Prana memasuki ruangan. Di sana sudah ada ayah dan ibunya, bersama dua pasutri berpakaian formal juga seorang gadis cantik memakai kebaya, rambutnya dijepol sederhana tapi tampak sangat elegan. Mereka duduk mengelilingi meja panjang berisi berbagai jenis makanan, mulai dari olahan ayam, sayur, hingga babi. Lengkap. Remaja itu mengucapkan salam dengan sopan.
"Kamu terlambat," gumam ayahnya.
"Maaf," pintanya, lalu duduk di kursi kosong sebelah ayahnya. Berhadapan dengan gadis cantik itu. Dari tampilannya saja, Prana tahu kalau mereka bukan orang biasa. Selain itu ayahnya nggak mungkin mengadakan makan malam mewah ini untuk orang biasa saja.
"Ini anak saya, namanya Prana," ucap ayahnya pada mereka.
"Salam, Ajung, Biang," sapa Prana sambil menyatukan kedua tangannya. (Ajung\Biang adalah sapaan untuk orang tua dari kasta tinggi)
"Ah, nggak usah terlalu formal, Gung. Panggil saja Om sama Tante," kata wanita paruh baya itu penuh senyum. Lucunya, dia menyuruh memanggil om dan tante, tapi memanggil Prana dengan gung. Gung adalah sapaan untuk anak laki-laki keturunan ningrat, bisa juga berarti menantu laki-laki.
"Baik, Tante," balas Prana lembut.
Wanita itu kemudian menuding gadis cantik di hadapan Prana. "Ini putri kami, namanya Anak Agung Ayu Saniya."
Sedetik Prana tercengang. Jelas, mereka bukan dari sembarang keluarga. Anak Agung adalah nama untuk kasta tertinggi di Bali. Bisa saja gadis ini kastanya labih tinggi dari Prana, tak heran ayahnya sangat rapi dan sopan pada keluarga di hadapannya ini.
Dalam sistem kasta di Bali ada namanya triwangsa yang merupakan tiga kasta tertinggi. Di antaranya yaitu kasta Brahmana, golongan dari keturunan pemuka agama. Lalu ada kasta Ksatria yang merupakan kasta tertinggi yang berhubungan dengan kerajaan atau keturunan raja. Di kasta inilah gadis cantik itu berasal. Terakhir kasta Waisya, sama dengan keturunan dari orang yang berpengaruh di kerajaan, hanya saja lebih tinggi kasta Ksatria. Dalam tiga kasta ini, orang-orang pendahulu melarang keturunannya menikah dengan sembarang orang.
Ada lagi kasta Sudra, yaitu orang-orang biasa. Meski kerajaan-kerajaan di Bali sudah lewat masa kejayaannya, tapi sistem kasta itu masih ada sampai sekarang. Dalam hal ini, Dimas bukanlah siapa-siapa. Dia hanyalah remaja pendatang tak berkasta.
"Panggil saja Sani," ujar gadis cantik itu ke Prana.
"Teman-teman di sekolah biasa memanggilku Pran," balas Prana dengan senyum manisnya. Bersikap sesopan mungkin.
"Ayo, kita lanjut makan," cetus ibunya Prana.
Makan malam bangsawan pun dimulai.
***
Langit malam berpendar oleh bintang, sang bulan entah bersembunyi di mana. Lampu-lampu perkotaan menyala terang, jalanan bak sungai bercahaya. Dimas berpegangan ke ujung jaket Boy, motor melaju dengan lihai.
"Jangan kenceng-kenceng, kita sudah nggak balapan lagi," seru Dimas mengeraskan suara agar sampai di telinga yang ditutupi helm fullface itu.
"Kalau pelan kapan sampainya? Rumahmu jauh. Makanya pegangan!" balas Boy yang juga mengeraskan suara.
"Sudah gua bilang, gua bisa naik bus."
Boy dengan cepat menarik tangan Dimas agar dia mau memeluknya. Perpegangan erat. Awalnya Dimas tetap nggak mau, tapi Boy makin kencang saja membawa motornya hingga terpaksa Dimas memeluknya erat.
Motor itu melaju dengan mulus.
***
Prana dan gadis bernama Saniya itu keluar dari ruangan private, meninggalkan orangtua mereka yang sedang entah bahas apa. Mereka menyusuri koridor cantik yang langit-langitnya penuh ukiran kayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Pria Kecil di Bawah Payung
Novela JuvenilBerlatar belakang Bali yang indah seorang cowok terjebak cinta monyet dengan dua teman sekolahnya, si badboy teman sekelasnya yang sering membulinya dan kakak kelas yang tampan selalu menolongnya. Kehidupan sekolah yang penuh drama membawa Dimas pad...