Selamat Minggu Malam. Maaf kemarin tak bisa menemani malam minggu. Aku weekend lumayan padat acara akhir-akhir ini. Selalu diusahakan bisa nulis dan update TB di Wattpad meski maaf hanya sempat seminggu sekali. Selamat menikmati bab 35!
Malam ini Rayyan tidur berdua Pak Wis, rebah berdua di atas alas yang sama, di bawah langit-langit yang sama.
... Ini betulan?
Sambil menggigit bibir (tepat di area memar yang kemarin digigit seseorang), Rayyan membayangkan ini semua cuma mimpi. Sayangnya atau beruntungnya, memang bukan mimpi. Pak Wis sedang telentang di sana, di sisi kanan sofa bed, sedangkan sisi kirinya diberi ruang yang lebih dari cukup untuk Rayyan rebahi. Pak Wis terus menatap Rayyan, mengawasi pergerakannya seolah tidak mengizinkan ia pergi dari ruangan itu.
Alasannya minta ditemani tidur.
Ya. Minta "ditemani tidur" berbeda dengan "mengajak tidur bersama". Rayyan menasihati dirinya sendiri secara batin. "Tidur di kamar yang sama" berbeda "dengan tidur di ranjang yang sama".
Pelan-pelan Rayyan membentangkan selimutnya seperti tikar, lalu menata bantal dan guling di lantai samping sofa bed. Siapa tahu Pak Wis cuma minta ditemani tidur di satu ruangan yang sama, bukan di ranjang yang sama—
"Kak ...?" panggil Pak Wis. "Kenapa tidur di lantai? Di sini." Pak Wis menepuk ruang kosong di sampingnya.
Oke.
Rayyan melepaskan sandal jepit, merangkul kembali selimut, guling, dan bantalnya sendiri, lalu naik ke sofa bed dengan lutut lebih dulu. Sofa bed ini jauh lebih empuk dibandingkan dipan di kamar tidurnya. Sembari menggelar selimut, Rayyan menjaga wajahnya tetap menunduk. Sebenarnya, perut Rayyan geli sejak tadi. Rayyan sadar ia bertingkah gugup seperti perjaka yang baru pertama kali tidur seranjang dengan seseorang. Semua petualangan seks ala bad boy remajanya terlupakan.
Rayyan duduk di tepi sofa bed, memosisikannya sejauh mungkin dari Pak Wis. Jangan membuat pria itu terganggu.
"Kak," panggil Pak Wis lagi.
Apa lagi sekarang? Rayyan sudah cukup berdebar. "Iya ...?"
"Enggak ngantuk?"
"Ngantuk dikit."
Dengan gerakan tiba-tiba, Pak Wis menarik tangan Rayyan.
Ah—Tubuh Rayyan jatuh ke sofa bed. Sekarang mereka tidur berhadap-hadapan.
Padahal, Rayyan sudah menahan-nahan sejak tadi. Makin berdebar saja jantung ini.
Pak Wis malah kelihatan santai tidur menghadap Rayyan. Senyumnya kalem, memandangi Rayyan, sebelum akhirnya memejamkan matanya perlahan.
Yang berdebar barangkali cuma Rayyan. "Pak—um."
Pak Wis melek lagi. Dahinya agak berkerut.
"Shouki ...," Rayyan meralat.
"Hm?"
"Yakin mau tidur sama saya kayak gini?"
Pak Wis balas tatap, kalem. "Kenapa enggak?"
Rayan diam sejenak, lalu membenamkan wajahnya ke dalam selimut.
Pak Wis terkekeh. "Apa, sih?" Ditariknya selimut Rayyan.
"Kamu ngajak saya tidur bareng gini ... bukan karena lagi mabok, kan?" tanya Rayyan lagi. "Apa lagi kecapean aja?"
"Maksudnya? Enggak sama sekali. Aku enggak terlalu capek atau apa. Aku sadar sepenuhnya, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tampan Berdasi (MxM)
RomanceOrang yang paling kamu hindari sejak zaman sekolah adalah bosmu di kantor. Orang yang kamu benci semasa sekolah menjadi office boy di kantormu. Ini kisah dua pria yang harus belajar menerima masa lalu.