Episode Spesial: Sang Pecandu Cinta

100 9 5
                                    


Cinta adalah ketergantungan kimia. Menurut penelitian, menunjukkan bahwa jatuh cinta dapat menyebabkan pelepasan zat kimia dalam otak seperti dopamin, oksitosin, dan serotonin. Zat-zat itu menciptakan efek euforia dan perasaan bahagia, yang sering kali membuat orang merasa seperti bergantung pada pasangan mereka. Seperti itulah Boy kini, candu akan Dimas.

Dia memeluk pria itu dalam ketelanjangan. Kulit mereka bersentuhan, bertukar peluh yang membuat mereka makin lengket. Boy kembali mencium tengkuk Dimas, menaruh semua perasaannya dalam setiap sentuhan. Ditarik selimutnya hingga ke dada. Cahaya remang, hanya berasal dari bokong Shin-chan. Lampu tidur bentuk boneka yang sedang menunjukan bokong menyalanya, lampu kesayangan Dimas.

"Sudah malam," gumam Dimas lemah, menahan kantuk.

"Biarkan aku menginap. Kumohon..." Boy memelas. Logat Balinya mulai memudar.

"Kasurnya terlalu sempit buat berdua."

"Tak masalah. Aku akan memelukmu seperti ini sepanjang malam," cetus Boy mempererat pelukannya.

"Ah!" Dimas berputar menghadapnya. "Pulanglah ke kos lu sendiri. Gua ada kelas pagi besok."

"Mmm..." Boy melirih, masih berusaha membujuk. "Aku akan tidur di lantai."

"Boy!" Dimas mulai sebal.

"Tinggallah denganku, Dim. Ayo kita serumah."

Dimas menatap lekat. "Kita sudah membicarakannya. Gua belum siap."

Boy menghela napas panjang. Kecewa. "Oke, oke, aku pulang. Tapi besok kau balik jam berapa? Sesuai jadwal, kan?"

Dimas tertawa kecil. Si berandal ini tak bisa jauh darinya. Ia meraih kunci di atas lemari kecil sebelah ranjangnya. "Ini... Besok gua kuliah sampae sore, dan mungkin pulang agak lambat, gua harus ngembaliin buku ke perpus."

Boy dengan semringah menerimanya. "Pacarku ini sangat tekun sekarang," selorohnya sambil memencet hidung Dimas.

"Ah! Pergilah!" Dia memberontak.

Boy akhirnya turun dari kasur dan berpakaian. Dia menambahkan kunci kamar Dimas ke ring kunci motornya, di sana juga ada gantungan bulu anak panah yang diberikan Dimas beberapa tahun lalu. Sudah lecek dan tua. Namun, itu sangat berarti. Seperti janjinya pada Dimas untuk terus berada di sampingnya.

"Aku balik," pamit Boy mengecup kening Dimas.

***

Suasana kelas menjadi agak tegang. Dimas terus menunduk di hadapan dosen killer itu. Tak ada yang berani menyela. Bruk! Dosen itu melempar makalah buatan Dimas ke lantai. Matanya menyorot tajam.

"Anda sudah semester empat, tapi menulis makalah masih begini. Salah semuanya!" bentaknya.

"Maaf, Prof. Saya akan memperbaikinya," balas Dimas lirih.

Dosen itu menghela napas besar. "Baiklah. Saya beri Anda kesempatan. Besok pagi semuanya sudah beres."

Dimas tercekat. "Besok pagi?"

"Tidak mau? Kalau begitu nilai Anda F."

"Tidak, Prof." Dimas langsung menggeleng. "Saya akan kumpulkan besok pagi."

Dengan lesu ia memungut makalahnya dan kembali ke bangku.

Sore harinya, setelah semua kelasnya selesai, ia pergi ke perpustakaan. Mendung sudah menggelayut. Dia mengambil duduk di meja besar bersama beberapa orang lainnya yang sudah ada di sana. Dikeluarkan buku-buku dan laptopnya. Diperbaiki semua isi makalah yang dicoret-coret dosennya itu.

[BL] Pria Kecil di Bawah PayungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang