Dari banyaknya manusia yang pergi dari kehidupan aku, mungkin kepergian kamu adalah yang paling menyakitkan sekaligus paling aku sukai; kepergian kamu membawa luka lama soal kehilangan tapi aku menyukai kepergian mu, rasanya seperti dicekik oleh rindu setiap malamnya. Ada kala aku menyalahkan diriku sendiri soal kepergian mu tapi terkadang aku juga menyalahkan kamu tentang pertemuan kita, setiap malam kepalaku selalu berisik, hatiku tidak pernah merasa tenang setelah perginya kamu, hariku selalu seperti warna awan yang mengandung banyak air hujan, ah! Seandainya kita tidak memaksaan pertemuan kita dulu, seandainya kita tidak bersama Kembali waktu itu, sial. Aku hanya bisa berandai-andai tentang kamu, aku sedikit menyesal dan merasa beruntung.
Tahun ketiga, setelah tidak dengan mu dan tahun kedua setelah kepergian mu, aku merasa tidak ingin melanjutkan apa yang dulu pernah kita rencanakan bersama tiba-tiba aku merasa semuanya yang telah kita bicarakan dulu hanyalah omong kosong bahkan untuk mengingatnya saja aku merasa kepalaku seperti dibenturkan pada tembok tidak berdarah hanya saja terasa sangat sakit, ya memang luka yang tidak berdarah itu lebih menyakitkan daripada luka yang mengeluarkan banyak darah.
Hey, aku akan tetap melanjutkan hidupku dengan segala perih, luka, sakit dan kecewa yang aku terima dari semua manusia yang aku anggap berharga dalam hidupku, aku akan mencekik diriku sendiri dengan rasa bersalah tentang kepergian mu. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, tolong jaga aku dari atas sana karena terkadang aku khilaf saat bermain dengan silet, tapi tetap saja korek lah yang akan aku pilih, bukan untuk terlihat keren! Aku hanya ingin melegakan perasaan ku lewat asap dari rokok yang aku nyalakan.