Bab 23 ||Runtuh

3 0 0
                                    

"Nad."

"Apa?"

"Lo gak papa?"

"Emang gue kenapa?"

"Muka lo pucet."

Daniel memperhatikan wajah gadis itu. Semakin diperhatikan, dia justru melihat dengan jelas jika Naditya tidak baik-baik saja. Bibirnya pucat, juga kening gadis itu mengeluarkan keringat.

"Gak. Emang gini muka gue," jawab Tya berusaha untuk santai dan menyembunyikan rasa sesaknya. Entahlah hari ini sepertinya energi Tya menurun tidak seperti biasa.

"Gue gak suka cewek sok kuat," lontar Daniel menyelipkan sebuah kebohongan. Nyatanya pria itu hanya ingin Tya jujur tentang dirinya, tanpa menutupi kelemahannya.

Jujur, Daniel ingin sekali masuk ke dalam dunia Naditya. Tidak tahu sejak kapan, Daniel tertarik dengan seorang Naditya.

"Yaudah. Gue juga gak nyuruh lo suka gue."

Kening Daniel mengerut. Cuek sekali jawaban gadis itu. "Terus kenapa lo follow akun stargram gue?" tanya Daniel akhirnya.

Tya meringis pelan, dia mengusap lehernya yang tak gatal. Gugup juga mendapat pertanyaan seperti itu dari Daniel, dia kira pria itu tak akan pernah bertanya soal media sosialnya. "Followers lo banyak. Dan rata-rata mereka cewek dan suka lo, terus lo pikir mereka bener-bener nyuruh lo buat suka mereka?" ucap Tya.

"Artinya lo termasuk cewek-cewek itu?" tanya Daniel menaikkan alis kanannya.

Tya bungkam. Dibilang suka secara fisik? Iya. Tya kagum dengan Daniel yang tampan juga seorang ketua geng. Namun jika dibilang menyukai hal lain, Tya tak berani mengatakan iya. Akhirnya Tya tak menjawab, dia tidak mau Daniel salah mengartikan.

Sementara Daniel, pria itu merasa digantung karena tak kunjung mendapat jawaban. Padahal dia sudah menurunkan gengsinya untuk narsis di depan Naditya. Cewek itu malah menggantungnya. Ingin bertanya lagi, tetapi Daniel kembali membangun tembok gengsinya.

Keadaan kembali hening. Angin bertiup pelan menemani keduanya, juga air danau yang jernih dan tenang itu tak membuat mata bosan memandang. Kembali keduanya menyelami pikiran masing-masing.

Tiba-tiba pandangan Tya mengabur, bukan karena dia melemah, tetapi air mata memaksa untuk keluar. Sial, gara-gara sosok Deo, mampu memancing air matanya.

Gadis itu segera menghalau air matanya dengan telapak tangan. Menyunggingkan senyum tipis. "Duh, gue ngantuk," ucapnya ketika Daniel menoleh kala dia mengusap air mata.

Daniel juga tidak menjawab. Dia bingung mau merespon bagaimana. Kan tidak mungkin dia menawarkan bahunya sebagai sandaran gadis itu. Bukan tidak mungkin sih, Daniel belum berani.

"Hah, udah deh. Gue mau pulang. Lo gak pulang?" tawar Tya sembari berdiri.

"Katanya lo ngantuk. Yakin pulang sendiri?" tanya Daniel balik.

"Ya yakin. Udah biasa gue mah."

"Gue anter."

"Lah? Kan gue naik motor sendiri."

Daniel beranjak, dia mengeluarkan kunci motor dari saku celananya. "Gue ikutin dari belakang," jawab pria itu.

"Gak perlu, El," cegah Tya.

Sejenak Daniel mematung. Jantungnya berdebar lebih cepat mendengar panggilan itu keluar dari bibir Tya. Sekarang dia mengaku lemah, sepertinya pertahanan seorang ketua Sherfias ke-9 sudah mulai runtuh.

"Gue perlu karena lo penting." Daniel langsung melangkah mendekati motornya. Dia naik ke motor dan menunggu Naditya menaiki motornya sendiri.

Sedangkan Tya berjalan ke motornya dengan alis terpaut. Penting?

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang