17: Harapan tak sesuai ekspetasi

67 17 1
                                    

Rafa mendelik ketika Haikal menceritakan kalau dia baru saja boncengan dengan Vanya bukan apa tapi bagaimana bisa Si kampret Abang haikal bisa bertemu dengan tetangganya itu karena setaunya Vanya pergi diantar oleh Nazar kekasihnya kenapa pulang-pulang malah dengannya.

"Bang, Heni nelpon."

Haikal yang tengah makan sontak tersedak dengan bakso yang belum sempat dia kunyah membuat Naka dan Adnan terkesiap dengan reaksi Haikal kala Rafa berteriak memanggilnya dan mengadu jika ponselnya mendapatkan telpon dari Heni yang jarang sekali menelponya kecuali dirinya yang lebih dulu menghubunginya.

"kenapa kal?" Tanya Bang Naka memasukan makananya kedalam mulut, "keselek jigongnya Adnan, Bang." Adnan yang tepat berada didepanya melempari Haikal dengan mentimun yang belum dipotong, "huek, jijik tau Bang." Naka bergidig bagaimana dia tidak bergidik saat Haikal mengatakan hal jorok disaat mereka tengah makan.

"gue tarik jamban lo baru tau rasa, kal. Udah sana jawab tuh panggilan dari malaikat maut lo." Haikal beringsut ngeri mendengar ucapan Adnan yang mengerikan bisa-bisanya dia menyamakan Heni sang bidadari cantik dengan Malaikat maut.

Sekarang kita catat sebutan baru untuk Heni setelah Nama 'kuyang' kini mereka menyebut Heni dengan 'Malaikat maut' sudah dipastikan pencetus nama itu adalah Adnan yang sudah terlanjur gedek dan tidak suka dengannya karena selalu menyakiti perasaan adik kampretnya itu.

Meskipun Adnan terkenal dengan ketidak perdulianya dia sebenarnya perduli dengan Haikal bahkan dengan keluarganya cuma ya itu Adnan tidak mau terlalu terang-terangan tidak seperti Bang Naka.

Haikal berjalan menghampiri Rafa diruang tamu karena ponselnya diatas meja sana, "tumben banget kuyang nelpon biasanya harus dipancing dulu sama Abang." Haikal heran Rafa jadi julid atas ajaran siapa, "berhenti nyebut Heyang gue kuyang dan berhenti buat ngejulidin pacar Abang."

Rafa diam mengacuhkan ucapan Haikal bahkan tak segan segan memasang wajah julid Haikal mengambil ponselnya yang terus berdering itu dengan sedikit menjauh bisa dibilang Haikal kembali ketempatnya untuk melanjutkan makannya. Membuat kedua Abangnya menatap heran.

"Ngapain sih lo teleponan sambil makan?" Ketus Adnan tak senang rupanya.

"Gue yang teleponan kok lo yang ribet." Balasnya lalu menggeser tombol hijau dilayar ponselnya.

[Kenapa lama?]

[Aku...]

[Pasti lagi jalan sama cewek kemarin sore yah?]

[Setauku cuma ada anak kemarin sore aja nggak ada yang namanya cewek kemarin sore]

[Taulah]

[Kenapa sih, hum]

[Aku mau ketemuan sama kamu]

[Kok tiba-tiba?]

[Ya udah kalo nggak bisa]

[Bukan gitu, iya habis makan aku ke kamu yah]

[Nggak usah udah nggak mood]

Haikal menghela nafas kala sambungannya ditutup begitu saja, "sabar ya bang." Bang Naka menepuk bahu Haikal seolah-olah tau rasanya telepon diputus gitu aja, rasanya tuh nggak enak. Haikal menunda ponselnya didekat piring.

"udah makan aja perut lo lebih penting dari pada cewek itu." Ucap Adnan.

Haikal mengangguk tanpa menggubris tak terima seperti biasanya. dia melanjutkan makanya bersama kedua kakaknya sementara Ibu masih ditempat katering dan baru pulang jam 9 nanti dan Rafa katanya belum mau makan.

Bukanya ibu lebih mentingin pekerjaannya dari pada keluarganya tapi Ibu itu sangat bertanggung jawab, bahkan sebelum pergi kerja juga ibu sudah memasrahkan tanggung jawab dirumah pada Bang Naka tidak dengan Adnan.

Diary HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang