Dasi 4

3.5K 362 95
                                    

Maaf malam minggu kemarin gak sempet update.

Tiap chapter TB jumlahnya 2.000-an kata, yaa. Aku pengin TB ini kayak cerita lainnya di Wattpad yang per bab rata-rata cuma 1000–2000 kata.

Kalau banyak yang suka TB, nanti aku usahakan bisa update 2x seminggu. 🙏🏻

-Ra





Pagi datang dengan sunyi. Rayyan nyaris telat bangun kalau pintunya tidak diketuk Mang Tito.

Bangun kesiangan sekalipun, biasanya Rayyan bisa mengelap seluruh meja karyawan dengan santai, bahkan membuat semua daun pintu licin. Namun, pagi ini Rayyan tak sempat menyusup ke ruangan Pak Wis dan menyedot karpetnya.

Bunyi motor sudah memenuhi parkiran di depan gedung sebelum jam tujuh pagi. Tak ada aba-aba "Eagle is comiiiing" dari Pak Arian yang belum hadir di kantor. Rayyan sampai melewatkan sarapan saat mendengar bunyi itu.

"Eagle is coming," ucap Rayyan kepada dirinya sendiri saat mengintip sosok itu dari jendela pantry.

Pak Wis sudah datang pagi-pagi sekali.

Jam tujuh pagi sang CEO sudah masuk ke ruangan kantornya dan duduk bersama setumpuk fail. Mungkin ada pekerjaan penting hari ini.

Rayyan tak tahu alasannya. Yang Rayyan tahu, hari ini ia tak mungkin bisa menghindari Pak Wis. Ia terpaksa menyiapkan teh di dalam cangkir kepala kucing lucu dan membawanya langsung ke hadapan pria itu.

Pastikan takaran gula pas. Air panas pas. Lap tepian cangkir dengan bersih.

Jangan lupa semprot tubuh pakai parfum pemberian Mas Dicky biar wangi.

Rayyan siap mengantarkan teh panas untuk Pak Wis.

Saat ia mengetuk pintu, Pak Wis menjawab sekitar dua detik. Pria itu sedang sibuk menulis sesuatu. Goresan penanya keras dan tegas.

"Selamat pagi, Pak Wis. Tehnya saya taruh di sini." Rayyan sengaja meletakkannya di meja tamu biar bisa cepat kabur tanpa interaksi.

"Taruh di meja saya sini," kata Pak Wis jutek.

Oke. Rayyan melaksanakan perintah tanpa kata. Bergerak ke meja tanpa menatap muka pria itu.

Pak Wis sibuk dengan pekerjaannya, membiarkan Rayyan datang seperti lalat yang hinggap sambil lalu.

Setelah cangkir diletakkan, Rayyan pikir ia sudah bisa langsung meluncur keluar ruangan.

Pak Wis mendadak berkata, "Luka—"

"Saya permisi," timpal Rayyan, sudah berhasil kabur sampai ke pintu.

Sebelum keluar, kaki Rayyan terhenti.

.... barusan Pak Wis ngomong apa?

"Lukamu gimana?" tanya Pak Wis.

Di ambang pintu Rayyan terdiam, berusaha mencerna. Ia menoleh.

Fokus mata Pak Wis masih pada berkas dokumen.

Barusan Pak Wis bicara dengannya atau bicara sendiri?

"Luka saya?" tanya Rayyan memastikan.

Pak Wis tak menjawab, masih sibuk menulis cepat. Rayyan asumsikan saja maksudnya memang luka bekas ditonjok minggu lalu.

"Oh, saya udah gapapa. Udah sembuh," ucap Rayyan dengan nada suara paling ramah.

Pak Wis berhenti menulis, sekarang menampakkan profil wajahnya kepada Rayyan.

Setelah beberapa hari mereka tidak saling tatap dengan sengaja, kini Rayyan terpaku. Pada mata yang jernih itu. Pada rahang Pak Wis yang tegas. Pada lehernya yang jenjang berkulit cokelat. Bahkan dari jarak beberapa meter pun Rayyan bisa menghirup wangi parfum di sekitar leher Pak Wis.

Tampan Berdasi (MxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang