41. Keluarnya Air Mata²

1.4K 63 5
                                    


41. Keluarnya Air Mata²
❅✧.·:*¨ ¨*:·.✧❅

Dari jam sembilan pagi hingga jam tiga sore sekarang, pintu ruangan baru saja terbuka. Yang berhadapan langsung dengan Dokter adalah Ayah dari Ghea, bukan Bima. Lelaki itu tidak bisa berdiri dan masih mengeluarkan air matanya.

“Dengan wali Ghea?”

“Saya dok, Ayahnya.”

“Saya mau memberitahukan bahwa jenazah janinnya, bisa di bawah pulang dengan Ambulans rumah sakit sekarang. Sedangkan pasien masih belum sadar, jadi kami pantau dulu di ruangan. Nanti setelah sadar, kami akan memindahkannya ke ruang inap. Mari Pak, ikut saya,” ajak Dokter ke dalam ruangan untuk melihat terakhir kali cucunya.

Ayah mengajak Bima untuk masuk dan meng-adzani janinnya. Awalnya Bima tak kuat untuk berdiri, tetapi setelah minum air, ia akhirnya bisa berdiri dengan gemetar dan masuk ke dalam ruangan.

Kedua lelaki itu menahan tangisnya ketika melihat box kaca besar seukuran bayi. Di sana ada anak Bima yang telah tutup usia. Bima menekan bibirnya dengan telapak tangan. Dia dan Ayah akhirnya memulai apa yang harus di lakukan.

Setelah semua urusan selesai, Bima meminta izin Dokter untuk menemui Ghea. Awalnya di tolak, tetapi akhirnya di setujui oleh Sang Dokter.

Bima membuka tirainya, dan air mata yang ia tahan sejak masuk ruangan, kini runtuh begitu saja. Bima langsung menuju ranjang Ghea dan menangis lagi sejadi-jadinya tanpa suara. Bima tak tau jika ini menyakitkan. Sangat sakit. Ia hanya memikirkan, bagaimana jika Istrinya bangun nanti.

Mata Bima memerah sambil tangannya mengelus kepala Ghea. Mata perempuan itu bengkak, Bima tak mau melihat hal itu. Tiba-tiba, matanya berhenti di perut Ghea. Perut itu sekarang tidak sebesar tujuh bulan yang lalu.

“Maaf,” Bima mengecup kening Ghea lama. Lalu dia kembali keluar ruangan dengan gemetar yang langsung di pegang oleh Ayah.

“Yang sabar, kamu pasti kuat Nak.” Bima di peluk erat oleh Ayah kemudian dia duduk di kursi di samping Mamanya.

Tak lama, Bima di ajak oleh Papa dan Ayah untuk pulang mengantar bayinya ke tempat peristirahatan terakhir. Bima awalnya tak mau, tetapi beberapa kali berfikir akhirnya mau mengantar bayinya ke makam.

Next

Bima keluar dari kamar sembari memakai pecinya. Dia duduk di samping Papanya seraya membawa buku yasin kecil. Bima menatap semua orang dengan sendu. Mereka semua berbondong-bondong ke rumahnya hanya untuk melayat. Di depan, ada para karyawan Bima juga yang ikut berduka cita.

Bima menatap janinnya yang terdapat di tengah. Rasanya, Bima seperti kehilangan sesuatu. Hidupnya terasa hampa. 'Dia' telah kembali ke penciptanya meninggalkan Ghea dan dirinya sendiri.

Setelah mengurus seluruh jenaza, Bima tinggal sejenak di kuburan. Dia menatap gundukan tanah itu dengan tak kuasa menahan air matanya.

Bumiantara Kenji Bimandala

Nama itu terasa nyata orangnya. Bima membayangkan memanggil nama 'Bumi' berkali-kali dan bercanda dengannya. Tetapi itu hanya angan-angan Bima. Kini, anak laki-laki yang di tunggu-tunggu tidak ingin pulang ke pelukan keluarganya. Dia lebih memilih ke penciptanya.

Lama berdiam diri, dia akhirnya bangkit dan pulang. Dalam perjalanan, ponselnya berdering. Ada nama Mama di sana. Dengan cepat, ia angkat.

My Cold Lecturer ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang