Kelas hari ini berjalan lancar. Dosen killer itu lebih pendiam hari ini, entah dia salah makan atau apa. Yang jelas para mahasiswa sangat beruntung hari ini.
"Baiklah, saudara-saudara boleh pergi. Silakan istirahat. Selamat siang."
"Selamat siang, Prof!" semua murid membalas sapaannya.
Dimas dan yang lain segera membereskan bukunya, berbincang mau makan siang apa hari ini. Namun, sayangnya Dimas tak bisa bergabung lagi. Boy pasti sudah ada di depan menunggunya. Mereka selalu makan siang bersama.
"Dim, teman lo yang namanya Boy itu masih jomblo?" si genit berambut pendek bertanya.
Dimas menahan senyum penuh arti. "Dia sudah punya pacar. Berapa kali kubilang," jawabnya. Dan pacar itu adalah dirinya.
"Kalau Mas Dokter itu?" gadis lain ikut nimbrung.
Seketika ia terpegum. "Gua nggak tahu," jawabnya tak gugup.
"Kenapa teman-teman pada ganteng, sih? Kenalin ke gua dong," celetuk si rambut pendek.
"Sudahlah, ayo pergi," cewek yang satunya menyeret sahabat genitnya itu pergi.
Dimas mengekori sambil mengenakan ranselnya.
"Dimas." Tiba-tiba dosennya memanggil.
Otomatis Dimas berbelok. "Iya, Prof?"
Dosen itu sibuk mmebereskan tumpukan dokumen dan map. "Begini, saya akan melakukan kunjungan tanggal 13 dan 14, Anda mau menjadi asisten saya?"
Seketika Dimas terheran. Dia nggak salah dengar, kan?
Dosen itu menatapnya, menunggu jawaban. "Sibuk di hari itu?"
"Ah!" Dimas segera mengumpulkan kesadarannya kembali. "Bukan begitu. Tapi... kenapa saya?"
"Makalah yang Anda buat terakhir kali sangat bagus. Sangat sempurna. Jadi...?" Dosen itu kembali menunggu jawaban.
Makalah itu dibantu oleh Prana, sepertinya mereka bertemu kembali untuk suatu alasan, seperti ini contohnya. Mungkin ini bisa menjadi awal untuk mengambil hati dosen killer ini, mengingat nilainya jauh tertinggal dari yang lain di mata pelajarannya. Juga dia nggak mau mengulat mata kuliah ini. Jadi... "Ya, Prof. Saya mau," ucapnya mantap.
Dosen beruban itu tersenyum puas, lalu memberi Dimas sebuah map. "Baca ini. Jangan lupa tanggal 13 dan 14."
Dimas menerimanya dengan antusias. "Siap, Prof."
Dosen itu pun akhirnya pergi.
Senyum senang tak bisa ia tahan. Ini adalah kesempatan langka, jarang-jarang dosen itu mengambil asisten. Namun mendadak ia teringat bahwa tanggal itu adalah hari kompetisi selancarnya Boy.
***
Dimas menoleh ke kanan ke kiri mencari keberadaan kekasihnya. Teman-temannya sudah jauh di depan, menuju kantin. Tak biasanya Boy telat, lantas ia pun mengiriminya pesan.
'Di mana?'
'Aku sedang di bengkel. Ban motorku bocor. Tunggu, sebentar lagi selesai.' Boy langsung membalasnya.
"Dimas!"
Suara tak asing itu kembali menyeruak.
"Kak Pran? Kenapa lagi ada di sini?"
Prana tersenyum lebar, memamerkan pesona lesung pipinya. "Sudah kubilang, aku ingin mencicipi makanan di kantin fakultasmu."
Entah itu benar atau cuman sekedar alasan untuk menemuinya. Yang jelas suasana hatinya snagat baik sekarang, kalau bukan Prana ia nggak akan pernah mendapat kesempatan menjadi asisten dosen killer tadi. Jadi mari balas budi. "Oke, ayo pergi. Aku bakal nraktir kakak bakso."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Pria Kecil di Bawah Payung
Ficção AdolescenteBerlatar belakang Bali yang indah seorang cowok terjebak cinta monyet dengan dua teman sekolahnya, si badboy teman sekelasnya yang sering membulinya dan kakak kelas yang tampan selalu menolongnya. Kehidupan sekolah yang penuh drama membawa Dimas pad...