"Maaf."
"Untuk apa?"
"Jidan."
Haikal tertawa tanpa sebab membuat perempuan itu menaikan satu alisnya sementara tangannya sibuk mengaduk teh hangat didepannya. "Kenapa sih?!" Haikal menyanggah dagunya ditumpukan tangan menatap Heni tanpa mau berhenti terkekeh, "Jidan? nggak salah denger ngubah Z jadi J?" dia menggeleng mulai saat ini dia akan menyebut nama Zidan sama seperti Haikal menyebut Zidan menjadi Jidan.
"Kal."
"Eum sayang, kenapa?"
Heni menunduk sebentar lalu kembali menatap Haikal yang masih setia meperhatikannya. "Aku udah bohong sama kamu--" Haikal mengembalikan posisinya menegakan tubuhnya membuat perempuan itu menelan ludahnya dia pikir wajar saja jika Haikal akan marah jika mendengar pengakuannya. "jujur Jidan maksa aku. Dan maaf juga karena nggak pernah cerita tentang siapa sebenarnya Jidan."
"Aku nggak marah kok, justru aku senang kamu mau jujur sama aku sekarang. Udah nggak usah khawatir aku tetep cinta kok sama kamu." Dia mencubit hidung Heni membuat perempuan itu mendengkus kesal karena telah membuat hidungnya memerah.
Entah mengapa melihat kekesalan Heni membuat hatinya begitu senang rasanya seperti dapat uang 100 juta mungkin lebih dari itu. Rasanya Hatinya sudah begitu terpikat dengan sosok Heni salsabila pujaan hati yang selama ini dia damba-dambakan dan sekarang telah menjadi kekasihnya.
"ohh iya kamu tau dari mana aku disana?"
"Dari rapa."
"Emang Rafa tau dari mana?"
"Asalkan kamu tau dia itu udah mirip Radar korea, udah mirip Dispenser yang kepo sama hubungan orang." Ujar Haikal setelah itu memasukan satu suap ketoprak kedalam mulut, "Bukan dispenser juga kali." Heni ikut melahap somay yang Haikal beli saat abang-abangnya lewat ditengah berpelukannya. Sementara saat ini mereka tengah duduk diwarung ketoprak langganan Haikal dan Rafa saat tanggal tua. Padahal mau tanggal tua atau tanggal muda pun adek kakak itu tetap mampir dan tempat ini juga tempat langganan Haikal tiap kali pulang ngampus.
Heni tersenyum kala melihat raut bahagia terpancar diwajah Haikal dia terlihat begitu menikmati makanan pedagang kaki lima, bahkan entah kenapa setelah dia menjalin hubungan dengan Haikal dia lebih suka makan-makanan pinggir jalan. Dan lebih suka nongkrong disini jika itu bersama Aa Haikal.
"Pagi tadi kok aku nggak ngeliat kamu dikampus? Kemana?"
"Masuk angin."
"Kamu sakit?! Kok nggak ngasih tau aku, kan aku bisa nengok kamu? Terus sekarang gimana udah enakan? Kenapa keluar sih kalo masih sakit?" Crocosnya bahkan Haikal dibuat seret oleh pertanyaan yang Heni berikan padanya, padahal perempuan itu bisa menanyainya satu persatu.
"Bentar minum dulu."
"Ihh nggak enak kalo nggak langsung dijawab." Heni mengambil alih botol mineral dari tangan Haikal yang hendak dibuka, membuatnya kalang kabut terpaksa dia menelan makannya secara paksa, "aku udah baik-baik aja kok, kan udah ketemu sama kamu." Jawabnya lalu mengambil alih botol itu dari tangan Heni, Namun sepertinya Heni belum puas dengan jawabannya. dia menarik kembali botolnya membuat Haikal urung kembali untuk minum.
"ihh serius."
Haikal menunjukan senyum tulusnya lalu mengambil teh hangat milik Heni dan meminumnya, "Serius sayang, aku udah nggak pa-pa cuma masuk angin aja. udah nggak usah khawatir." Heni terdiam sepertinya sudah puas dengan jawaban sang pacar. "Kehujanan semalam?" Haikal mengangguk, "makanya jas ujan tuh dibawa, kamu mah nggak pernah dengerin aku deh."
"Iya aku minta maaf, soalnya semalem kan hujannya gerimis jadi makanya aku keluar tapi setelah kamu nelpon hujannya gede lagi mungkin itu tanda kalo kamu lagi rindu sama aku yah?"
Plakk
"Nggak lucu."
"Nggak lucu tapi pipinya merah apa akunya yang salah liat yah?" Haikal tertawa melihat pipi Heni merah merona bak udang telat diangkat dari tempat perebusan. "Bang Mahen aku bapeur!!" Haikal semakin keras tertawa karena gemas dengan sang kasih.
****
"Saya mencium bau-bau akan adanya bahaya." Haikal yang baru pulang mengendus kala mencium bau mie rebus, "Fa, enak kayaknya?" Haikal mendekati Rafa yang tengah bersembunyi dibelakang sofa. Pasalnya dia telah makan mie instan padahal dirinya sangat dilarang ketat oleh ibu karena Rafa pernah mengalami usus buntu akibat keseringan makan mie.
Setelah mejalani oprasi Ibu melarangnya makan Mie lagi meskipun dirinya ingin. Bahkan Rafa sempat menyogok Haikal dengan dua mangkuk bakso agar dirinya bisa dibelikan mie rebus tanpa harus ketauan Ibu, mau tidak mau Haikal menuruti kemauan adeknya. Meskipun pada akhirnya Rafa mengeluh sakit perut setelahnya dan Haikal ikut kena marah Ibu juga karena membolehkan Rafa makan mie.
"Ibu tau nggak?"
Rafa menunjukan telunjuknya dibibirnya pertanda untuk diam dan jangan berisik, Haikal tidak habis pikir dengan kelakuan adeknya yang tidak ada kapok kapoknya dimarahin Ibu, "Abang udah pulang." Haikal menoleh kearah Ibu yang baru keluar dari dapur.
"habis kemana pergi nggak pamit?" Haikal mendudukan tubuhnya disofa depan tv, "habis ada urusan kampus buk. kata Rafa ibu pulangnya jam 9 kok sekarang udah pulang?" Sekarang masih jam 8 malam tapi ibu sudah pulang dan Rafa bilang kalau ibu bakal pulang kisaran jam 9 karena banyak pesanan.
"Iya tadinya, tapi ada mbak Nining jadi ibu serahin sama mbak nining biar dia yang heandel." Haikal mengangguk lalu fokus keacara televisi yang telah ia alih beberapa detik lalu sembari tanganya mengode kearah Rafa untuk cepat pergi karena ibu akan masuk ke kamar, berhubung kamar ibu sangat dekat dengan ruang keluarga, jadi Ibu akan lewat sana dan pasti melihat Rafa yang tengah makan mie dipojokan.
"Abang, habis makan mie?" Haikal melirik kearah mana ibu melihat, dia melihat ada bekas pop mie kosong disana, tapi tidak dengan Rafa. "Iya buk, Abang lupa buang. itu bekas tadi siang." Haikal menggaruk seolah benar-benar ia pelakunya.
"Lain kali langsung dibuang jangan jorok meskipun anak cowok, paham."
"Iya buk, Abang minta maaf."
"Iya udah nanti dibuang, Ibu masuk dulu."
Haikal mengangguk Ibupun masuk kedalam kamarnya, seusai memastikan keadaan dengan aman Rafa mendadak nongol dan sudah duduk disamping Haikal, "Astagfirullah, curut. Ngagetin bangsul." Haikal benar-benar terkejut saat Rafa mendadak nongol bagaikan hantu yang tak diundang.
"Ngilang kemana tadi cepet amat?" Haikal meraih keripik emping dalam toples dibawah meja.
Rafa tak menjawa bocah itu menyandarkan kepalanya dibahu Haikal membuat sang abang terheran heran, "lo nggak kesambet setan pohon semanggen kan?" Rafa menggeleng dia masih setia bersandar dibahu Haikal, "Maaf yah, jadinya abang yang ditegur Ibu." Lirihnya tangannya ikut mengambil keripik emping dari dalam toples.
"nggak pa-pa, tapi jangan keseringan makan mie. Abang takut kalau nanti Ibu tau dan kesehatan kamu juga nanti buruk kalo kerterusan." Rafa mengangguk mengiyakan Rafa berjanji ini yang terakhir setelah itu dia akan vakum makan mie. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing menatap kosong televisi didepan yang sudah menampilkan orang india menari jingkrak jingkrak.
"Abang kangen Bang Naka nggak sih?"
"Abang juga kangen dek."
...
See you the next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Haikal
Ficção GeralRumah singgah pun kalau tidak dijagai dengan baik dia akan runtuh, rumah singgah memang memberikan banyak kebahagiaan. Meskipun pada akhirnya kebahagiaan itu akan hilang. _Haikal Alfahri