02: Bahagia itu sederhana

210 30 5
                                    

"Katanya mau makan martabak kok kesini?" Heni menggaruk lehernya karena tujuan yang Haikal janjikan adalah makan martabak dijembatan dijembatan juga bukan dikolong jembatan tapi tempat tongkrongan anak muda yang namanya 'Jembatan night' dinamakan jembatan karena banyak yang jualan berbagai macam makanan disetiap jalannya yang begitu panjang. disana ada angkringan dan pedagang lainya, tapi mengapa dia membawanya dibawah pohon mangga.

"Kamu nggak bakal nyolong mangga malem-malem gini kan?" Heni turun dari atas boncengannya. Ia bertanya seperti itu karena pernah mergokin Haikal yang sudah duduk diatas pohon mangga saat malam minggu kemaren.

"Heh lo ngapain disitu? Maling mangga yah?"

"Iya, lo mau? Kalo mau sekalian gue ambilin. Lumayan buat rujakan besok?" Tawar Haikal, Heni lantas menggeleng mana mau dia menikmati makanan dari hasil mencuri.

padahal saat itu Haikal tengah mengambil sandalnya yang tersangkut diatas pohon mangga sepulang dari masjid, karena nolongin ngambil peci milik anak kecil yang tersangkut. setelah peci itu jatuh justru malah giliran sandalnya yang tersangkut. Jadi dengan susah payah dia harus manjat pohon mangga milik Pak rahmat yang terkenal mirip dengan tokoh pak ucok diserial kartun adit sopo jarwo.

"Nggak lah." Gadis itu memicingkan alisnya bingung, "terus?" Haikal menatapnya serius membuat Heni ikutan serius balik. "Kamu tau nggak kalo ada yang pernah tabrakan disini?" gadis itu mengangguk cepat sesekali mengusap tangannya yang merinding.

"Nah dibelakang kamu--" sengaja Haikal menjeda kalimatnya rasanya ia ingin tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah takut pacarnya, Heni takut untuk melihat meskipun hatinya ingin melihat. "Ihh, dibelakang ada apa?" Pintanya karena jantungnya sudah berdegup kencang, "dibelakang ada--- ada tukang sate, mau beli nggak?"

Plakk

Heni tak segan-segan memukul keras bahunya yang sudah tertawa dengan gurauan konyolnya, "Dahlah pundung." Sembari mengelus-elus bahunya Haikal turun dari motor pastinya tak henti tertawa, dia menggenggam tangan sang kasih. Dibawanya ketukang sate yang antriannya luman panjang.

"Udah makan sate dulu, mubazir malam minggunya dibuat cemberut." Heni mengomat-kamitkan mulutnya padahal dia sendiri yang telah membuatnya kesal, "Bang, sate 20 tusuk, nggak pake acar, makan disini." Pintanya dan diangguki oleh pedagangnya.

Heni masi pada posisinya diam menggolerkan kepalanya diatas meja, Haikal ikut-ikutan diam memandangi wajah sang kasih, tanpa hitungan detik Heni tertawa lelaki itu sudah menduga membuat Heni tertawa kembali itu mudah. Dia cukup menatap wajah pacarnya dengan senyum terbaiknya dan itu sudah ampuh membuatnya ikut tersenyum.

Entah kenapa setiap kali Heni merasa dongkol dengan melihat senyum Haikal Alfahri saja sudah membuat moodnya naik, seakan-akan dengan melihat senyum Haikal adalah obat terampuh baginya.

Beruntung sekali dia tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang ia berikan pada Haikal yang saat itu memintanya untuk diberi kesempatan agar dia bisa jadi pacarnya. Pasalnya Haikal tidak akan pernah menyerah sebelum mendapatkan hati seorang Heni meskipun kerap kali ditolak. Pada kesempatan terakhir yang diberikan, Haikal mencoba kembali menyatakan cintanya dan pastinya dengan perasaan terpaksa Heni menerimanya.

Namun, tak disangka perasaan yang dulunya terpaksa itu kini berubah menjadi perasaan yang tulus dan takut akan kehilangan. "Yang, kamu tau lagunya Virgon nggak?" Heni mengetuk-ngetuk dagunya berusaha berpikir, "Banyak Yang." Jawabnya.

"Kamu tau lagu bukti?" Haikal memilih untuk tidak terlalu membuatnya berpikir keras hanya karena lagu, "tau, cuma nggak hapal kalo kamu nyuruh aku nyanyi, emang kenapa." Haikal menyelipkan anak rambut Heni ditelinganya.

Diary HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang