Bab 19 ||Menggila

8 0 0
                                    

Perlahan, netra itu terbuka. Mengerjap pelan untuk menyesuaikan cahaya ruangan. Daniel meregangkan otot-ototnya sebelum beranjak dari baringnya. Dia mengambil ponsel yang ditaruh di meja kecil samping kasur, melihat ternyata sudah pukul 5 pagi.

Sejenak suara keributan terdengar dari luar kamar yang ditempati Daniel. Sudah pasti itu adalah suara anggotanya yang juga tidur di markas. Daniel turun dari kasur, kemudian keluar dari kamar tersebut masih dengan muka bantalnya. "Good morning, Niel!" sapaan itu menyambut Daniel di depan pintu.

"Lucu bener muka lo, Niel. Astaga," komentar Faizal, sedikit terkekeh meledek ketuanya.

Memilih untuk tidak peduli. Daniel berlalu, menuju ke dapur untuk mencari minuman. Melewati teman-temannya yang sibuk bersiap untuk sekolah. Daniel sendiri juga akan sekolah, hanya saja ini masih terlalu pagi untuk dia bersiap-siap. Di dapur markas, Daniel menuangkan air hangat ke gelas dan menyeruputnya sedikit.

"Niel."

Merasa terpanggil, Daniel menoleh ke belakang tepatnya di ambang pintu masuk dapur. Di sana berdiri Mahesa yang tengah menyantap roti. "Apa?" sahutnya.

"Gue udah nemu yang kemarin ngunciin cewek itu di kamar mandi. Mau sekarang atau nanti?"

"Anak mana?" Daniel menjawab dengan bertanya balik.

"Anak sekolah kita."

Daniel mengangguk paham, "Oke. Nanti aja."

Lantas Daniel keluar dari dapur, dia mendudukkan diri di sofa. Pun Mahesa mengikutinya. "Lo mau apain dia?" tanya Mahesa.

"Ngasih pelajaran."

"Tumben lo ikut campur urusan cewek- Siapa namanya?"

"Karena dia nangis di depan gue." Daniel tidak menjawab nama gadis itu, hanya menjawab alasan dia ingin mencampuri urusan Naditya.

***

Tatapan tajam bak mata pisau yang baru diasah dilayangkan oleh Daniel pada pria di depannya. Napas pria itu memburu, emosinya bisa meledak kapan saja. Dia belum saja memberikan hadiah pukulan untuk musuh di hadapannya sekarang. "Cara murahan," cerca Daniel tajam.

Sandi balik menatap Daniel. Mengerutkan kening bingung karena tiba-tiba saja tadi dia ditarik oleh beberapa anggota Sherfias, mereka membawanya di belakang sekolah. "Lo ngapain sih bawa gue ke sini, hah?" tanya Sandi.

Daniel mengambil langkah untuk mendekat, dia menarik kerah baju Sandi. "Lo ngapain ngunci cewek di kamar mandi?" desis Daniel, semakin mencengkeram erat seragam Sandi.

Sandi menyunggingkan senyum miring. "Oh? Masalah cewek?"

"Apa ... cewek itu pacar lo?" lanjut Sandi.

"Itu bukan masalah utama," jawab Daniel sebelum memberikan pukulan kuat di rahang Sandi hingga pria bergelang rantai itu tersungkur.

Sandi berusaha untuk bangkit. Dia membalas serangan Daniel. Dengan gesit Daniel menangkis serangan yang diberi Sandi. Mereka terus bergulat tanpa ada yang melerai. Anggota Sherfias yang tadi menarik Sandi diperintahkan untuk menjaga agar aksi mereka tidak ketahuan. Daniel juga ingin melawan Sandi sendiri, balas dendam untuk Naditya.

"Lo gak berhak nyentuh dia," tutur Daniel secara tajam.

"Gue juga gak akan nyentuh kalau gak disuruh Arsi, be*o!" balas Sandi keras.

Pergerakan Daniel terhenti kemudian dia membuang napas secara kasar. "Arsi?" gumamnya didengar oleh Sandi.

"Iya, 3A."

Bukannya tenang karena sudah mendapat jawaban, Daniel justru semakin bertambah emosi. Rahangnya mengetat. Sialan, ternyata perempuan juga bisa melakukan kekerasan sesama kaumnya. "Be*engsek!" umpatnya, semakin kalut dan menyerang lagi Sandi.

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang