Episode 9: Si Penjahat

155 11 4
                                    


Dengan secepat mungkin sambil menggenggam tangan Dimas, Boy berlari masuk ke gang sempit menghindari kejaran polisi. Mereka berdua terus lari. Berbelok ke gang-gang sempit yang gelap. Dimas di tengah kebingungannya yang amat sangat takut, tapi dia tak punya pilihan lain selain lari secepat yang ia bisa karena tangannya tak dilepas oleh Boy. Dimas makin takut saat Boy panik. Dia merubuhkan tong sampah di persimpangan gang sempit itu untuk menghalang jalan polisi.

"Lewat sini." Boy menarik tangan Dimas ke gang dengan dinding di kanan kiri. Sayangnya gang itu buntu, membuat Boy makin panik.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Dimas ngos-ngosan.

"Shit! Klee!!" Boy makin panik karena tak ada jalan untuk lari lagi.

"Boy!" Dimas makin frustrasi.

Tiba-tiba Boy mendekat ke tembok, lalu menyatukan kedua tangannya untuk membuat pijakan. "Naik." Dia dapat ide.

"Apa?"

"Naik!" Boy hampir berteriak saking paniknya.

Suara kejaran sepatu makin dekat. Tanpa pikir panjang Dimas nurut, dia menginjak tangan Boy dan naik ke dinding. Dengan susah payah dan tenaga dorongan dari Boy akhirnya Dimas bisa memanjat dinding tinggi itu. Dirinya jatuh di atas rerumputan. Ternyata di balik dinding itu adalah lahan kosong yang ditumbuhi rumput dan ilalang yang gelap dan seram.

Bruuk!! Boy melompat dengan mudah. Dia langsung kembali menggenggam tangan Dimas dan berlari lagi. Di sana sangat gelap, hanya cahaya bintang yang bisa mereka andalkan. Dimas sangat kesulitan untuk melangkah di tanah yang tidak datar itu. Berulang kali dirinya mau jatuh, untung saja reflek Boy sangat bagus hingga ia tak membiarkan orang yang digandengnya ambruk.

Mereka sudah sampai di sisi lain. Kali ini bukan dinding, tapi bagar besi yang sudah berkarat dan hancur di beberapa bagian. Dengan was-was Boy melihat situasi, menoleh ke kanan dan kiri di gang sempit dan gelap itu.

"Ada apa ini?" bisik Dimas yang juga was-was. "Mereka polisi?"

Boy lagi-lagi tak mempedulikannya.

Dimas makin bingung dibuatnya. "Apa yang udah lu lakuin? Jawab gua."

"Ayo." Boy kembali menggandeng Dimas lari dari tempat itu dengan sesunyi mungkin.

Sementara itu di tempat mereka bertemu, Prana termangu menatap hadiah-hadiah yang diperolehnya bersama Dimas berserakan. Cemas langsung menyerangnya, berkali-kali dia menghubungi Dimas. Namun, panggilan tetap tak dijawab.

Dimas dan Boy mulai bernafas lega saat mereka kembali menemukan jalan raya yang dilalui banyak kendaraan.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa lu narik gua? Jelasin ada apa?" tuntut Dimas yang mengekori Boy berjalan cepat.

Boy tetap tak mempedulikannya.

"Kenapa lu sampai dikejar polisi? Apa yang udah lu lakuin?"

"Diamlah, dan ikut aku," tukas Boy tegas. Mukanya sangat tegang, buliran keringat terlihat jelas. Dimas pun akhirnya diam walau masih sangat bingung, dia terus mengikuti Boy melangkah.

Di lain tempat, Prana memunguti hadiahnya, dan tetap berusaha menghubungi Dimas.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Dimas dan Boy sampai di sebuah toko yang sudah tutup. Di depannya terparkir motor naked sport hitam yang pernah nyaris menyerempet Dimas di gerbang sekolah, tapi ia terlalu lelah untuk sadar hal itu.

"Pakai," suruh Boy sampai menyerahkan sebuah helm pada Dimas.

Dimas menatapnya sejenak. "Gua harus kembali ke tempat tadi. Kak Pran mungkin cemas nyariin gua."

[BL] Pria Kecil di Bawah PayungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang