Bab 35 ||Kencan?!

3 0 0
                                    

"Sebagai permintaan maaf gue, taruhan menaklukkan Daniel gue hilangkan. Jadi lo gak perlu deketin dia lagi, gimana?"

Tya diam. Mantap! Tawaran yang menggiurkan.

Menggiurkan, jika Hira menawarkannya jauh sebelum hari ini. Jauh sebelum Tya jatuh semakin dalam pada sosok Daniel. Jika saja dia belum membuat langkah saat itu dan Hira menawarkan hal tersebut, maka Tya dengan senang hati akan menerima tawarannya.

"Tapi ... bukannya lo udah mulai kencan ya sama Daniel?" sambung Hira kemudian membuat Tya terkesiap.

"Hah?! Kencan?"

"Siapa yang kencan?" sambung Pak Wisnu, dia datang dari kamarnya berniat ingin mengecek siapa teman putrinya yang datang malam-malam. Ternyata Hira.

"Itu, Om-" Ucapan Hira terhenti karena Tya melotot ke arahnya, memberikan ancaman mematikan dengan segera. Bisa-bisa Tya dicoret dari kartu keluarga jika ketahuan oleh sang Ayah.

"Em, saya, Om. Kencan, hehe." Kemudian Hira mengalihkan jawabannya tadi.

"Oh, om kira Tya yang kencan."

"Enggaklah, Pah!" sanggah Tya dengan cepat, dia sembari tertawa santai.

"Om, kalau boleh tau kenapa Tya gak boleh pacaran? Kan zaman sekarang banyak tuh-"

"Om cuma mau Tya fokus dengan pendidikannya. Selesaikan dulu sekolahnya lalu dapat kerja dan dia bisa hidup enak, kalau dia pacaran dan salah pergaulan, bukannya itu menghambat semua cita-citanya?" jelas Pak Wisnu.

Tya dan Hira terdiam. Benar juga kata Pak Wisnu.

"Ya sudah saya ke dapur dulu, kalian lanjutkan mengobrol." Pak Wisnu mulai beranjak meninggalkan ruang tamu.

Keadaan ruang tamu sejenak menjadi hening. Kedua sahabat yang sempat bersitegang itu kembali canggung. "Gue gak pernah kencan sama Daniel," ujar Tya tiba-tiba, mengalihkan tatapan Hira yang tadinya ke lantai jadi menatap dirinya.

"Hm?"

"Ya gue belum pacaran sama dia," ulang Tya.

"Tapi gue pernah liat lo makan berdua sama Daniel di kafe."

Kening Tya mengerut, otaknya berusaha mencari kotak momen yang dimaksud oleh Hira. Sampai kemudian menemukannya dan senyum simpulnya terbit. "Itu mah makan biasa doang, dia laper katanya," jawab Tya.

"Nah! Itu dia! Lo tau? Daniel gak pernah deket sama cewek! First time sama lo!" seru Hira dengan hebohnya.

Kedua mata Tya melebar, dengan segera dia menarik tangan Hira agar keluar dari ruang tamu. Tya membawa temannya itu ke teras agar pembicaraan mereka tak didengar oleh orang tuanya. "Lo tuh kalau ngomong jangan keras-keras dong!" protes Tya, duduk di kursi yang ada di teras.

Hira ikut duduk di sebelah Tya. "Ya kan gue semangat banget ini! Lo selangkah lebih maju! Atau malah belasan langkah!" balas Hira.

"Jadi gue gak maafin lo nih," ujar Tya raut wajahnya dibuat sedatar mungkin. Hira pun melebarkan kedua matanya.

"Kok gitu?!" protes Hira.

"Ya kan tadi sebagai permintaan maaf lo katanya, 'taruhan menaklukkan Daniel gue hilangkan' sementara gue udah menaklukkan Daniel, gimana?" jelas Tya menaikkan sebelah alisnya.

"Ih! Ya gak gitulah! Gue jauh-jauh ke sini, malem-malem buat minta maaf ke lo! Ish, masa lo sejahat itu?" ucap Hira.

Keluarlah tawa dari Tya, dia menepuk pundak sahabatnya berkali-kali. "Iya iya! Hira sayangku! Gue maafin lo kok. Gue juga minta maaf, waktu itu gue emosi jadi ya gitu," tutur Tya terdengar tulus.

Hira memanyunkan bibirnya, kedua matanya tampak berkaca-kaca menahan air mata yang ingin turun. "Aaaaaa gue terhira!"

"Terharu!"

"Hehehe, peyuk dulu!" pinta Hira merentangkan kedua tangannya dan dibalas hangat oleh Tya.

Jika ingin berdamai dengan sahabat, jangan meninggikan ego. Ingatlah berapa banyak momen yang sudah dilewati. Berusahalah untuk tetap mempertahankannya jika memang bisa dipertahankan.

Kalau sudah tidak bisa bersama lagi, relakan. Itu mungkin yang terbaik. Cukup doakan dari jauh.

***

Mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, menyusuri jalan yang menuju ke rumah Naditya. Hari ini dia sengaja datang lebih pagi untuk mengecek keadaan gadis itu. Lantas, baru juga hendak sampai di depan gerbang rumah Tya, Daniel melihat gadis itu keluar dari area rumah sambil mengendarai motornya.

Mulut Daniel berdecak pelan melihat hal tersebut. Sudah dibilang tidak perlu berangkat sekolah, Tya justru nekat bahkan mengendarai motor sendiri. Segeralah Daniel mengikuti Tya, membunyikan klaksonnya agar gadis itu menyadari keberadaannya.

Daniel menyejajarkan motornya dengan motor Tya, lalu dia membuka kaca helmnya. "Nad!" seru Daniel memanggil.

Tya menoleh, sedikit terkejut dengan keberadaan Daniel yang ada di sampingnya. Lantas dia menghentikan motornya di pinggir jalan, begitu juga dengan Daniel. "Lo ngapain?" tanya Tya bingung.

"Lo emang minta dipenjara ya? Kan gue udah bilang, gak perlu berangkat sekolah untuk hari ini," ujar Daniel.

Tya mengembuskan napas pelan. "Gue gak papa, El. Gue gak selemah itu," balas Tya hendak kembali melajukan motornya.

"Yaudah! Lo bonceng gue!" tegas Daniel menghentikan pergerakan Tya.

"Dih? Lo gak liat gue bawa motor?"

"Yaudah, lo duluan. Gue di belakang lo," putus Daniel.

Daripada memperpanjang masalah dan berakhir sampai sekolah setelah bel dibunyikan, lebih baik Tya mengangguk saja. Dia mulai melajukan motornya diikuti Daniel.

Sebetulnya Tya canggung dengan keberadaan Daniel di belakangnya sekarang. Itu membuat dirinya bisa hilang fokus. Melirik sekilas kaca spion lalu kembali ke jalanan. Tya berusaha agar dunianya tidak teralihkan ke Daniel, kan bisa bahaya.

Sampai di lampu merah, Tya menghentikan motornya. Tepat di sebelahnya, Daniel juga turut berhenti. Gadis itu hanya melirik sekilas lalu kembali melihat depan. "Nad?" panggil Daniel, sedikit menaikkan volume suara karena bising kendaraan sekitar.

"Apa?" Tya menoleh sejenak.

"Lo gak mau kayak mereka?" tanya Daniel, menunjuk pengendara di depan mereka menggunakan lirikan mata.

Tya turut mengikuti lirikan Daniel, tatapannya jatuh pada sepasang pengendara yang berboncengan sambil berpelukan. Mereka mengenakan baju seragam, sepertinya anak SMA Venus yang satu arah dengannya. "Enggak, makasih," ujar Tya.

"Kenapa?"

"Kenyang!" balas Tya sebelum kembali melanjutkan perjalanan karena lampu lalu lintas sudah hijau. Lagi pula Daniel kenapa jadi banyak bertanya sih.

Beberapa menit, Tya sampai di depan gerbang SMK 3 Genio. "Makasih, El! Udah sana langsung ke sekolah!" perintah Tya kemudian masuk ke area sekolahnya meninggalkan Daniel yang masih diam di depan gerbang.

Netra Daniel mengedar di sekitar, hingga melihat seseorang yang dia kenal. "Faizal!" panggil Daniel pada salah satu anggotanya yang hendak masuk ke gerbang sekolah. Motor Faizal pun berhenti, dia menoleh ke Daniel lalu menghampiri pria sang ketua.

"Nganter Tya?" tanya Faizal, suasana hatinya menjadi tidak baik di pagi hari ini.

Daniel mengangguk. "Hm. Tolong kalau ada apa-apa sama Tya lo kabarin gue," pinta Daniel.

Kedua alis Faizal terangkat karena heran dan juga terkejut. "Sepenting itu Tya buat diri lo?" tanya Faizal.

Daniel menghela napas sejenak, hampir saja lupa kalau anggotanya meminta dia menjauh dari Tya dengan alasan yang kurang akurat menurutnya. "Ya gue minta tolong, kalau lo gak mau ya gak papa," balas Daniel.

"Makasih sebelumnya," pungkasnya sebelum kembali menghidupkan mesin motor dan meninggalkan area sekolah.

"Tya emang penting buat lo, Niel," batin Faizal sembari mengembuskan napasnya dengan kasar.

###
BERSAMBUNG

NEPENTHE (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang