30. Hari Paling Buruk

208 31 10
                                    

Kita tidak bisa mencegah kehancuran, walaupun dengan sekuat tenaga. Tapi... kita bisa memperbaiki puing-puing yang telah hancur.
~~Rajes Maula~~

Happy reading...
# # # # # # # # # #

“Aku dimana?” Akhirnya Putri sudah sadar, setelah berjam-jam pingsan. Dia bingung melihat langit-langit atap kamar Rajes yang terlihat asing di matanya. Dan dia juga bingung, kenapa dirinya memakai baju tidur?

  Saat dia hendak bangun dari tempat tidur. Dia terkejut melihat tangan mungil milik Kiano melingkar indah di tubuhnya. Dia melihat sejenak wajah anak kecil tersebut yang tertidur pulas sambil memeluk tubuh Putri, layaknya memeluk bantal guling.

 Dia melihat sejenak wajah anak kecil tersebut yang tertidur pulas sambil memeluk tubuh Putri, layaknya memeluk bantal guling

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Putri pun menggeser tangan mungil Kiano dengan perlahan, agar Kiano tidak terbangun nantinya. Setelah itu Putri bangkit dari tempat tidur Rajes dan berjalan keluar. Dia langsung melanjutkan langkah kakinya menuju ruang tamu yang terlihat sangat ramai.

“Abi, umi. Kalian kok ada di sini?” Tanya Putri terkejut melihat abi dan uminya yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

“Alhamdulillah, kamu sudah sadar.” Jawab Bu Utami senang melihat anak kandungnya yang sudah siuman.

“Sadar? Emangnya aku habis kenapa, mi?”

“Kamu tadi pingsan di pinggir jalan. Untungnya ada Rajes. Dia yang bawa kamu kesini.” Jelas Pak Yasa kepada anak tirinya yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri.

“Terimakasih Rajes.” Tak ada balasan dari pria tersebut.

“Putri, sini duduk! Ada yang umi tanyain ke kamu.” Suruh Bu Utami kepada Putri untuk duduk di tengah-tengah, antara dirinya dan suaminya.

  Putri pun menurut, dan duduk ditengah-tengah kedua orangtuanya. “Mau nanya apa, mi? Kayaknya serius banget.” Putri tersenyum, mencoba mencairkan suasana yang terlihat sangat tegang.

  Sebelum mengeluarkan pertanyaan dari mulutnya. Bu Utami sudah mulai mencoba merayu Putri dengan membelai rambutnya. “Kamu mau kan bulan depan nikah sama Rajes?”

  Mendengar pertanyaan yang tak masuk akal tersebut. Putri seketika syok. “Hahh?! Apa?! Umi nyuruh aku nikah sama Rajes bulan depan?” Putri tak habis pikir dengan isi otak uminya yang menjodohkan dia di usianya yang masih belasan tahun.

  Bu Utami mengangguk, menjawab pertanyaan putrinya. Dia masih senantiasa membelai lembut rambut Putri, agar Putri merasa sedikit tenang.

“Tapi, umi..” Putri pun mengeluarkan jurus ultimate sinetronnya, yaitu merengek. Mencoba membujuk uminya untuk membatalkan perjodohan tersebut. “Aku kan masih kecil, masih sekolah, masih pengin ngejar cita-cita aku.” Lanjutnya.

“Kamu itu udah gede. Menurut agama, tidak ada batasan umur untuk menikah. Cuma hanya ada satu syarat, yaitu baligh.” Jelas Bu Utami. Dan tanpa diketahui, di dalam lubuk hati yang paling dalam. Bu Utami merasa bersalah, karena harus menjodohkan anaknya di usia dini.

“Lagi pula kamu juga masih bisa sekolah. Bahkan kamu bisa lanjut kuliah sampai menjadi pengacara kondang, tanpa perlu memikirkan biaya. Semua itu akan ditanggung oleh nenek Cio.” Lanjut Bu Utami memberi pengertian kepada anaknya.

