20. Ajakan Kirana

810 150 26
                                    

Selamat hari Jumat, Deers! Besok udah weekend lagi.

Kuy, kasih suara dulu

Jangan lupa klik bintang

Happy reading

💕💕💕

"Nyonya Kirana!"

Seorang perempuan menepuk pundak Bisma. Bisma terkesiap. Dia merasakan kepalanya berat karena tertindih kepala Kirana.

"Ran, kita dipanggil." Bisma melepas tautan tangannya yang basah karena Kirana tak kalah erat menggenggamnya. Dia menepuk pelan pipi Kirana.

Kirana mengerjap. Bayangan yang awalnya kabur perlahan terang dan kesadarannya lambat laun pulih. Seketika dia menegakkan tubuh dan berdeham pelan, mengusir rasa malu ketiduran sampai menindih kepala Bisma.

'Ayo!' Bisma sudah bangkit dan mengulurkan tangan.

Kirana melirik ke arah ibu yang perutnya sudah besar, yang memandangnya sambil mengulum senyum. Wajah Kirana sontak terasa panas karena malu diperlakukan terlalu berlebihan oleh Bisma.

"Ayo, to! Selak (Keburu) pasien lainnya nunggu." Bisma membungkuk dan meraih tangan Kirana. Mau tidak mau Kirana bangkit, mengikuti tarikan tangan Bisma menuju ruang periksa.

Dion, dokter kandungan yang dipilih Mama karena merupakan anak sahabat Mama, menyambut kedatangan mereka dengan senyuman. Dokter itu paham apa yang dialami Kirana karena Mama menceritakan semuanya pada Dion.

"Bisma, ya?" Dion mengerjap. Sepertinya dia juga seperti Kirana yang kadang susah membedakan dua anak kembar identik itu.

"Iya, Dok. Masa iya, Bima. Hantu dong." Bisma meringis lalu duduk di depan meja anamnesa. Bisma mengenal Dion sebagai residen killer yang suka salah memarahi Bima sewaktu coass, karena dianggap Bisma yang mangkir dari stase obsgyn. Padahal waktu itu, Bima memang sedang mendapat giliran stase anak.

Dion terkekeh. "Kalian mirip banget. Susah bedainnya."

Kirana melirik Bisma. Walau sekarang dia bisa sedikit membedakan mereka karena lebih detail mengamati wajah Bisma akhir-akhir ini, tapi tetap saja terkadang dia masih merasa yang ada di depannya Bima.

"Trus kok kamu yang anter?" tanya Dion sambil menunggu Kirana untuk berbaring di meja pemeriksaan setelah anamnesa singkat.

"Kiran jadi istri saya, Dok."

Dion mengerjap. Dia memandang Bisma dan Kirana bergantian tapi pada akhirnya hanya tersenyum. "Oke, kita lihat janinnya ya, Calon Papa dan Mama."

Sesudah perawat mengoleskan gel pada perut Kirana yang masih datar, Dion lalu menempelkan transduser USG di permukaan kulit perut Kirana.

Kirana dan Bisma sama-sama menatap layar yang menayangkan kondisi di dalam rahim Kirana yang kini usia kandungannya sudah 11 minggu dalam bentuk 4 dimensi. Seketika mata Kirana membeliak ketika mendengar suara gemuruh.

"Wah, sepertinya dia tahu kedatangan Papa." Dion tersenyum lebar. Tangannya masih menggerakkan transduser untuk memindai setiap sudut rahim Kirana.

Kirana dan Bisma saling pandang. Tarikan bibir lebar terurai dari wajah lelaki itu seolah yang didengarnya sekarang adalah detak jantung darah dagingnya. Melihat ekspresi Bisma, batin Kirana menghangat. Bisma terlihat ikhlas menerima keponakannya sebagai anak. Senyum lebarnya seolah mengatakan bahwa dia ikut bahagia saat mendengar detak jantung yang mulai terdengar.

Mata Kirana perlahan terasa pedas. Bayangan layar berwarna jingga itu pun mengabur seiring bulir bening yang menggenang di pelupuk mata. Kenapa dia sekarang mudah sekali menangis? Perhatian Bisma selalu membuat Kirana terenyuh dan membangkitkan ketergantungan yang selama ini tak pernah dia rasakan.

Hold My Hand (Completed-Pindah Ke KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang