17. Couvade Syndrome

882 153 26
                                    

Deers, Bisma dan Kirana datang lagi. Ada yang menanti? Silakan kasih jejak cintanya ya.

💕💕💕

Bisma berulang kali mematahkan leher ke kiri dan kanan selama morning report. Setelah melaporkan kasus pasien yang ditangani saat jaga, dia pun terlihat sering menguap di hadapan konsulen.

"Bisma, jangan mentang-mentang kemarin habis nikah, kamu bisa santai. Fokus!" sergah Dokter Mirza.

Bisma meringis. "Maaf, Dok."

Beberapa teman seangkatan dan seniornya riuh menanggapi teguran Dokter Mirza. Sementara Bisma hanya memberikan cengiran untuk menutupi nasib buruknya.

Badannya yang pegal ini memang bukan tanpa alasan. Walau orang lain mengira, dia lembur menuntaskan hasrat, nyatanya semalam Bisma tidak menjilat ludahnya sendiri. Selama tiga jam, dia tidur tak nyenyak di lantai beralaskan bed cover untuk menangkal dingin.

Bagaimanapun Bisma tetaplah laki-laki tulen yang sehat. Disuguhi bra brokat sewarna kulit, membuat imajinasinya sempat melalang buana ketka membantu Kirana menurunkan ritsleting. Padahal selama ini, dia sering mendapati berbagai bentuk dada saat ikut konsulen visit dan memberi edukasi tentang cara menyusui yang benar. Tak hanya itu, dia juga terbiasa melihat liang kewanitaan saat melakukan vaginal touche pada ibu yang hendak bersalin.

Namun, ternyata menghadapi pasien dan Kirana, menimbulkan sensasi berbeda. Pantas saja Bima lepas kendali. Walau Kirana terlihat biasa, gadis itu mempunyai kulit yang mulus dan terawat. Ingin rasanya Bisma menyentuh punggung halus yang berkilau karena terlapisi peluh, tapi tentu saja dia harus mengurungkan niatnya. Meski Kirana sudah resmi menjadi istrinya, hati mereka tak bertaut, sehingga Bisma enggan menjamah karena tak ingin dikontrol hawa nafsu semata. Lagipula kondisi kehamilan Kirana yang masih muda, membuat Bisma juga tak bisa melakukan apapun demi menjaga janin wanita itu.

"Kalian ngapain aja semalam?" bisik Sangka usai mereka membuntuti Prof. Ratno mengevaluasi pasien.

Bisma berdecak. Tak menurunkan kecepatan jalan yang seperti orang dikejar musuh, ia melirik Sangka yang menanti jawabannya. Namun, Bisma memilih membisu karena ia merasakan tak nyaman di perutnya.

"Beneran kamu lembur?" Sangka mengimbangi langkah cepatnya.

"Kamu bisa diem nggak sih?" hardik Bisma. Pagi ini dia malas meladeni keingintahuan orang yang kesekian tentang malam pertamanya. Bila orang-orang tahu betapa mengenaskan nasibnya, dia pasti akan jadi bahan tertawaan.

Namun, seketika Sangka menahan lengannya sehingga kakinya terhenti berayun. "Kamu pucet banget! Kamu sakit, Bis?"

Belum sempat menjawab pertanyaan Sangka, Bisma langsung berlari menuju toilet untuk memuntahkan isi perutnya. Sementara itu Sangka menyusul dan menunggu dengan cemas di balik bilik tempat suara dorongan lambung terdengar menyiksa.

Sesaat kemudian, derik daun pintu toilet yang terbuka, menguak wajah Bisma yang basah bersimbah peluh. Ia melangkahkan kaki keluar dari bilik toilet sambil menyeka wajah yang berkeringat dingin dengan sapu tangan merah marun. Air mukanya kini sama putih dengan tembok kamar kecil pria.

"Kamu sakit, Bro?" tanya Sangka prihatin.

"Tiba-tiba aja mual. Padahal semalem baik-baik aja." Bisma membungkuk lalu memutar keran hingga gemericik air menguasai ruangan. Ia membasuh wajah yang terkikis ronanya seolah tak ada lagi darah yang mengaliri kepala.

"Kirana gimana? Mual gitu nggak?"

Bisma mengembuskan napas panjang, menatap bayangannya di dalam cermin. Kedua tangannya menumpu pada bibir wastafel karena badannya terasa lemas setelah muntah. "Mestinya. Kata Papa, dia masih suka muntah. Bau uap nasi pun nggak tahan."

Hold My Hand (Completed-Pindah Ke KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang