Bab 17 ||Perpanjang

8 0 0
                                    

Setelah semua yang terjadi, rasa ingin memiliki ini hadir tanpa izin.





Daniel berjalan tegas di koridor mengarah ke uks. Mengabaikan berbagai tatapan dari para murid yang berada di luar kelas. Padahal masih pelajaran, tetapi ada saja yang di luar.

Tatapan mereka ada yang menyiratkan keterkejutan, kebingungan, tatapan memuja, dan kedengkian. Lirikan kedengkian tampak dari para kaum hawa, mereka tidak suka melihat sosok yang ada di gendongan Daniel saat ini.

Sementara yang ditatap dengan dengki oleh mereka justru sibuk memperhatikan wajah tampan Daniel dari bawah. Dapat dilihat dengan jelas rahang tegas pria itu. Senyum manis terbit di bibir Tya, ternyata Daniel memang tampan jika dilihat dari dekat. Bahkan gadis itu sampai tidak sadar jika sebentar lagi keduanya akan sampai di uks.

Daniel membuka pintu uks dengan kakinya, dia tidak melihat satu pun penjaga di ruang tersebut. Lalu Daniel membaringkan Tya di salah satu brankar uks. "Lo tunggu sini, gue keluar sebentar," pesan Daniel sebelum menutup tirai yang menjadi batas beberapa brankar. Lantas pria itu keluar dari uks.

Tya memperhatikan langit-langit uks. Dia menghela napas sejenak. Padahal dirinya tidak sakit, tetapi pria itu membawanya ke sini. Ya meskipun tidak sakit, Tya merasa kedinginan. Dia mengusap-usap kedua tangannya guna menghangatkan tubuh, meskipun dia tahu itu tidak akan berpengaruh banyak.

Suara pintu uks dibuka, hingga tirai yang tadi tertutup dibuka oleh seseorang. Daniel dengan cepat kembali dan membawa jaket miliknya. "Pake," titah Daniel menyerahkan jaket kebanggaannya pada Tya.

Tya menatap jaket dan pemiliknya secara bergantian. Dia bangkit, mengubah posisi menjadi duduk. "Sampe segininya lo bantu gue?" tanya Tya, masih belum menerima uluran jaket itu.

"Gak boleh?" balas Daniel, menaikkan kedua alisnya.

"Ya bukan gitu, gue–"

Ucapan Tya terhenti karena Daniel memakaikan jaket ke tubuhnya. "Lo waktu itu udah bantu gue, gak salah kan kalau gue bantu lo?" ucap Daniel dengan nada datar.

"Yaudah kita anggap ini impas. Gue bantu lo dan sekarang lo bantu gue."

Daniel mengangkat kedua bahunya. Dia berjalan ke tempat dispenser air berada, pria itu mengambil air hangat lalu memberikan gelasnya ke Tya. "Terus?" tanya Daniel, memperhatikan Tya yang menyeruput air hangat itu.

Tya menggenggam erat gelasnya, membiarkan rasa hangat itu mengalir ke tubuhnya. "Yaudah," ucap Tya. Hati dan mulutnya tidak sinkron. Hatinya menginginkan agar bisa dekat dengan Daniel dan menyelesaikan tantangan dari Hira. Namun mulutnya justru berkata sebaliknya.

"Gitu doang?" Tya mengangguk mengiyakan.

"Kalau gue mau memperpanjang perkenalan kita, gimana?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Daniel tanpa perkiraan. Entah apa yang membuat pria itu lupa akan prinsipnya sendiri.

Tya mendongak, menatap mata Daniel. Mengerutkan kening karena bingung. "Maksudnya?" tanyanya.

"Ah? Enggak. Gak jadi." Daniel mengubah arah pandangnya, menghindar dari tatapan Tya. Bisa-bisanya mulutnya mengeluarkan perkataan tanpa berpikir dulu.

"Lo kenapa bisa di sini?" tanya Daniel mengalihkan topik pembicaraan agar tidak hening.

Pertanyaan itu membuat Tya kembali teringat dengan maksud tujuannya ke SMA Venus. Dia menepuk jidatnya. "Gue lupa! Gue ada pertemuan latihan gabungan," jawabnya dengan nada kesal pada dirinya sendiri.

"Latihan gabungan apa?"

"Pmr."

"Ck, gimana coba," decak Tya. Bingung hendak bagaimana, ingin kembali ke sana, tetapi bajunya basah. Namun, jika tidak kembali, kakak pembina pasti akan mencari dan memarahinya.

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang