan, hanya menatap tiga orang itu clueless. Di beberapa poin, hampir semuanya, dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
low. zhanghao
Fiksi Penggemar(FINISH) "see the best, but from the lowest angles." zhanghao, serena, and their weird superiority problems