Dasi 9

3K 287 159
                                    

Maaf baru bisa kembali menulis lagi bulan ini.

Selamat menikmati~


Shouki Wisanggeni.

Rayyan mulai menerima kenangan tentangnya perlahan-lahan seperti tetesan embun yang meluncur turun dari kepalanya, menyesap dalam hingga ia tak bisa menolak dingin embunnya.

Tak mungkin Rayyan melupakan adegan itu, ketika bola basket melayang hampir menghantam rahangnya, lagi dan lagi. Kali ini Rayyan juga tak sempat melindungi wajah dari hantaman bola. Namun, Rayyan memang tak perlu melakukan itu. Sudah ada kesatria siaga datang menghadang, menggunakan tubuhnya yang kukuh untuk melindungi Rayyan dari serangan bola basket.

"Kak Rayyan gapapa?!" Shouki menoleh padanya setelah ia berhasil menangkis bola basket itu.

"Kalau fisik saya enggak kenapa-kenapa." Rayyan tersenyum. "Yang di sini agak bermasalah," Rayyan menyentuh dadanya sendiri, "berdebar enggak keruan gara-gara lihat kamu ... kayak punya suami siaga ngelindungi saya begitu."

Shouki terkekeh. Rayyan tak tahu candaan mana yang membuat si bintang basket sekolah ini terkekeh dengan tampannya. Baguslah gombalannya bisa berterima.

"Makasih udah ngelindungi saya lagi dari hantaman bola," kata Rayyan.

"Always, Kak," jawab Shouki, nyengir lebar, sebelum sosoknya berlari kembali ke tengah lapangan.

Cengiran itu pun tak mungkin Rayyan bisa lupakan.

Setiap momen yang mereka lalui—sesepele makan bakso berdua dengan lutut saling senggol, main gitar sampai kapalan, lomba menahan napas di dalam kolam renang bersama, atau berpapasan pandang-pandangan di koridor saat jam istirahat—semuanya mendekatkan mereka.

Dari dekat berjarak satu meter menjadi sangat dekat berjarak seinci. Kulit ke kulit. Lelaki ini mengisi hari-hari Rayyan dengan senyum dan tubuh yang hangat. Rayyan hafal rasa nyaman yang ia rasakan setiap kali kulit mereka bergesek tak sengaja.

Shouki minta diajari main gitar? Otomatis tubuh mereka saling nempel. Kalau kurang nempel, Rayyan akan sengaja berulang kali mengusap jari Shouki yang kurang pas posisinya saat memetik.

Shouki mengintip layar ponsel Rayyan? Ia juga selalu memajukan tubuhnya sampai dempet.

Tidur bareng juga sudah pasti berdempetan.

Ya, seperti itu.

Shouki pasti datang untuk menginap di rumah Rayyan hampir setiap pekan. Karena sudah jadi tamu yang reguler menginap, Rayyan akhirnya membelikan Shouki sebuah mug bergambar kucing. Mug Shouki kembaran dengan mug Rayyan yang bergambar bebek. Kedua mug tersebut menjadi pasangan tak terpisahkan, selalu dipakai untuk minum berdua.

Namun, barangkali tak semua orang menyukai kedekatan mereka.

Dengan berbagai alasan.

Jam istirahat, saat Rayyan dan Shouki duduk berdua di bangku koridor sekolah, Fano datang mendekap pundak Rayyan dari belakang. Entah sengaja atau tidak, Fano sengaja menarik Rayyan ke samping, membuat Rayyan terpaksa menggeser duduknya beberapa senti dari Shouki.

"Ra, besok libur, can I crash at your place night?" tanya lelaki itu. "Gue mau ngomongin lagu buat acara September."

"Hm ... malam ini?" Rayyan memutar matanya.

"So? Gue mau nginep. Udah lama kita enggak bobo bareng." Tangan Fano turun dari pundak ke perut Rayyan yang kotak-kotak, yang ia belai dari luar kemeja sekolah. "Do I need to bring my necktie so we can play—"

Shouki tiba-tiba menimpali, "Kak Rayyan, malam ini jadi, kan? Mau ajarin aku main gitar lagu Laruku yang baru."

"Oh, oke." Rayyan mengangguk. "Malam ini Shouki udah janji mau nginep duluan. Sorry, Fano, maybe next time. Ngomongin lagu bisa di sekolah aja." Rayyan menoleh dan tersenyum pada Shouki.

Tampan Berdasi (MxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang