19. Kenapa Rajes?

258 53 10
                                    

Hallo gaes...

Sebelum tragedi tersebut, Rajes adalah anak yang ceria dan lucu.
~~Yunita Sinta Maula~~

Happy reading...
# # # # # # # # # #

“Kamu lagi ngapain?” Tanya Bu Sinta sambil membawa nampan yang berisikan dua gelas es teh.

“Gak ngapain-ngapain kok. Cuma lihat-lihat foto doang.” Jawab Putri yang tersadar dari lamunannya. Dia meletakan kembali foto yang ia pegang ke atas meja tersebut.

  Setelah itu Putri menghampiri Bu Sinta yang sudah duduk di sofa ruang tamu. Kemudian dia pun ikut duduk di samping Bu Sinta. “Tante, aku boleh nanya gak?”

“Tentu saja boleh, dong.” Jawab Bu Sinta tersenyum hangat.

“Rajes itu kenapa sih tan? Aku lihat di foto, pas kecil Rajes ceria banget tapi sekarang...” Tanya Putri menggantung. Dia bingung mendeskripsikan Rajes sekarang ini. Cuek, dingin, flat tanpa ekspresi.

“Tante juga gak tau. Yang tante tau, dulu pas waktu kecil Rajes suka pulang dengan wajah babak belur.”

* Flashback On *

“Astaghfirullah, nak. Kamu habis berantem sama siapa lagi?”  Tanya Bu Sinta khawatir melihat wajah anaknya yang terlihat babak belur. Dia langsung bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri anaknya.

“Sama anak SMP.” Jawab Rajes tersenyum. Walaupun terlihat lebam di pipi, dahi, dan darah yang mengucur di sudut bibirnya.

“Kenapa bisa?” Bu Sinta tidak habis pikir dengan putranya. Sudah jelas-jelas anak SMP masih berani dilawan. “Pasti kamu kan yang mulai duluan.”

“Gak, bu.” Bela Rajes di support dengan gelengan kepala. “Aku cuma nolongin anak cewe yang mereka bully.” Lanjut Rajes menjelaskan.

“Dia nangis pas lihat aku dipukulin.” Jawab Rajes masih bisa cengengesan. Seperti habis terjadi kejadian yang lucu. “Padahal cuma luka kecil doang.” Lanjutnya membuat ibunya menjadi kesal.

“Adduuuhh....” Rintih Rajes yang merasakan kepalanya dipukul oleh ibunya. “Kenapa ibu mukul aku?” Lanjutnya protes kepada Ibunya yang tiba-tiba memukul layaknya bajak laut.

“Makanya jangan suka cengengesan, kalau ibu lagi ngomong serius sama kamu.” Tutur Bu Sinta terlihat galak.

Bu Sinta pun berdiri dan berjalan ke dalam kamarnya, untuk mengambil kotak  P3K di kamarnya.

  Setelah beberapa menit. Bu Sinta kembali duduk, dengan membawa kotak P3K ditangannya. Kemudian, Bu Sinta pun mengambil obat merah dan secarik kapas di dalam kotak tersebut. Setelah itu, ia tuangkan obat merah ke atas kapas yang berada di tangan satunya.

“Sini... biar ibu obatin dulu luka kamu!” Suruh Bu Sinta kepada Rajes, untuk menghampiri dia.

“Aaawww...” Rintih Rajes yang merasakan perih di sudut bibirnya, saat kapas tersebut bersentuhan dengan lukanya.

“Udah, diem!!” Bu Sinta melanjutkan menempelkan plester di luka yang berada di sudut bibir Rajes.

“Tapi sakit, bu...” Rengek Rajes menggembungkan kedua pipinya.

“Eeiittss.... katanya mau jadi raja geng motor. Masa gini aja sakit sih.”

“Gak... gak sakit kok.”

  Melihat tingkah anaknya yang labil, Bu Sinta pun tersenyum. Disaat itulah momen, dimana Bu Sinta bisa berinteraksi dengan anaknya secara intens.

* Flashback Off *

  Tapi... bertahun-tahun kemudian. Dia tidak lagi menemukan anaknya yang pulang merengek minta diobatin. Yang ia lihat hanya pertengkaran antara anak dan ayah yang semakin hari semakin jadi.

“Nih, buku lu!” Rajes melempar buku ke atas meja tamu tersebut. Membuat kedua wanita yang sedang asyik mengobrol di sofa terlonjak kaget.

  Kemudian, Putri pun langsung mengambil buku kesayangannya tersebut untuk mengeceknya. Dan ia melihat-lihat dengan rinci setiap bab, takut ada yang rusak. Setelah itu, ia masukkan buku tersebut ke dalam tasnya.

“Kalian mau kemana?” Tanya Bu Sinta yang melihat Putri bangkit dari tempat duduknya dan juga melihat anaknya yang hendak keluar dari rumah.

“Kita mau pamit ke sekolah lagi, tan.” Ucap Putri menyodorkan tangannya ingin mencium tangan Bu Sinta berpamitan.

“Ke sekolah, jam segini? Emang boleh?” Tanya Bu Sinta bingung dengan kedua anak tersebut. Kemudian Bu Sinta menunjuk jam dinding berukuran besar yang tergantung tepat di atas pintu rumahnya.

  Putri pun terbelalak, melihat jarum jam kecil yang menunjukkan angka delapan dan jarum besar menunjuk ke arah angka dua. Astaga, aku gak sadar kalau udah jam segini. Batin Putri mengacak-ngacak rambutnya yang tidak gatal.

“Kata siapa gue mau ke sekolah?” Tanya balik Rajes kepada Ibunya yang sok tau. “Gue cuma mau keluar. Karena disini ada ratu akting.” Sambung Rajes menatap ibunya dengan tatapan bencinya.

  Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Rajes, Putri pun tambah terkejut. Setelah itu Putri melirik ke arah Rajes dengan tatapan penuh pertanyaan. Maksudnya?

“Lu bisa pulang sendiri.”

  Tanpa butuh waktu lama. Tatapan bingung Putri, seketika berubah menjadi tatapan emosi. “Gak bisa gitu dong... Kita kesini bareng, balik ke sekolah juga harus bareng!”

“Gue gak setuju...” Ucap Rajes sambil berjalan mendekati Putri. “... Pertama, lu tiba-tiba muncul di depan motor gue dan naik ke motor gue tanpa izin...” Rajes berjalan semakin dekat, memotong jarak diantara keduanya. “... Kedua, lu berani nyuruh gue buat ngambil buku lu yang ketinggalan di rumah gue...” Dengan kaki jenjangnya, Rajes akhirnya sudah berada di hadapan Putri. “... Ketiga, lu---”

“RAJES!!” Potong Bu Sinta memperingatkan putranya untuk tidak mengancam Putri.

“APA?!” Rajes berbalik lagi, menatap ibunya benci.

“Kamu bisa nganterin ibu ke stasiun kan?” Tanya Bu Sinta mengalihkan topik.

“Gak.” Setelah menjawab, seketika kakinya entah kenapa terasa sakit. Seperti sedang diinjak oleh seseorang.

“Bisa kok, tan. Bisa banget malah.” Jawab Putri tersenyum manis.

  Melihat wajah tersangka yang terlihat sok tersenyum manis. Rajes langsung memperlihatkan tatapan mengintimidasi miliknya.

  Putri juga tidak mau kalah. Dia pun melotot kepada Rajes. Alih-alih mengintimidasi, dia malah terlihat matanya seperti hendak terlepas dari tempatnya.

# # # # # # # # # #

See you next time...

First Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang