Pagi ini anak jaenal sudah kumpul didepan meja makan tapi minus Raffa yang tengah membangunkan si kebo Haikal dan Adnan. Dia tengah menggedor-gedor pintu kamar mandi si Adnan karena dari tadi mereka berdua lama sekali pasalnya perut Raffa sudah keroncongan setengah mati, "kalian berdua tuh kebluk-kebluk semua yaa!! Tau nggak cacing-cacing diperutku udah pada minta makan." Geramnya beralih masuk ke kamar Haikal dan menarik-narik selimut Haikal yang dipegang erat oleh sang pemilik.
"lagian lo mah pihara cacing repot sendiri kan lo mereka pada minta makan. coba kaya gue pihara lusi tuh udah cantik wangi imut kek gue." Tukas adnan dari dalam kamar mandi, "aku bukan pihara ya emang merekanya aja betah banget semayam diperut ku."
"Raffa, sini dek buru makan, biarin abang abang kamu mah biar nggak kebagian sayur asemnya." Ucap ibu dari meja makan yang baru saja meletakan sayur asem diatas meja.
"tidakkk, jangan habiskan sayur asemnya." Teriak Haikal yang mendadak bangun dengan rambut acak acakanya, pasalnya dia udah bangun cuma mager aja yang bener aja hujan-hujan begini disuruh langsung mandi apa tidak beku jadinya. Seperti biasa Haikal malas jika hujan mulai turun seperti ini, dia malas dengan suasana dingin apalagi becek tapi dia juga tidak suka cuaca panas, karena sinar UV akan menyengat kulitnya yang bikin para cewe-cewe tergila gila akan dirinya.
Adnan bilek: nyeh
Raffa duduk disamping Naka yang sedari tadi hanya menyimak kelakuan antek-anteknya yang sudah membuat heboh rumah saat pagi, "udah makan." Ibu duduk di kursih ujung meja, kursih yang biasa Ayah tempati. Haikal menghampiri meja makan tanpa mencuci muka dulu, dia sudah seperti gembel jalanan, pake kolor beruang yang sudah tipis dan tinggal robeknya aja.
"Tuh kolor minimal ganti geh, kal. Mirip gembel bener lu banyak duit juga." Celetuk Adnan menampol bokong Haikal membuat yang punya memberi tatapan tajam. "Lu pikir gue banyak duit. noh preman itu yang sering malak duit gue." Ketusnya menunjuk Raffa dengan moncong penuh makanan. "ya kan kewajiban abang yang harus ngasih jajan adeknya wle."
Memang benar yang Raffa bilang sekarang udah menjadi kewajiban abang buat ngasih jajan adek-adeknya, Haikal menggaruk rambutnya kesal pasalnya sekarang dia harus membatasi pembelian kuotanya karena uangnya selalu diminta sama Raffa, "eh ngomong-ngomong semalem denger orang nangis nggak sih? Serem cuy." Timpal Adnan mencolek sambel terasi dengan tempe angetnya, Haikal yang ikut mendengar pun melirik kearah Naka yang sedari tadi diam, dia tau kalo itu suara Naka karena kamarnya lebih dekat dengan Naka.
"Mba kun naksir lu kali." Ucap Haikal melanjutkan makannya, Ibu ikut curiga dengan pembahasan anak-anaknya pagi ini, "somplak lu, gue tau gue ganteng tapi nggak mba kun juga yang harus nempel di gue kan horor." Crocosnya meskipun perasaanya antar percaya atau tidak dengan ucapan Haikal, Adnan tetep santui mengkorep habis sambal trasinya.
****
"Bang, lu nangis kenapa?" Tanya Haikal menghampiri Naka yang tengah berkutat dengan komputernya dikamarnya, "nggak ada kok Aa, abang nggak nangis Aa salah denger kali." Haikal menautkan alisnya tumben Naka manggil dirinya dengan sebutan Aa sebutan yang sedari dulu Haikal mau.
"Bang Haikal."
"Stop panggil aku abang panggil aku Aa, aku nggak mau samaan kaya Bang Naka." Rajuk Haikal saat ayah memanggilnya, Ayah demen banget ngegoda anaknya yang satu ini meskipun Ayah tau kalo Haikal paling tidak mau dipanggil Abang maunya dipanggil Aa, "ya udah Mas haikal mau?" Bukanya reda Haikal tambah kesal sesekali menghentakan kakinya, "iya, iya. Aa haikal udah kan?" Haikal sumringah saat Ayah memanggilnya Aa haikal, Naka yang menyimak hanya menggeleng dengan kelakuan adeknya, "mulai sekarang panggil Aa haikal yang anak-anak alfahri." Ucap Ayah dihadapan anak-anaknya dan juga ibu.
