Episode 2: Si Benjol

174 13 1
                                    


"Dimas!"

Tada berseru melihat teman sebangkunya baru saja melewati gerbang sekolah, dan segera menyusulnya.

"Mau?" tawarnya sembari mengulurkan sebungkus roti yang sudah digigitnya.

Dimas hanya menggeleng. Lalu kembali melanjutkan langkahnya ke kelas di dampingi Tada yang asyik mengunyah roti selai kacang. Murid-murid lain juga berdatangan.

"Aku nggak sempat sarapan. Ibuku nggak masak karena semalam ada shif di rumah sakit," Tada bercerita.

"Mamamu dokter?"

Tada menggeleng. "Hanya perawat. Ngomong-ngomong ini apa?" Dia memegang gantungan tas Dimas yang terus bergoyang sedari tadi. Gantungan bulu warna hitam dengan garis putih mirip kemoceng, ditambah sebuah besi segitiga dengan ujung tajam.

"Oh, itu vanes, bulu yang ada di pangkal anak panah dan mata anak panahnya. Papaku yang buat," jawab Dimas sambil terus melangkah.

"Wih! Kamu bisa manah? Kalau mau ikut klub panahan bilang sama Sundari, dia juga atlet panahan. Cewek itu di pilih jadi bendahara kelas karena kemampuannya itu. Aiss.. mengerikan!" decak Tada sambil mengelengkan kepalanya membayangkan bagaimana cara Sundari menagih uang kasnya.

"Kalian ngomongin aku?"

Yang dibicarakan tiba-tiba sudah ada di belakang mereka, membuat Tada meloncat kaget.

"Sejak kapan khe (kata ganti kamu/lo di Denpasar) di belakang?"

"Dari tadi. Minta rotinya! Aku juga belum sarapan."

Buru-buru Tada menyempunyikan sisa rotinya. "Enak aja! Beli sono!"

"Pelit banget! Tadi Dimas ditawarin."

"Ya, itu karena Dimas."

"Kasih nggak?!"

"Kagak!"

Tada langsung berlari takut rotinya pindah tangan, Sundari malah mengejarnya. Sementara Dimas hanya tersenyum melihatnya, mereka begitu akrab.

"Dimas!" Seseorang memanggil namanya lagi.

Kali ini yang datang adalah Prana. Dimas langsung semringah melihat wajah cerah itu. Si Ketua OSIS ini memang seorang bintang.

"Gimana rasanya sekolah di sini?" Prana membuka obrolan sambil terus melangkah.

"Aku masih menyesuaikan, Ka," jawab Dimas malu-malu.

"Merasa ada yang beda nggak sama sekolah di Jakarta, atau sesuatu yang kurang? Aku akan berusaha mengatasinya," ucap Prana lembut seolah sedang menaruh perhatian, padahal itu adalah tugasnya sebagai ketua OSIS.

Dimas menggeleng. "Nggak ada, Ka."

"Ngomong-ngomong udah berapa lama kamu di sini, di Bali?"

"Dua mingguan."

"Udah kemana aja?"

Dimas menunduk, bukan karena malu tapi lebih ke sedih. "Aku belum punya teman di sini. Jadi aku nggak kemana-mana, cuman diam di rumah."

Mendengar nada kendur itu Prana langsung merangkul Dimas. "Kita bisa hangout kapan-kapan. Let's to be friends."

Dimas berdebar. Kembali tersipu akan kebaikannya. Hingga tiba-tiba... tit tiiiitttt!!! Prana menoleh, seorang murid mengendarai motor naked sport-nya melaju kencang. Dia menggunakan jaket hitam dan helm full face tak mempedulikan siswa-siswi yang berlalu lalang. Prana langsung mengencangkan dekapannya pada Dimas, menarik tubuhnya agar tak tertabrak siswa ugal-ugalan itu. Namun, sepertinya siswa itu memang sengaja mengemudikan motornya ke Dimas. Satu meter dari Dimas berjalan, dia langsung membelokkannya. Cara mengemudinya juga sangat lincah, menghindari semua orang di sana yang berjalan santai.

[BL] Pria Kecil di Bawah PayungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang