Bab 18 ||Yakin

7 0 0
                                    

Motor besar Daniel berhenti di depan rumah Tya. Dia mengulurkan tangannya kala melihat gadis itu kesulitan turun. Tya melepas helmnya dan memberikan ke Daniel. "Makasih," ucap Tya.

Daniel menerima uluran helmnya. "Sama-sama."

Keduanya sama-sama diam. Kemudian Tya mendongak, menatap wajah Daniel. "Mau mampir dulu gak?" tanya gadis itu meski sedikit ragu.

"Enggak deh. Gue ada urusan. Tapi lain waktu boleh, kan?" balas Daniel.

Tya mengerutkan kening. Melempar tatapan bingungnya, "maksudnya?"

Sebuah senyum muncul. "Lo lemot ternyata."

Ekspresi Tya berubah datar. Kalau saja pria di depannya bukan pria, ingin sekali dia mengajaknya adu jotos. Namun dia harus mengurungkan niat itu. Bisa-bisa nanti justru dirinya sendiri yang musnah di tangan Daniel. Membayangkan itu membuatnya bergidik ngeri.

"Lo kenapa?" tanya Daniel melihat gadis di depannya seperti bergidik ketakutan.

Tya kembali tertarik dari lamunannya. "Ah? Gak papa."

"Yaudah, gue balik." Daniel menyalakan mesin motornya.

"Sekali lagi thanks ya, dan sorry merepotkan." Tya tersenyum tulus. Dia tidak pernah berpikir jika Daniel memiliki sisi 'suka menolong'. Ia kira Daniel itu pria dingin yang berhati batu.

"Lo gak merepotkan. Gue pulang."

"Hati-hati!"

Daniel mengangguk menjawab ucapan Tya. Lalu pria itu menjalankan motornya menuju ke tempat tujuan. Markas Sherfias.

Tya masih berdiri di tempatnya. Mengamati motor Daniel yang mulai menjauh. Selanjutnya gadis itu berbalik, melangkah masuk ke rumah. Dia membuka pintu dan menemukan kesepian. Jelas sepi, kedua orang tuanya pasti masih bekerja, sedangkan adiknya masih sekolah. Dia saja yang pulang terlalu pagi.

Tya menutup lagi pintu masuk, lantas dia menuju ke kamarnya untuk mengganti baju lalu beristirahat. Begitu masuk dan menatap tubuhnya sendiri, dia baru sadar kalau jaket Daniel masih ada di badannya. Astaga, lagi-lagi barang Daniel harus ia bawa.

Tya melepas jaket Daniel lalu ditaruh di kasur. "Hah, gue emang mau deketin dia, tapi masa ada aja barangnya yang kebawa gue?" gerutu Tya.

Gadis itu terdiam, fokus pada jaket Sherfias yang tergeletak di kasurnya. Kalau ditanya sudah suka Daniel belum, maka jawaban Tya belum. Dia masih terbayang-bayang Deo. Namun, Tya tetap membutuhkan Daniel untuk melupakan masa lalunya.

"Dari kejadian hari ini dan beberapa hari yang lalu. Gue yakin bisa menaklukan si El."

***

Sampai di tujuannya, yaitu markas Sherfias. Daniel masuk ke ruangan untuk berkumpul. Sekarang tidak banyak anggota yang ada di markas. Mereka masih berada di sekolah, tetapi ada juga yang nekat bolos hanya untuk menghindari pusingnya sekolah.

"Bolos, Niel?"

Daniel menoleh, di ambang pintu dapur kecil berdiri Garry yang membawa segelas kopi hitam. Untuk menjawab, pria itu mengangguk. "Hm."

"Gak kuliah?" Berganti Daniel yang bertanya sembari mengeluarkan rokok elektriknya dari kantong celana. Rokok elektrik itu adalah barang kedua yang harus dibawa setelah ponsel, begitulah Daniel.

Garry menaruh gelasnya di meja, "kuliah malem dong, Bro."

"Oh."

"Katanya ntar malem lo mau latihan?"

Daniel mengangguk. "Iya."

"Dylytor lagi?"

"Hm."

"Kenapa lo tanggepin sih?"

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang