Bab 22 ||Nadi

2 0 0
                                    

Benar, kita hanya sebatas teman. Sebab itulah aku salah menaruh harapan.

Naditya Radka Prada

°
°
°
°
°

Dengan ceria, Tya melangkahkan kakinya menuju kantin. Dia akan menemui Deo dan memberikan sesuatu ke pria itu. Sampai di kantin, dia menjelajah sekitar dengan pandangannya. Sampai perhatiannya jatuh pada Deo yang sedang melambaikan tangan.

Segera Tya menghampiri Deo. Memasang senyum cerianya. "Hai!" sapanya sambil duduk di hadapan pria itu.

"Duduk, nih aku udah pesen bakso buat kamu." Deo mengusap rambut Tya lalu mendekatkan semangkuk bakso di hadapan gadis yang kini merona dibuatnya.

Siapa yang tidak baper dengan perlakuan manis itu? Tya ingin jungkir balik.

"Makasih. Oh iya, aku juga ada sesuatu."

Tya merogoh saku bajunya. Dia mengeluarkan sebungkus donat, kue kesukaan Deo. "Ini balasan permen kemarin, hehe," ujar Tya memamerkan deretan giginya.

"Makasih, Tya." Deo menerima donat itu dengan senang hati.

"Sebentar lagi lulus, kamu mau lanjut ke mana?" tanya Deo sembari ikut menyantap bakso.

Pandangan Tya menerawang ke atas. Dia memotong baksonya dulu sebelum bersuara, "smk mungkin?"

"Oh ya?"

"Hm. Kamu sendiri?"

Deo tersenyum tipis. "Aku juga mau masuk smk."

°°°

Masa smp Tya dulu dihias oleh Deo, digambar dengan indah oleh pria itu. Namun, tak lama setelah itu Deo justru menghapusnya tanpa alasan. Dia menjauh begitu saja, meninggalkan bekas kenangan yang tak bisa dihapus lagi oleh Tya. Coretannya hilang, namun memorinya masih terasa jelas di benak Tya.

Tatapan Tya mengarah ke kotak makan di depannya. Namun, itu tatapan kosong. "Sity!" panggil Anulika, menepuk pundak Tya hingga pemilik nama sadar dari lamunan.

"Heh? Apaan?" tanya Tya.

"Lo lupa disuruh ngumpulin presensi buku paket sama Pak Herman? Mana ngalamun doang, gak makan, sia-sia itu nasi uduk lo," ujar Anulika, merasa heran karena temannya sejak mengeluarkan kotak makan sudah melamun.

Tya mengeluarkan napas pelan. Hari ini dia kembali mengingat kenangan bersama Deo. Memori yang seharusnya tidak bernilai apa-apa, apalagi bagi Deo, tetapi justru berarti untuk Tya.

"Iya deh. Gue ke perpustakaan dulu." Tya menutup kotak makannya yang masih terisi utuh. Dia mengambil selembar kertas presensi di meja guru lalu keluar kelas.

Tya melangkah pelan menuju ke perpustakaan. Jujur badan Tya seperti tak enak, dia ingin beristirahat karena dadanya masih terasa nyeri. Namun istirahat di rumah juga akan bosan karena tidak mempunyai teman.

Membuka pintu perpustakaan, sepi. Yah, perpustakaan di SMK 3 itu tempat yang jarang sekali dikunjungi jika tidak terdesak. Lebih memilih berada di kantin daripada di tempat hening itu.

Di meja tempat menunggu petugas perpustakaan, Tya tidak mendapati seseorang. Jadi dia berjalan sejenak ke rak buku novel dan mencari buku terbaru. Namun, semangat gadis itu luntur karena bukannya mendapati buku incarannya, justru matanya menangkap sosok Deo ada di depan mata.

Tak hanya itu, dia juga melihat interaksi Deo dan pacarnya. Seketika sesak langsung menggerayangi hati Tya. "Gak, Ty. Lo gak boleh lemah, dia gak berpengaruh besar dalam kehidupan lo," batin Tya meyakinkan hatinya sendiri.

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang