19. Pesan Tak Berbalas

847 150 25
                                    

Hai, Deers. Jumpa lagi sama Kirana n Bisma. Semoga kalian terhibur dengan cerita-ceritaku. Jangan lupa kasih vote n komen yuk.

💕💕💕

Di sisi lain, Kirana terus saja melirik gawai yang sengaja dia letakkan di depan berkas keuangan ketika dia memeriksa. Padahal selama ini, dia selalu meletakkan handphone-nya di dalam tas ketika mengaudit.

Dari pagi, tak ada jawaban dari Bisma. Dalam hati, dia berusaha menghibur diri karena tahu seorang residen semester awal pasti akan sangat sibuk dengan berbagai tugas.

Kirana mengembuskan napas panjang, menetralkan kecewa karena melambungkan harapan pada Bisma. Dia pun kembali fokus pada pekerjaannya yang masih separuh terjamah.

"Ran, aku perhatiin kamu keliatan kusut gitu?" tanya Rima saat mereka sudah berada di dalam mobil dinas, untuk pulang ke kantor inspektorat.

Kirana tersenyum tipis. Diakui Kirana, mata Rima memang benar-benar jeli memperhatikan mikro ekspresi seseorang. Emosi jujur yang terurai hanya sepersekian detik itu selalu mampu ditangkap oleh Rima.

"Kusut?" Kirana memegang pipinya seolah ingin memudarkan wajah kusutnya. "Mungkin karena capek aja akhir-akhir ini," jawab Kirana sambil memijat lehernya.

"Ran, cincin di jarimu … beda. Dulu di kiri, sekarang di kanan. Bentuknya juga beda," tanya Rere yang duduk di sebelah kanannya di kabin tengah.

Kirana mengerjap. Rere memang perhati letak barang. Bila ada yang menggeser barangnya sedikit, teman sebelah mejanya ini pasti langsung tahu. "Oh, ya?"

"Kamu nikah?" Cakra yang menyetir menimpali.

Kirana menggigit bibir. Dia bingung memberitahu teman-temannya. Terlebih, mereka cukup mengenal Bima karena beberapa kali Bima menjemputnya bila tidak sibuk. Apa yang akan mereka pikirkan kalau tiba-tiba dia menikahi Bisma?

"Nggak! Mikirnya kejauhan mesti!" Kirana berkilah.

"Habis cincin kamu di kanan sih. Rere dari tadi bisik-bisik mulu, nanya aku," ujar Cakra.

"Tapi, kamu nggak pa-pa, kan? Kamu kaya pucet akhir-akhir ini." Rima yang duduk di sebelah Cakra, memutar badannya saat bertanya. Ekspresinya yang tulus mengkhawatirkan Kirana, membuat Kirana merasa bersalah karena harus membohongi teman-temannya.

"Nggak pa-pa, Rim." Kirana merasa tak nyaman. Dia lalu mengalihkan topik tentang temuan audit tadi.

***
Begitu sampai di rumah, Kirana segera mandi agar tidak terlalu malam pulang dari kontrol ke dokter kandungan. Dia sengaja menemui Papa yang sedang duduk di teras belakang, dengan buku non fiksi religi di tangannya.

"Pa, ntar Kirana berangkat sendiri aja," kata Kirana setelah selesai mandi.

"Jangan. Biar Papa antar," kata Papa. "Biasanya kan pulangnya malem. Biar kamu nggak kecapekan nyetir."

"Kiran nggak pa-pa kok. Papa kelihatan lelah gitu. Mending Papa istirahat." Kirana memang mencemaskan Papa karena lemaknya tampak terkikis hingga wajah lelaki itu lebih tirus.

"Ya sudah. Kamu naik taksi online aja, ya, Mbak," ujar Papa kemudian.

"Iya, Pa. Papa istirahat aja."

Saat akan kembali masuk, Kirana menangkap pemandangan yang merangsang air liurnya.  Melihat mangga muda yang bergelantungan di belakang rumah,  dia jadi ingin makan. Otaknya sudah membayangkan betapa segar mangga asam itu dipadukan dengan sambal.

Sayangnya mangga itu tinggi dan susah dijangkau. Seandainya ada Adit, dia akan meminta adiknya untuk memanjat dan memetik mangga karena dia tak akan tega meminta Papa memanjat pohon. Meminta bantuan Bisma? Kirana mendengkus. Dia tak ingin merepotkan.

Hold My Hand (Completed-Pindah Ke KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang