25. medicine

55 9 0
                                    

"adek, sini minum obatnya. Bunda lagi nyuci piring." Kala datang sambil membawa beberapa butir obat yang ada di dalam kotak obat.

Ia menghampiri Thala yang sedang asik menonton tv, tapi dia sedang sibuk menggambar hal-hal random.

"Iyaa, bental ini masih sibuk." Kala yang mendengar suara Thala yang berbeda merasa bingung, dan segera mendudukkan dirinya di samping Thala.

"Kok suaranya cadel? Dek adek?" Thala yang asik menggambar merasa tak terganggu akan panggilan tersebut. Dengan segera Kala menepuk pelan bahu sang adek, dan Thala kelihatan tersentak kaget.

"Ha, iya bang ada apa?"

"Ayo minum obat, tadi Abang dah panggil-panggil tapi kamu jawab kek cadel gitu, mungkin hanya firasat Abang saja." Kala segera mengambil beberapa butir obat dan di berikan kepada Thala untuk segera meminumnya.

"Bang, ini nggak di halusin dulu obatnya? Nggak bisa minum ini, obatnya besar-besar." Tunjuknya ke arah beberapa butir obat yang berada di telapak tangannya.

"Nggak, udah minum aja. Tu Abang ambilin air minum juga." Kala mengambil gelas yang sudah terisi air dan segera memberikannya untuk minum obat.

"Adek nggak bisa minum ish, bantuin."

Dengan segera Kala membantu untuk meminum obat, dengan cara mengapit hidung Thala dan segera memasukkan 1 butir obat. "Udah nggak usah di rasain, nih minum." Thala segera meminum air putih tadi untuk membantu obat tadi masuk kedalam perut.

"Abangg, adek ga bisa nafas tau kalau kayak gitu." Protesnya tak terima.

"Bisa, tuh buktinya. Tapi manjurkan kalau minum obat kek gitu. Dah sekarang minum lagi kek tadi Abang bantu."

"Tapi pakek buah juga bisa."

"Nggak ada buah, bunda blom beli. kemarin udah Abang makan jadi buah di kulkas udah habis." Elaknya agar adeknya mau minum obat dengan cepat.

Thala yang mendengar penuturan abangnya percaya-percaya aja dan meminum obat dengan cara awal tadi yaitu dengan hidung yang di apit agar tak terasa pahitnya obat.

Sebenarnya ia tak pandai minum obat, soalnya jarang sakit.

"Nggak minta bantuan lagi sama Abang, biar di bantu bunda aja. kalau kek tadi sangat-sangat tidak mengenakkan." Thala segera pergi kepada bunda meninggalkan Kala yang mengemasi obat dan di taruhnya kembali ke kotak obat.

Ia juga tak lupa merapikan beberapa pensil warna yang berserakan dan membawa buku gambar serta pensil warna tadi untuk di letakkan di kamar Thala.

***

"Bun, bunda. Bunda udah selesai kah nyuci piringnya?"

Mendengar suara putrinya Ilana segera menolehkan kepalanya. "Udah, tinggal naruh di tempat piring aja." Ujarnya sambil mengelap tangannya menggunakan handuk kecil yang ada di sana.

"Sini adek bantuin." Thala segera mengambil tumpukan piring tersebut dan segera di tata di rak piring. Sedangkan sang bunda menaruh sendok dan gelas di tempatnya.

"Ada apa dek kok nyari bunda?" Tanyanya sambil merangkul pundak Thala dan berjalan bersama ke ruang tengah.

"Bunda adek kapan sekolah?" Tanyanya setelah duduk di kursi ruang tengah bersama bunda.

"Adek kan baru pulang dari rumah sakit, nunggu sembuh dulu baru sekolah. Bunda juga udah izinin adek buat nggak masuk sekolah."

"Adek kangen sama temen-temen? Tunggu sembuh dulu nanti baru boleh sekolah." Lanjutnya sambil memeluk Thala yang berada di sampingnya.

Thala mendongakkan kepalanya menatap sang bunda. "Adek nggak rindu sama temen-temennya adek. Adek aja nggak kenal sama mereka."

"Oh iya adekkan habis sakit jadi lupa. Nanti kalau mau sekolah nunggu sembuh dulu ya. Sama minta izin ayah."

"Iyaa."

"Lho bang mau kemana malem-malem gini?" Tanya bunda karena melihat Kala yang sudah rapi dan wangi.

"Mau izin keluar sama temen-temen. Boleh kan Bun?''

"Boleh tapi jangan kemaleman kalau pulang."

Setelah berhasil mendapatkan izin dari bunda, Kala menyalimi dan mengecup singkat pipi bunda.

"Abang mau kemana? Adek boleh ikut?"

"Jangan, besok aja kita pergi sama-sama. Adek kan baru sembuh, angin malam nggak baik buat anak kecil." Kala mengusak rambut Thala dan berlalu dari sana.

"Adek udah besar tau. Udah umur...
Umur berapa Bun?" Tolehnya memandang bunda.

"Nah tuh kan lupa sama umur sendiri, udah dibilangin kamu tuh masih kecil."

"Nggak ya, adek udah besar." Elaknya.

"Kalau udah besar ngapain minum obat masih di bantuin?"

"Ya biarin, suka-suka adek. Situ nggak terima?"

"Udah-udah, jangan debat lagi. Bunda pusing dengernya. Kamu juga bang, katanya mau pergi malah nge jailin adeknya." Kala yang mendengar penuturan sang Bunda hanya menyengir.

"Yaudah Bun, Abang pergi. Adekk jangan kangen ya.." teriaknya sambil berjalan keluar.

"Nggak yaa, situ pd amat." Balasnya dengan teriakan.

Bunda yang berada di sampingnya segera membekap mulutnya. "Nggak usah teriak-teriak udah malem, nanti tetangga pada keganggu."

"Tapi Abang duluan Bun" Ujarnya setelah bunda menurunkan tangannya dari mulut Thala.

"Ga usah ngelak, dah sana tidur. Udah minum obatkan? Tadi bunda juga udah buatin susu jangan lupa di minum."

"Iyaa bundaa"

***
Haii, makasih banyak yang sudah mampir dan suka cerita ini. Jangan lupa votmen yaa. See you...

AKSAKIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang