Keheningan kesepian menemani relung hatinya, ditemani dengan sunyi dan dentingan piano dihadapanya. memainkan setiap nada halus nan pilu. Hujan hari ini turun dengan derasnya membuatnya enggan pergi untuk segera pulang kerumah agar bisa rebahan menutupi tubuhnya dengan selimut kesayangannya.
Kali ini Haikal menyanyikan lagu milik Yoo jaeha penyanyi korea yang sepertinya relate denganya bahkan akhir akhir ini sering dia dengar yang berjudul Because I love you.
Menekan tuts piano dengan lihai diiringin suara merdua yang menjadi satu dengan suara hujan diluar. Haikal begitu mencintai sosok Heni salsabila, meskipun adiknya terus berkata kalau Heni itu tidak perduli dengannya.
Bahkan, mau Haikal sakit pun Heni tidak akan perduli dan jika dia perdulipun itu hanyalah bohong. Itulah yang Rafa katakan saat Haikal menjemput Heni waktu hujan kala itu. Biarpun begitu, Haikal akan tetap mencintai Heni dia tidak perduli apa yang Rafa katakan dia tidak akan perduli.
"Pacaran nggak perlu mewah Bang, Ayah aja dulu sama Ibu cuma pergi kepasar malem aja terus nongkrongnya diwarteg. Yang penting hati Abang tulus mencintainya, sayang secara tulus nggak usah ngikutin gaya orang pake aja cara sendiri asalkan bisa buat pasangan nyaman."
Pikirannya seolah memutar dimana Ayah menasehati Bang Naka yang pastinya dia selalu ada disana. Dia selalu mendengarkan apa yang Ayah katakan dan pastinya Ayah mengatakan itu bukan untuk Bang Naka saja melainkan untuk dirinya juga.
"Kal."
Jemarinya berhenti dilirik terakhir saat seseorang memanggilnya. dia menoleh kesamping dan mendapati perempuan berparas cantik dengan rambut tergerai memakai topi terbalik. Gayanya memang seperti tomboy tapi Heni seperti memiliki kepribadian ganda kadang feminim kadang tomboy hal itulah yang membuat Haikal menyukainya.
Haikal membalasnya dengan senyuman manis, sangat manis. senyum yang membuat siapapun candu dan terpikat.
"Udah lama dateng?" Heni mengangguk dia sudah lama berdiri didekat Haikal mendengarkan nyanyian merdu Haikal. dia sengaja tidak memanggilnya karena sepertinya Haikal begitu menghayati lagunya dengan memejamkan matanya.
"maaf yah aku nggak denger kamu manggil." Lelaki itu menggaruk kepalanya kikuk sementara perempuan itu tersenyum lalu duduk dikursih samping Haikal, "aku bawa burger kesukaan kamu." Yups dengan mengetahui makanan kesukaanya saja sudah membuat hati laki-laki itu terbang. Namun dirinya sedikit menelan ludah kala melihat sayur berwarna oren ditumpukan roti itu.
Heni membuka wadahnya lalu menyondorkanya pada Haikal mau tidak mau dia harus mau meskipun dia akan mendapat resiko setelahnya. Haikal menerimanya lalu melahapnya berpura-pura bahagia didepan orang yang dia sayang sudah dari cukup baginya.
Bagaikan menelan sebuah batu begitu susah payah Haikal menelan tomat-tomat yang mulai masuk kedalam mulut dan lambungnya yang sebentar lagi akan bergejolak hebat seperti gunung merapi yang akan mengeluarkan laharnya.
Tomat adalah hal yang paling Haikal hidari dan paling dia benci dia tidak bisa memakan tomat karena alergi, aneh bukan? Setiap kali dia membeli roti bundar bertumpuk menjadi satu dengan sebuah steak, ditemani dengan sayur dan tomat. sebut saja burger KW seberang jalan yang sering Rafa belikan untuknya.
dia akan mengamuk kalau Rafa sering lupa meminta pedangangnya untuk tidak menaroh tomat disana. resiko yang dia dapat adalah keringat dingin, perut, bergejolak dan mual itu yang akan didapat nantinya.
"Enak?"
"Enak banget, makasih yah jadi ngerepotin kamu."
"Nggak pa-pa gantian aja." Sedikit menuntut tawa Haikal membalasnya dengan kekehan kecil perempuan itu mengamati Haikal yang sepertinya berkeringat banyak, "pedes banget tah? Kok keringetan?" Haikal meletakan burger yang tinggal setengah itu ditempatnya dia segera mengelapi keringatnya yang beecucuran.
"gerah aja kali."
"Tapi kan hujan masa gerah sih, kamu sakit?"
"Nggak pa-pa mungkin karena ada kamu jadinya aku grogi makanya gerah." Dalam situasi seperti ini masih saja Haikal bergurau padahal dirinya sudah tidak tahan ingin kekamar mandi mengeluarkan apa yang dia telan barusan, "apaan sih." Ucap perempuan itu ketus dibuat-buat.
"nyanyiin aku satu lagu dong, udah lama aku nggak denger suara merdu kamu." Padahal dirinya setiap malam selalu mengirimkan rekam suara diwhattsap apakah dia tidak melihatnya, tentu saja tidak bahkan Heni tidak mendengarnya dan hanya membalas chat yang tengah dibahas tanpa membuka pesan suara itu. lagi Haikal mengangguk mengiyakan permintaanya, pesan dibales oleh Heni saja sudah seneng.
*****
Suara Haikal begitu tercekat agar tidak terdengar kala dia memuntahkan isi perutnya, tubuhnya lemas keringat dingin meluncur dari pelipisnya. Bahkan nafasnya juga begitu sesak seperti mencium bau kentut Adnan.
semua ini akibat dia memakan sesuatu yang tidak dia sukai. Memakan tomat yang ada diburger itu dia tidak bisa menyalahkan Heni karena mungkin saja Heni melupakan sesuatu yang Haikal tidak sukai. Meskipun dia sudah memberitahunya tentang itu namanya juga manusia kadang juga pelupa.
"Woy malika bukain cepetan gue kebelet boker nih, jangan ngehalu mulu lo di wc!!" Teriakan Adnan dari luar mampu dia dengar dengan jelas namun tubuhnya lemas untuk bergerak bahkan menggerakan bibirnyapun dia kaku.
Kali ini personil rumah sudah kembali satu lagi dan lengkap sudah 4 pandawa ibu kini Adnan telah kembali dari acara kunjungan industri selama lima hari.
"Haikal Alfahri!! Lo denger gue kagak sih udah gue bilang gue kebelet cepetan keluar ntar gue mirip kambingnya mang sholeh yang teleknya jatuh kemana-mana." Rasanya Haikal ingin menangis lebih kencang, menangis menahan rasa sakit dan sesak itu. Adnan yang mendengar isakan dari dalam merasa heran apa yang tengah terjadi dengan anak itu didalam.
"Kal, lo mewek? Kal bukain, kal." Bang Naka yang tengah hendak kedapurpun mendekat kearah Adnan yang sudah pincap-pincup menahan sesuatu dan sedari tadi berteriak kini berakhir memelan.
"Kenapa, Nan?"
"Itu Si Haikal dari tadi nggak nyaut-nyaut malah yang kedengeranya cuma suara dia lagi nyedot ingus." Bang Naka yang paham dengan Haikal karena pernah mendapati Haikal seperti ini saat dia sakit. bocah itu tidak berani bicara atau mengeluh tentang tubuhnya yang merasa sakit selain mengadu dengan tangisan. "Dobrak, Nan. urusan engsel biar abang yang benerin." Pinta Bang Naka heboh.
Adnan mengangguk dia juga berpikiran yang sama dengan Bang Naka. Adnan mendobrak pintu kamar mandinya begitu kuat karena proporsi tubuhnya. Pintu itu terbuka menampakan Haikal yang begitu malang tengah bersandari ditembok sebelah wc.
Adnan merasa kasihan dengannya meskipun bocah itu tengil dan bikin dia kesal seriby kesal tapi dia tetap adiknya. Bang naka menghampiri Haikal dan membantunya bangun dibantu dengan Adnan mereka membawa Haikal kedalam kamarnya, "Kal, kedokter yah?" Ajak Adnan berkacak pinggang menatap miris adiknya.
Haikal menggeleng dia takut jika nanti akan disuntik, "gue takut jarum suntik." Ucapnya meringis, Adnan memutar mata jengah bagaimana bisa anak segede haikal masih takut jarum suntik.
"Kal, lo nggak malu sama bocil. Badan lo gede masa takut sama jarum suntik yang kecil. kalo jarum suntik yang nunceb gue bisa patah tuh jarum." Ujar Adnan nyerocos, Haikal mengelap ingusnya menggunakan ujung kaos Adnan membuat pemiliknya menoyor kepala Haikal.
"itu mah lo, bokongnya dari batu. Dan tiap kali megang sesuatu selalu pake otot. Ngangkat kucing dari got aja lo bikin leher kucingnya kecengklak." Adnan menahan kegeramanya dengan Haikal yang selalu ada saja jawaban untuk mengajaknya berdebat.
Benar dengan apa yang dikatakan Rafa, Bang Haika itu jelmaan Ibu-Ibu karena nggak mau ngalah. Bang Naka hanya bisa menyimak kedua adiknya tengah adu mulut. Haikal memang selalu melupakan keadaannya yang tengah sakit untuk meladeni bacotan Adnan.
Meskipun begitu Bang Naka senang memiliki adik adik yang tidak mau saling merepotkan satu sama lain.
...
See you the next partHai hello anyeong!!! Gimana paginya?!! Bininya Haikal disini mau ngumumin klo part 11 tembus 100 aku doubel update insyaallah tpi🤣😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Haikal
Ficção GeralRumah singgah pun kalau tidak dijagai dengan baik dia akan runtuh, rumah singgah memang memberikan banyak kebahagiaan. Meskipun pada akhirnya kebahagiaan itu akan hilang. _Haikal Alfahri