  Mendengar paksaan dari uminya yang hanya menilai kebahagiaan dari uang, membuat dirinya sangat marah. “Umi lupa yah, apa yang pernah umi alami dulu?”

  Entah kenapa mata Putri tiba-tiba merasa panas. Pandangannya berembun. “Umi pernah dijodohin sama orang yang sangat kaya raya. Tapi... apakah umi bahagia?”

“Umi bahagia setiap hari dipukul, ditendang, dibanting, bahkan dilemparin barang-barang?” Air mata Putri pun mulai berjatuhan tanpa permisi.

“Apa uang itu cukup buat umi bahagia?”

  Mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari anaknya tentang masa lalunya. Bu Utami seketika terdiam. Hatinya merasa pecah kembali seperti dulu lagi.

“Jawab aku umi.” Putri menggoyang-goyangkan tubuh uminya yang mematung dengan tatapan kosongnya.

  Karena sudah kelewatan. Putri akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana, untuk menenangkan pikiran dan hatinya yang sangat amat kacau sekarang.

  Dengan inisiatifnya, Rajes mengejar Putri yang berlari ke luar rumah. Dia menarik lengan Putri, untuk menghentikan langkahnya.

  Putri menyentak tangan Rajes agar terlepas dari tangannya. “Ngapain lu? Mau nyoba bujuk gue juga biar jadi istri lu, hah?!”

“Ada yang mau gue ceritain sama lu.”

“Mau ceritain apa?”

“Jangan disini. Ikut gue!” Tanpa aba-aba, Rajes langsung menarik lengan Putri untuk naik ke atas motor kesayangannya.

  Mereka berdua pun pergi membelah dinginnya udara sore hari, setelah hujan. Mereka terlihat tidak memakai helm, karena Rajes hanya ingin membawa Putri pergi menuju taman komplek.

* * * * *

  Rajes menghentikan motornya di samping gerobak nasi goreng langganannya. Mereka berdua pun turun dari atas motor, dan duduk di kursi plastik berwarna hijau yang sudah disediakan.

“Mang, nasi goreng spesial dua.” Ucap Rajes sedikit teriak, agar terdengar oleh mang Mulus (penjual nasgor) yang terkenal agak sedikit budeg.

  Tanpa menunggu lama. Nasi goreng yang Rajes pesan akhirnya datang.

“Silahkan menikmati nasi goreng cintanya.” Ucap mang Mulus meletakan dua piring nasi goreng dengan telor yang berbentuk hati.

“Terimakasih, mang.” Jawab Putri.

“Ouh iya, tadi lu bilang mau cerita. Mau cerita apa?” Lanjutnya.

“Beberapa hari yang lalu gue sama Kiano habis ketemu sama ibunya Kiano.”

“Hahh... serius lu? Dimana? Kok lu gak kasih tau gue sih?” Putri tiba-tiba excited. Akhirnya ada kabar baik di hari yang buruk ini.

“Di kuburan.”

“Di kuburan? Ngapain ibu Kiano ke kuburan?” Putri seketika menjadi bingung. Kemudian dia mencoba memutar otaknya untuk menjawab pertanyaan sendiri, “ouh, mungkin ibu Kiano lagi ziarah ke makam saudaranya. Atau jangan-jangan, ibu Kiano kerja jadi tukang bersih-bersih kuburan.”

“Bukan.” Rajes mematahkan semua tebakan Putri. “Ibu Kiano sudah meninggal.” Lanjut Rajes.

  Mendengar jawaban tersebut, Putri seakan tidak percaya. Dia masih menolak kenyataan, kalau kabar yang Rajes berikan adalah kabar buruk. Kabar yang membuat hari ini menjadi lebih, lebih, lebih, lebih, lebih buruk lagi.

# # # # # # # # # #

Gimana nih ceritanya?

First Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang