Hari sudah gelap. Dimas keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambut basahnya dengan handuk. Dia menatap dirinya di cermin. Melamun untuk sesaat, memikirkan kejadian tadi sore. Sebenarnya Boy kenapa? Apa yang terjadi? Harusnya dia nggak lari dari sana. Tapi saat itu dia benar-benar takut.
Apa maksud perkataan Boy? Siapa yang dia bunuh?
Ting ting! Ponselnya berdering, notifikasi pesan masuk.
Dimas mengambil ponselnya dan duduk di depan meja belajarnya. Ternyata pesan dari Prana, beberapa foto saat di Tanjung Benoa dikirimnya. Ada foto Dimas saat main dengan penyu yang diambil diam-diam. Selfie mereka berdua di pantai yang indah. Semua tampak bahagia. Seperti memori yang dibekukan. Dimas tak berhenti melihatnya.
"Kuharap Pradim hidup sehat," pesan Prana.
Pradim? Dimas ngakak seketika.
"Finding Pradim," balas Dimas.
Tak perlu menunggu lama, Prana langsung membalasnya. "Hahahahaa..." Lalu di baris selanjutnya, "Sedang apa?"
"Habis mandi."
"Mau kemana?" Prana membalasnya lagi.
"Nggak ada. Hanya di rumah saja," tulis Dimas.
"Sama." Lalu di baris selanjutnya Prana menulis, "aku bosan terus-menerus di meja belajar."
"Kakak adalah anak yang berprestasi. Begitu sempurna. Orangtua kakak pasti bangga."
Lama. Dimas menunggu balasannya. Prana memang selalu sensitif saat membahas tentang orangtua.
"Kak, boleh aku tanya sesuatu?" Dimas mengirim pesannya lagi.
"Apa?" Kali ini Prana langsung membalasnya.
Dimas teringat kejadian tadi. Sebenarnya ada apa dengan si Boy itu?
"Kakak kenal dengan yang namanya Arya Pratama?"
"Kenapa kamu menanyakan itu?"
Dimas membacanya tanpa berpikir ada yang salah. Dia nggak berpikir aneh, karena memang dia nggak tahu apa-apa.
"Tadi di lab biologi aku menemukan karyanya dipajang di rak. Sepertinya dia adalah murid yang berprestasi seperti Kak Pran."
"Arya... sudah meninggal."
Dimas lemas seketika. Pikirannya makin gelap.
"Dimas, lain kali ayo kita jalan-jalan lagi. Aku mau lanjut belajar. Sampai jumpa hari Senin."
"Ya. Sampai jumpa hari Senin."
Percakapan pun berakhir. Sungguh chating-an yang singkat. Namun tetap saja bisa membuat Dimas tersenyum sendiri, juga menyisakan misteri tentang Arya.
"Sedang belajar?"
Dimas menoleh. Tiba-tiba sudah ada Mamanya berdiri di ambang pintu.
"Ah, aku baru selesai mandi," jawab Dimas sambil mematikan layar ponselnya yang menampilkan fotonya dan Prana.
"Bagaimana sekolah hari ini?" Delina memulai basa-basinya. Dia hanya seorang ibu yang ingin mengobrol dengan anaknya.
Dimas melesahkan napas panjang. "Biasa saja," gamamnya tak bertenaga.
Melihat itu, Delina mendekat. "Kamu belum juga mendaftar di klub panahan. Kenapa?" tanyanya khawatir.
Dimas mengatupkan bibir. Mukanya jadi sangat lesu. Lama dia terdiam sebelum menjawab, "apa bisa Mama sama Papa kembali rujuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Pria Kecil di Bawah Payung
Roman pour AdolescentsBerlatar belakang Bali yang indah seorang cowok terjebak cinta monyet dengan dua teman sekolahnya, si badboy teman sekelasnya yang sering membulinya dan kakak kelas yang tampan selalu menolongnya. Kehidupan sekolah yang penuh drama membawa Dimas pad...