Dasi 15

2.4K 288 132
                                    

Selamat malam mingguan~

TAMPAN BERDASI update setiap hari Sabtu dan hari Minggu!

Alur kembali ke present time, masa ketika Rayyan sudah usia 30 tahun, kerja sebagai OB di kantor Pak Wis (Shouki), melanjutkan adegan di chapter 8.

Alur kembali ke present time, masa ketika Rayyan sudah usia 30 tahun, kerja sebagai OB di kantor Pak Wis (Shouki), melanjutkan adegan di chapter 8

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Ya, pergi," kata Pak Wis. "Pergi aja kamu. Kamu selalu pergi, kan?"

" .... "

Sakitnya hidup membuat Rayyan, kamu, dan semua orang selalu berharap bisa pergi. Namun, ada masa ketika kamu harus berhenti melarikan diri dan menerima.

Maka dari itu, Rayyan memutuskan untuk tidak keluar ruangan. Ia berbalik untuk kembali menghadap pada Pak Wis yang sedang menoleh ke jendela dengan wajah merengut.

Rayyan menatap pada jendela yang sama. Di luar sana langit gelap, ada suara petir sedikit-sedikit, sebentar lagi mau hujan. Ada sesuatu dari pemandangan langit itu yang membuat sakit dada Rayyan. Kenangan masa lalu yang sudah ia kubur terlalu dalam, tetapi saat ini mencuat keluar tanpa bisa ditahan. Hampir seperti dejavu. Rayyan bisa melihat jendela dengan langit gelap dan sebuah ranjang. Seseorang rebah di ranjang itu–cowok berkulit cokelat yang sedang menatap ke arah jendela yang sama, seperti Pak Wis sekarang. Cowok itu adalah Pak Wis ketika masih SMA. Shouki Al Zaidan Wisanggeni.

Rayyan menarik napas dalam-dalam dan berjalan ke arah Pak Wis. "Mbak Kanaka tadi minta saya nemenin Bapak. Apa saya boleh tetap di sini?"

Pak Wis diam, cuek.

Rayyan melihat sekeliling. Pada meja di depan sofa ada baki berisi sepiring nasi ikan salmon dan semangkuk sup jagung yang dibungkus plastik. Pak Wis sepertinya belum makan siang.

"Bapak belum makan? Boleh saya ambilkan?"

Pak Wis masih diam.

Rayyan berjalan ke meja dan mengambil baki tersebut. Ia bawa dan letakkan pada nakas di samping ranjang Pak Wis. "Ini makanannya, Pak," ujar Rayyan, tersenyum.

"Hm."

"Bapak mau saya bikinkan teh? Cuacanya gelap, bentar lagi hujan. Paling enak minum yang anget-anget, Pak."

"Kenapa jadi sok care kayak gini?" balas Pak Wis ketus.

"Apa enggak boleh? Saya ini OB Bapak, walau kita enggak lagi di kantor—"

Pak Wis mendengus, bergeleng. "Enggak perlu."

Rayyan sudah memutuskan untuk tetap bertahan, melakukan apa pun untuk menebus kesalahan. Setidaknya menebus kesalahan masa sekarang yang sudah jelas terlihat.

"Saya di sini, kalau Bapak butuh saya."

"Saya enggak butuh. Pulang," perintah Pak Wis. "Pulang sana."

Tampan Berdasi (MxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang