15. Undangan

745 141 33
                                    

Hai, Deers! Malam-malam update Kirana n Bisma lagi. Makasih yang udah pada komen, walau masih minim. Jangan lupa klik bintang dan bubuhkan komen kalian. Semiga kalian terhibur😘

💕💕💕

Melihat Papa Daud yang kemudian menyerahkan keputusan di tangan Kirana, membuat wanita itu pada akhirnya menyerah. Dia pun mengangguk setelah Papi Kresna untuk ketiga kalinya menanyai apakah Kirana mau menerima uluran tangan keluarganya.

"Tapi, Kiran mau satu syarat," kata Kirana kemudian.

Semua mata mengarah padanya, menanti bibir mungil Kirana meluncurkan kata.

"Kiran pengin tinggal di sini. Kalau Kiran ikut suami, Papa nanti jadi di rumah sendiri. Adit kan harus kembali ke novis di Depok. Kiran nggak tega kalau harus ninggalin Papa."

Mami Rosa mengangguk berulang. "Nggak pa-pa. Yang penting, Bisma bisa jagain kamu. Mami masih ada Papi dan kita juga masih sekota. Jadi, nggak masalah mau tinggal di manapun."

Bisma tersenyum tipis. Entah ini berkah atau musibah, namun, apa yang sudah Kirana putuskan tak bisa ditarik kembali. Hingga membawa Bisma ke dalam sebuah tahapan kehidupan yang tak pernah dia pikirkan sama sekali.

Menikah memang tidak ada dalam daftar rencana jangka pendeknya. Awalnya, ia masih ingin konsentrasi sekolah sehingga memilih tidak terikat dengan siapapun. Namun, sekarang rencana tak terduga menyusup di dalam daftarnya. Dia harus mengatur waktu di antara kesibukannya sebagai residen untuk mempersiapkan pernikahan. Termasuk menentukan undangan.

Memang benar kata Bima kalau persiapan pernikahan membuat stress dan sering menimbulkan perdebatan. Seperti sekarang, saat mereka mendiskusikan tamu undangan, Kirana menentang Bisma yang memasukkan teman sedepartemen. Mereka bahkan sempat bersitegang di depan Mami dan Papa.

"Mas, kita kan udah sepakat nggak bakal ngundang siapapun!" Suara Kirana langsung melengking.

"Ran, aku ngundang cuma teman dan senior satu departemen. Nggak enaklah sama mereka, karena aku minta tanggal itu dikosongin."

Kirana meremas rambut berombaknya dengan kesal. "Aku nggak pengin banyak orang yang tahu kita nikah. Gimana kalau Keira tahu? Dia residen anak, kan?"

Bisma mendengkus. "Kamu nggak inget kalau pernikahan kita diumumin tiga kali di gerejaku dan gerejamu?"

"Seenggaknya bukan diumumin di gerejanya Keira," gumam Kirana tak jelas.

Seketika Mami dan Papa yang sedang bercakap, menengok ke arah Kirana.

"Oh, ya, kamu nggak ngundang Keira? Dia temen baikmu, 'kan?" tanya Papa yang sempat mendengar gumaman Kirana.

Wajah Bisma langsung memudar ronanya saat Papa menanyakan Keira. Parahnya, Mami justru memperkeruh masalah.

"Keira itu mantannya Bisma, Pak," kata Mami yang disambut pelototan Bisma. Tentu Mami tahu kedekatan Kirana dan Keira, mengingat Kirana dan Keira sering ke rumah mereka.

Papa mengerjap. Dia memandang Bisma. "Mantan?"

"Udah putus lima tahun lalu kok, Pa. Cuma nggak enak aja saya undang Keira karena ...."

Papa mengangguk memahami ucapan Bisma yang menggantung. "Ya sudah, kalau begitu. Semoga kisah kalian sudah tutup buku."

Menurut Bisma, kisahnya dengan Keira sudah lama bubar. Namun, sebenarnya dia juga sempat terusik karena gadis itu sengaja ikut program spesialis anak, dan sering menitipkan salam lewat temannya.

Dan, sepertinya waktu Beni menyampaikan salam Keira saat ini, sangat tidak tepat karena mengundang sorot selidik dari Sangka. Demi menghindari sahabat baiknya, akhirnya Bisma memilih mengisi e-rm pasien gawat darurat yang baru saja ditangani.

Hold My Hand (Completed-Pindah Ke KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang