Dnyit
Suara rem berbunyit tepat didepan toko grosir milik Mang ujang yang ada diujung jalan.
"Turun lo."
"Dih kok gitu sih?"
"Dih kok gitu sih, kau kok marah jangan begitu sayang--- bensin gue nggak cukup buat nganterin lo sampe sekolah lo yang jauh banget dari kampus gue. Kalau lo mau nyampe bawa aja motor Adnan tuh sayang nggak ada yang make ditinggal pemiliknya." Rafa masih setia diboncengannya padahal Kakaknya sudah mengoceh. Haikal menoleh kearah Rafa lalu seperkian detik melempar tatapan sengit.
"ngapain lo masih nangkring dijok gue, cepet turun. Ntar gue telat ngumpulin tugas. noh didepan ada halte, lo naik bus atau angkot kalo nggak ada pake becak soalnya banyak becak yang mangkal." Dengan ogah-ogahan Rafa turun dari atas motor Haikal sebelum turun dia memukul bahu sang kakak, "Jangan tepuk-tepuk bahu gue, ini tempat khusus Henyang aja."
"Heyang, heyang. Pala lo peyang." Rafa menghentakan kakinya meskipun yang dibilang kakaknya benar kalau halte hanya beberapa meter lagi tapi rasanya malas.
Belum jauh dia melangkah Rafa memutar balik tubuhnya mendekati Haikal yang hendak muter balik anak itu mengulurkan tanganya tepat dimuka Haikal membuat sang kaka terkejut bukan main, "Apalagi sih?!" Kesalnya.
"Ongkos naik busnya? Kan naik bus juga butuh ongkos sedangkan gue nggak bawa ongkos."
"Nggak ada." Haikal hendak menarik gas motornya namun ditahan oleh Rafa, "pliss duit simpenan lo kan banyak bang. Jangan pelit-pelit sama adek sendiri." Dengan kesal dan tak ingin mengulur waktu Haikal mengeluarkan uang duapuluh ribu dari dompetnya dan menempelkanya dijidat Rafa seperti vampir difilm china. Setelah itu Haikal lanjut menancap gas meninggalkan Rafa sebelum bocah itu berulah lagi.
bayangkan saja orang yang sudah PW posisi wenak disuruh turun rasanya bikin dongkol. "Semangat Rafa ku sayang." Bener-bener Si Haikal tega banget nyuruh adeknya jalan kaki.
Dengan sedikit mengedumel tidak jelas pasal kelakuan kakaknya yang tega menurunkanya ditengah jalan, Rafa mau tidak mau harus berjalan kaki menghampiri Halte yang beberapa meter didepannya.
mungkin jika menggunakan kendaraan akan lebih cepat tapi kini ia harus berjalan kaki. melihat jalan yang tidak ada ujungnya saja Rafa sudah menyerah duluan dan ini dia diminta untuk jalan kaki meskipun sekarang tempatnya ada ujungnya. Maklum karena Rafa adalah kaum mageran alias males gerak.
"Rafa."
Heni yang melihat Rafa adik Haikal pun meminta Mahen untuk berhenti, "bang, berhenti bang." Mahen menurut padahal dia tidak tau alasan apa Heni memintanya untuk berhenti. Heni menurunkan jendelanya, Rafa yang berjalan menunduk pun tak menyadari didepannya sudah ada Heni yang menyembulkan kepalanya dari balik kaca.
"Hei Raffa."
Raffa yang merasa terpanggil mendongak dan kaget saat mengetahui ada Heni. "Ka Heni, kenapa kak?"
"kok jalan kaki? Biasanya sama Haikal, kemana Haikalnya?"
"Itu gara-gara Abang satu, aku diturunin ditengah jalan padahal ada piket hari ini, kak heni pacarnya Bang Haikal kan? Awas nanti kalo lagi jalan diturunin ditengah jalan kayak aku nanti jadi jablay loh." Heni terkekeh mendengarkan keluh kesah Raffa yang menahan emosi pada Kakaknya.
"iya udah bareng aja, aku anterin, ayo masuk nggak ada penolakan." Raffa menggigit bibirnya. Kalaupun dia tidak menerima tawaran Heni otomatis dia harus jalan satu meter lagi. Jadi dia memilih menerima tawaran Heni. "Oke deh kak."
"Ayo masuk."
"Ehh main nyuruh masuk-masuk aja, kalian kira gue ini taxi online, huh?" Heni tak memperdulikan Mahen yang mengomel tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Haikal
Genel KurguRumah singgah pun kalau tidak dijagai dengan baik dia akan runtuh, rumah singgah memang memberikan banyak kebahagiaan. Meskipun pada akhirnya kebahagiaan itu akan hilang. _Haikal Alfahri