"Seneng kan dipanggil Aa?" Haikal terkekeh sesekali menggaruk lehernya rasanya sudah lama tidak ada yang manggil Aa dan rasanya mendadak asing dengan sebutan itu. Tapi dirinya tetep akan menoleh saat dipanggil apapun jangankan dipanggil sopan dipanggil dengan sebutan malikapun dia tetep nyaut meskipun sedikit kesal dengan panggilan dari Adnan.
"Abang kok tumben manggil aa? Abang kangen Ayah ya? Atau abang nangis gara-gara abang dipecat?" Serobot Haikal menibani Naka dengan pertanyaan-pertanyaan bukan haikal namanya kalo tidak kepo sama abang-abangnya, "nggak papa kok Aa, abang baik-baik aja. Alasan abang manggil kamu pake sebutan Aa karena pas kamu dateng suara Ayah yang manggil kamu Aa tiba-tiba kaya ada gemaanya jadi Abang reflek manggil Aa." Haikal mengangguk lalu merebahkan tubuhnya diranjang sesekali menatap langit-langit kamar Naka.
"Kuliah kamu gimana?" Haikal menghela nafas dia pusing dengan skripsinya yang tidak kelar-kelar. Ditambah dengan masalah percintaanya yang semakin membuatnya tidak karuan.
"Nggak tau bang, tuh skripsi ngajakin ribut mulu dari bulan lalu kagak mau selesai-selesai capek revisi mulu." Sungutnya beranjak mengambil gitar yang ada dipinggir lemari kayu milik Naka, Naka memutar balik kursihnya melihat pergerakan apa yang hendak Haikal lakukan. Diliahatnya jemari haikal mulai memetik setiap senar gitar milik Naka. Jika diingat-ingat lagi Naka dan Haikal pernah marahan cuman karena rebutan gitar dan itu karena Haikal tak sengaja merusak gitar pemberian dari kekasihnya saat dirinya ulangtahun.
Naka sempet tidak mau bicara dengan Haikal begitupun Haikal yang sama sekali tak mau mendekati Naka, taoi karena rasa bersalah Haikal oun mengganti gitar Naka ya meskipun tak sama dan harganya juga tidak mahal, taoi setidaknya dia ounya effort buat ngeganti gitar naka yang sekarang tengah dirinya mainkan. Bahkan Haikal mengukir nama naka digitar tersebut beserta tanggal lahir dan gambar momin.
~Tapi tahukan kamu? Betapa ku mencintai dirimuu
Tak sanggup ku melawan hati ku yang selalu menginginkan mu
Tolong yakin aku perjuangan kan atau ku menyerah~
Naka yang mendengarkan alunan lagu keluar lewat selaras hati yang sepertinya dinyanyiin sesuai dengan perasaan adeknya saat ini. Suara lembut dan merdunya begitu syahdu dan mampu membuatnya terbawa suasana bagi Naka setiap nyanyiian yang Haikal nyanyiin itu seperti benar-benar dianyanyiin begitu tulus jadi siapa saja yang mendengarnya bakalan ikut masuk kedalam sebuah cerita cinta lagu.
"Jangan pernah menulis kisah cintamu sebagai sebuah lagu karena akan selalu teringat jika didengar, jadikanlah dia sebuah karya yang mana kamu bisa mengubah semuanya dan bermanfaat untuk mu," Naka menepuk bahu Haikal beberapa kali sesekali mengikutin setiap bait lirik lagu itu.
Memang terkadang keributan antara saudara saudara alfahri ini kerap terjadi tapi bagaimanapun mereka tetaplah saudara kandung yang tak dapat dipisahkan dan harus saling menjaga dan menguatkan Naka tertawa tanpa sadar ketika melihat Haikal begitu syahdu menikmati alunannya nyanyiannya "surat hati' suaranya begitu adem ditelinga bahkan mengundang dua makhluk Adnan dan Raffa masuk untuk ikut gabung alunan suara mereka menggema selayaknya gua yang diisi suara.
See you
Adakah yang masih nunggu Cerita ini? Eumm kayaknya kagak, maaf ya aku jarang update emang rl sesibuk itu dan banyak bngt masalah di rl apalagi masalah sebuah perasaan yang jatuh cinta sendiri eakk, aku lagi jadi Haikal jatuh cinta sendiri wkwkw nggak papa kok tetep semangat. Kalian sehat² ya ada orang yang bilang gini,
"makan yang bener ya ra." Wkwwk
Dahlah jadi curhat bay bay
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Haikal
Ficción GeneralRumah singgah pun kalau tidak dijagai dengan baik dia akan runtuh, rumah singgah memang memberikan banyak kebahagiaan. Meskipun pada akhirnya kebahagiaan itu akan hilang. _Haikal Alfahri