8. Kehangatan Yang Sampai ke Hati

385 72 19
                                    

Drakor adalah separuh nyawaku. Jika di dunia ini tidak ada drakor, maka separuh nyawaku akan hilang.
~~ Nabila Putri Utami~~

Happy reading...
# # # # # # # # # #

  Hujan mulai turun. Membasahi jalanan kota Tegal pada malam itu. Untungnya Putri dan Imam sudah sampai di depan gerbang masuk perumahan rumah Putri. Mereka berteduh di depan bengkel motor yang sudah tutup, menunggu Niken yang belum kunjung datang.

  Suara dering telepon berbunyi dari dalam tas hitam yang dibawa oleh Putri. Kak Niken mana sih? Katanya jam sepuluh harus udah di tempat tadi. Tapi, sekarang dia yang belum dateng. Mana Umi udah mulai nelpon lagi. Batin Putri merutuki kakak tirinya yang ngaret.

“Kenapa gak diangkat?” Tanya Imam yang berisik dengan suara nada dering telepon yang tak kunjung Putri angkat. “Angkat aja, siapa tau penting.” Lanjutnya.

“Gak mau. Palingan cowok-cowok caper yang nelponin aku mulu.” Jawab Putri bohong.

  Tapi... Imam percaya akan hal itu dan langsung bergumam, “ouh... ternyata aku punya saingan.”

“Hahh? Tadi kamu ngomong apa?” Suara air hujan yang turun, membuat dia tidak mendengar ucapan Imam tadi.

“Aku gak ngomong apa-apa.”

“Bohong! Aku lihat kamu ngomong tadi. Tapi, aku gak denger jelas kamu ngomong apa.” Ucap Putri menyuruh Imam untuk mengucapkan kembali kata-katanya tadi.

  Karena tidak mau mengulangi kata-katanya lagi, Imam pun memberikan pertanyaan lain. “Kamu kedinginan gak?”

“Iya.” Mendengar hal itu, Imam langsung membuka kancing kemejanya satu persatu dari atas.

  Melihat sudah tiga kancing yang sudah terlepas, dan memperlihatkan dada bidang Imam. Putri langsung menjauhkan dirinya dari cowok tersebut.

“Stop!! Kamu mau ngapain?” Tanya Putri panik sambil menyilang kan tangannya menutupi kedua buah dadanya.

“Aku lihat di drakor-drakor, kalau ceweknya kedinginan cowoknya kasih dia jaket yang dipakainya. Tapi, aku gak pakai jaket. Aku cuma pakai kemeja.” Jawab Imam menjelaskan agar Putri tidak salah paham. Dia hanya berinisiatif seperti yang ada di adegan drakor. “Makanya aku mau kasih pinjem kemeja aku ke kamu biar gak dingin.” Lanjutnya.

“Gak perlu. Aku udah pakai jaket aku sendiri.” Mendengar jawaban Putri, Imam mengancing kemejanya kembali yang sudah ia lepaskan.

“Ya udah kalau gak mau.”

“Tapi aku masih punya cara lain biar kamu hangat.” Putri mengangkat satu alisnya saat melihat Imam yang sedang menggosok-gosokkan kedua tangannya.

“Sini tangan kamu!” Putri pun menurutinya dan menjulurkan kedua tangannya. Kemudian Imam memegang kedua tangannya yang tadi ia gosok-gosokkan.

  Dan benar, Putri merasakan hangat di kedua tangannya yang tak seberapa. Tapi bukan hanya tangannya saja yang merasakan hangat. Hatinya juga hangat dengan usaha Imam.

Siapa pun tolong saya!!! Batin Putri tidak kuat menahan tubuhnya lagi. Dia merasa seperti tulang-tulangnya seketika hilang begitu saja.

* * * * *

  Niken dan Putri akhirnya sampai di tempat kediaman mereka. Dan terlihat Bu Utami pun sudah berdiri depan teras menanti mereka berdua pulang.

“Kalian habis darimana?” Tanya Bu Utami khawatir kepada anak-anaknya.

“Habis kulineran di pasar malam, mi.” Jawab Putri setelah turun dari motor.

“Terus kenapa gak ada yang jawab satu pun telepon umi?”

“Hape aku mati.” Jawab Niken.

“Hape aku lupa kalau lagi di silent, mi.” Jawab Putri.

Silent darimana? Orang tadi Imam jelas-jelas denger suara telepon dari hp Putri kok.

“Kalian tau, ini jam berapa?” Tanya Pak Yasa yang keluar dari rumah setelah mendengar suara motor masuk ke dalam rumahnya. Dia marah kepada kedua putrinya yang pulang terlambat.

“Jam setengah sebelas malam, bi.” Jawab mereka berdua secara bersamaan.

“Kenapa bisa sampai pulang jam segini?”

“Karena tadi hujan. Makanya kita neduh dulu di pinggir jalan.” Bela Niken.

“Ngapain harus neduh? Di bok motor kalian ada jas hujan. Kenapa gak pakai aja jas hujannya?”

“Jas hujannya kan cuma satu, bi.”

“Abi tidak menerima banyak alasan!! Kalian melanggar satu peraturan yang udah Abi bikin buat kalian.”

“Jadi, Abi akan memberikan kalian hukuman.” Pak Yasa menatap kedua putrinya bergantian. Mereka berdua pun hanya bisa menunduk, seperti sedang mengheningkan cipta. “Kalian mulai hari ini sampai bulan depan tidak boleh membawa motor sendiri. Motornya Abi sita!” Lanjut Pak Yasa.

  Mendengar hal itu, Niken seketika mendongak kaget. Dia tidak menerima dengan keputusan ayahnya yang menurutnya tidak adil.

“Gak bisa gitu dong, bi. Aku kan tiap hari berangkat kuliah pakai motor itu. Kalau motor itu disita, terus aku berangkat kuliah pakai apa?” Tanya Niken Protes kepada ayahnya yang ia pikir tidak adil.

“Gak ada protes-protes!!” Pak Yasa kemudian menunjuk Putri yang masih menunduk. “Dan kamu juga mulai besok sampai bulan depan Abi yang antar jemput kamu. Bareng sama kak Niken pakai mobil.”

  Mendengar hal itu, Putri pun juga mendongak kaget seperti yang dilakukan kakak tirinya tadi.

* * * * *

  Setelah perdebatan yang cukup lama. Akhirnya mereka berdua menyerah dan langsung masuk ke dalam kamarnya masing-masing.

  Putri melemparkan tas hitam yang sedari tadi menggantung di pundaknya ke atas kasur. Kemudian dia rebahkan tubuhnya yang sangat lelah itu.

  Tiba-tiba pipi Putri menjadi merah saat dia mengingat semua kejadian dia bersama Imam di hari ini. Putri pun menutupi wajahnya yang merah menggunakan bantal.

  Saat dia membuka bantalnya, tiba-tiba.....

“Hhaaahhhh!!!” Jerit Putri melihat Marsha yang tiba-tiba nongol tepat di depan wajahnya. Dia meraup semua oksigen yang ada di kamarnya untuk meredakan detak jantungnya yang tiba-tiba ingin terlepas karena Marsha.

“Kamu habis pergi sama siapa?” Tanya Marsha membuka pembicaraan.

“Sama kak Niken lah.”

“Bohong!!” Protes Marsha. Sebenarnya tadi Marsha melihat Putri dan Imam berduaan di depan gerbang perumahan. Tapi, dia tidak berani menghampiri mereka. “Tadi aku lihat kamu sama cowok di depan gerbang perumahan.” Jelasnya.

# # # # # # # # # #

Se you next time....

First Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang