Bab 9 ||Caper ke Gebetan

6 0 0
                                    

Happy Reading, Carang!!!
Jangan lupa vote dan komentar

(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)





Selesai memarkirkan motornya, Tya melepas helm dan menaruhnya di dalam jok motor. Di sekolahnya, sekarang sedang rawan dengan helm hilang. Jadi pihak sekolah selalu mengimbau, helm dibawa ke kelas atau ditaruh di dalam jok. Jika helm miliknya dimasukkan ke jok, maka helm milik Daniel, Tya bawa ke kelas.

Gadis itu lebih menjaga helm mahal milik Daniel daripada helmnya sendiri. Ya jelas, helm mahal, kalau nanti hilang, Tya tidak bisa menggantinya.

Sampai kelas, Tya langsung menuju ke mejanya. Menaruh helm itu di bawah meja. "Wuih, helm baru, Ty?" tanya Rasya, mendekat ke meja gadis itu.

"Bukan." Tya menjawab singkat, lalu menuju ke meja tempat berkumpul dua teman dekatnya.

"Helm siapa, Ty?" Tidak jauh beda, Anulika menanyakan helm juga.

Tya duduk di hadapan Anulika dan Nata yang sudah dari tadi sampai kelas. Tya menghela napas pelan. "Helm orang."

Anulika menaikkan sebelah alis, beralih ke Nata. "Ya helm oranglah! Kita tahu, tapi pastinya helm siapa? Helm lo?" tanya Anulika lagi, belum puas dengan jawaban Tya.

Tya menggeleng. "Gue pinjem orang."

"Siapa?"

"Sherfias?! Heh! Helm anak Sherfias woy!" Teriakan itu mengalihkan seluruh perhatian murid kelas. Tya melotot melihat helm itu sudah berada di tangan Rasya. Dasar anak jail.

Tya bergegas menghampiri Rasya, merebut helm itu dari tangannya. "Usil banget sih lo!" pekik Tya tidak terima.

Rasya menyengir. "Ya habisnya, jawab mah tinggal jawab. Bikin penasaran .... Tapi itu beneran helm anak Sherfias? Siapa, Ty? Jangan bilang lo anak Sherfias?"

Mata Tya terpejam, meredam kekesalan yang sudah menggunung. Sudah banyak tanya, sok tahu pula, gerutu Tya dalam batin.

"Bukan! Udah deh, Sya! Gak usah kepo. Capek gue!" jawab Tya dengan ketus. Dia menaruh lagi helm itu di bawah meja. Suasana hatinya menurun dan lebih memilih duduk diam di kursinya.

"Kan, lo sih, Sya!" Anulika mendorong pelan lengan Rasya, menyalahkan pria itu.

"Temen lo tuh, baperan," balas Rasya sebelum dia berlalu.

Tya tetap diam. Malas membuka mulut. Membiarkan teman sekelasnya berpikir sendiri. Anulika dan Nata hanya bisa saling pandang, bertanya lewat tatapan masing-masing. Tidak ingin mengganggu sahabatnya, nanti justru memperburuk keadaan hati Tya.

"Kalau lo beneran anak Sherfias, mending pikir baik-baik deh, Ty." Kalimat itu terdengar. Bersumber dari sosok jangkung yang hobinya duduk di meja belakang. Sifatnya seakan menjadi pemimpin kelas, padahal bukan ketua kelas, itu membuat Tya muak.

Tidak ada tanggapan. Tya sedang malas berdebat. "Udah, Zan, lo gak liat Tya marah. Jangan memperkeruh suasana deh," timpal Anulika. Mungkin karena lebih banyak murid laki-laki daripada perempuan, jadi yang paling suka berkomentar adalah laki-lakinya.

Arzan mengangkat kedua bahunya, dengan santai dia menanggapi. "Gue bukan memperkeruh suasana, cuma mau mengingatkan aja."

***

Pukul 2 siang. Seharusnya Tya sudah keluar sekolah sejak 15 menit yang lalu, tetapi seperti biasa dia harus menunggu parkiran sepi dulu. Alasannya karena banyak motor terparkir membuat dia kesulitan untuk mengeluarkan motornya.

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang