24. approach and apology

68 9 0
                                    

Terhitung sudah 3 hari ini semenjak bangunnya Thala. Sang ayah beserta yang lain mencoba mendekati Thala.

Meskipun mendapatkan perlakuan yang sangat asing, mereka tetap akan mencoba mendekati Thala bagaimanapun caranya.

"Bundaa, ayo pulang. Ini dah lama loh adek di rumah sakit. Ayolah Bun, adek bosen ini." Rengekan tersebut tak mempan sama sekali, karena sang bunda sedari tadi tak mendengarnya.

"Bundaa, bundanya adek yang paling cantik. Ayo pulang."

"Coba minta sama ayah, bunda ngga bisa ngasih izin." Ilana mencoba mendekatkan interaksi antara anak dan ayah yang sempat terputus. Karena kecerobohan ayah, interaksi tersebut menjadi renggang.

Thala yang mendengar jawaban sang bunda, segera memandang seorang pria yang duduk di samping sang bunda. Dengan pandangan takut, ia mencoba menghilangkan rasa takut tersebut.

"A-ayah, adek mau pulang." Ia menunduk sambil memilin ujung baju yang di kenakannya. Ia tak berani menatap sepasang mata yang sedari tadi menatapnya.

"Apa dek? Ayah nggak dengar."

"Adek, mau pulang. Adek nggak mau di sini terus."

"Kalau ada yang nanya itu natap lawan bicaranya dong, kalau adek nunduk terus itu nggak sopan." Thala segera mendongakkan wajahnya untuk memandang sang ayah.

"Coba ulangi, ayah mau denger." Ujarnya santai sambil menyandarkan punggungnya dengan bersedekap dada.

"Adek pengen pulang, adek nggak mau di sini. Di sini nggak enak, makannya bubur terus. Kalaupun adek minta yang lain, tetap di kasih bubur. Adek udah sehat kok"

"Cuma adek takut sama ayah." Cicitnya dengan pelan supaya tak ada yang mendengar.

"Yaudah, ayah mau urus administrasi dulu dan tanya pada dokter apakah adek sudah boleh pulang apa belum." Kavindra segera berdiri dan keluar dari ruang inap tersebut.

Thala yang melihat pria tersebut selaku ayahnya yang sudah keluar dari ruang inap tersebut merasa lega. Ia sudah tak merasa gugup dan takut lagi, tapi ia tak paham kenapa bisa demikian.

Tapi kata bunda, ia sakit karena jatuh dari motor. Ia mencoba percaya-percaya saja. Sebab ia tak mengingat apapun, yang di ingatnya hanya kata 'bunda' tidak ada yang lain.

"Adek ngapain tadi mukanya tegang gitu pas lagi nanya sama ayah?" Tanya sang bunda bingung.

"Nggak papa Bun, soalnya muka ayah serem." Cicitnya dengan pelan.

Cklek

Pintu ruangan tersebut terbuka, dengan menampilkan Kala yang baru datang. Cowok ber-Hoodie biru muda tersebut segera memasuki ruang inap sang adek.

"Bunda." Panggilnya kepada bunda, dan bunda segera menolehkan kepalanya ke arah Kala yang baru saja datang.

"Sini-sini duduk samping bunda." Kala segera duduk di samping sang bunda sambil memandang sendu ke arah Thala yang sedari tadi memperhatikannya.

"Bunda izin keluar dulu, bang kamu jaga adekmu." Ilana segera keluar dari sana untuk memberikan ruang agar Thala tak merasa takut lagi. Ia tahu Thala mengalami sebuah trauma karena kejadian itu, tapi ilana mencoba mengajak Thala untuk bisa melawan trauma tersebut.

"Adek udah makan?"

"U-udah, tadi di suapin sama bunda. Kalo Abang?" Thala mencoba memanggil pemuda tersebut dengan sebutan Abang meski dia agak gugup karena takut dengan tatapan yang diberikan oleh pemuda tersebut.

Meski Kala memandangnya dengan sendu, tapi Thala merasa takut dengan tatapan tersebut.

"Udah, tadi sebelum ke sini singgah dulu di tukang nasi goreng dan makan di sana."

"Adek takut nggak sama Abang?"

"Sebenarnya takut, apalagi sama orang yang sering nyebut dirinya sebagai sebutan ayah. Adek nggak tau kenapa bisa takut, dan juga adek nggak inget siapapun selain bunda." Jelasnya panjang lebar, kala yang mendengar penjelasan tersebut diam-diam tangannya mengepal.

"Oh iya, itu kenapa wajah Abang luka-luka sama kayak punya adek? Tapi ini punya Abang masih baru. Sakit nggak?" Tunjuknya ke arah luka yang berada di wajah Kala.

"Nggak papa, ini nggak sakit. Adek tenang aja ya. Adek tau nggak?"

"Nggak, kan Abang ga beri tau."

"Ya makanya jangan di potong dulu. Ini Hoodie yang di berikan oleh adek loh, lihat Abang pakek Hoodienya." Ia menunjukkan bahwa ia merasa senang atas pemberian Thala.

"Adek nggak inget."

"Nggak papa, nggak usah terlalu di ingat. Adek mau maafin Abang kan? Maaf Abang ngga bisa nolong kamu dari monster itu." Matanya berkaca-kaca siap menumpahkan air mata.

Thala membuka lebar kedua tangannya. "Eh-eh jangan nangis, mau peluk? Tapi pelan-pelan ya tubuh adek masih agak sakit. Tapi kata bunda udah mau sembuh kok."

Kala yang mendapatkan pelukan tersebut segera berhambur kepelukan Thala, namun ia tetap hati-hati karena Thala belum pulih sepenuhnya.

"Anak-anak ayah sudah akur ya" pria dengan baju santai berwarna kream tersebut tersenyum bahagia karena kedua anaknya sudah akur kembali.

Thala yang mendengar suara tersebut terjengit kaget, dan mencengkram kuat Hoodie yang dikenakan oleh Kala.

Kala yang mengetahui situasi tersebut segera menenangkan sang adek agar lebih tenang dengan cara berganti memeluknya.

Pria tersebut memandang sendu kepada kedua anaknya, putranya memandangnya dengan tatapan kecewa dan putrinya memandangnya dengan tatapan ketakutan.

Lalu ada seseorang yang menepuk pundaknya. "Itu resikomu, jika kau tak mau memperbaiki hubungan antara anak dan ayah maka kau akan jauh dari mereka. Kau tak mau itu terjadi kan?"

Pria tersebut meninggalkan seorang pria berbaju kream sendirian di depan pintu masuk, dan ia segera mendekat ke arah kedua keponakannya yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

"Gimana kabarnya anak papa yang cantik ini?" Sapa lucian ke arah Thala agar dia tak merasa takut lagi.

Ia berseru setelah menyembulkan kepalanya dari dekapan Kala."Baikk"

"papa tau adek kepingin sekali pulang dari sini. Adek bosen tau." Lanjutnya dengan nada riang.

"Oh ya? Trus kata ayah gimana udah boleh pulang?"

"Nggak tau, adek belum nanya lagi." Jawabnya sambil memusatkan perhatiannya kepada pria berbaju kream tersebut tak lain adalah Kavindra ayahnya.

"Adek boleh pulang kok, tadi udah nanya ke dokter. Tapi nunggu bunda dulu, dia sedang nebus obat adek."

Tak lama kemudian ilana datang dengan membawa beberapa obat dengan seorang dokter yang mengikutinya dari belakang guna melepas infus yang terpasang di tangan Thala.

Setelah selesai, barang-barangpun sudah di bereskan. Mereka semua segera pergi dari sana. Dengan Thala yang di gendong oleh Kala. Itu kemauan Kala sendiri yang mau repot-repot menggendong Thala ala koala.

Sedangkan yang lain seperti Tria yang tak lain adalah mama, dan si kembar. Mereka menunggunya di rumah.

*
*
Makasih sudah mampir, jangan lupa vote dan komen.

AKSAKIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang