14. Terdesak

744 137 27
                                    

Kirana dan Bisma datang lagi. Semoga terhibur. Makasih buat yang kemarin udah ngasih jejak cintanya. Semoga terhibur😘

***
Kirana seolah menghindari Bisma yang masih ada di situ. Namun, bagaimana bisa Kirama mencegah tidak bertemu Bisma di rumah yang tak terlalu luas? Ketika Bisma mendekat, Kirana akan berusaha menyibukkan diri atau langsung masuk ke kamar.

Menjelang acara, Kirana masih berkutat di dapur. Kehamilan yang berusia muda, masih sering membuat rasa mual datang sewaktu-waktu. Oleh karena itu, untuk menetralkan gejolak lambung, Kirana  ingin menghangatkan badan dengan secangkir teh hangat. Maka, dia melupakan sejenak wajan sisa memanaskan masakan Budhe Laras untuk makan malam, dan beringsut ke sudut kitchen set.

Kirana berjinjit, hendak mengambil cangkir di kabinet atas. Jari-jarinya bergerak-gerak berusaha menggapai cangkir. Saat ujung jarinya belum merasakan permukaan halusnya permukaan cangkir keramik, seseorang dari belakang mengulurkan tangan, dan menjangkau cangkir yang ingin dia ambil.

Seketika tubuh Kirana membeku. Punggungnya terasa bersentuhan dengan dada bidang seseorang. Yang jelas, Kirana tahu itu bukan Papa dan Adit, karena parfum yang menguar itu begitu khas. Seperti milik Bima. Wangi manis yang sangat dia suka.

Kirana memejamkan mata saat menghirup dalam aroma maskulin yang segar. Rasa mual yang mendera lambungnya seakan menguap begitu saja.

"Kalau ada sesuatu yang nggak mampu kamu lakuin, segera panggil dan minta tolong yang lain," bisik Bisma lirih.

Seketika pipi Kirana terasa panas hingga wajahnya kini seperti kepiting rebus. Jarak yang begitu dekat dan intim, wangi yang membangkitkan kerinduan, berhasil membuat jantungnya berdetak sangat kuat.

Kirana menggeliat, ingin terbebas dari kungkungan Bisma. Namun, Bisma enggan melepasnya. Tangan kanan yang meletakkan cangkir di atas meja itu kini menumpu di tepian meja seperti tangan sisi kiri. Kini, Kirana tak bisa berkutik karena dua lengan kekar itu mengapitnya.

"Ran, kamu sengaja menghindari aku?" tamya Bisma.

"Mas, jangan gini!" sergah Kirana dengan suara tertahan. Peluh di pelipisnya mulai merembes.

"Jawab dulu," kata Bisma santai.

"Aku nggak nyaman Mas Bisma di sini." Kirana menjawab cepat karena tak ingin berurusan dengan laki-laki itu.

Bisma mendengkus. Dia menurunkan kedua lengannya yang membelenggu Kirana. "Kamu terbebani apa kata Mami?"

Masih memunggungi Bisma, Kirana hanya memberikan anggukan. Wanita yang membalut tubuhnya dengan midi dress batik itu, menatap nanar cangkir keramik putih yang masih kosong. Keinginan untuk mencecap cairan merah yang harum melati itu tiba-tiba sirna.

Bisma kemudian memutar tubuh. Dia menyandarkan pantatnya pada tepian meja racik yang berwarna hitam mengkilat. Kedua tangannya bersedekap dan satu kakinya menyilang di kaki lainnya. "Menurutmu gimana?" tanya Bisma memperhatikan Kirana yang menekuri cangkir.

Tak ada suara dari bibir berpoles liptint ombre. Wanita itu masih membisu untuk beberapa saat, sampai akhirnya dia menjawab, "Kenapa Mas nggak nolak?"

"Aku nggak bisa nolak Mami. Kamu pasti paham, 'kan?"

Jelas Kirana mengerti kenapa Bisma berakhir di sini. Setahu Kirana, Mami memang tipe orangtua yang suka mengatur. Mami tidak akan berhenti mendesak sebelum anaknya menuruti titahnya. Seperti memaksakan Bima yang sebenarnya menyukai IT untuk masuk ke kedokteran. Namun, Kirana masih bisa maklum bila itu kaitannya dengan sekolah. Mau IT atau di fakultas manapun, otak cerdas Bima tak akan kewalahan untuk menggenapi keinginan Mami. Sedang, Bisma … Kirana juga yakin Mami mengarahkannya masuk kedokteran walau Kirana tak tahu apakah itu sesuai cita-citanya atau dia sebenarnya mempunyai keinginan yang lain.

Hold My Hand (Completed-Pindah Ke KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang