04: Langit mendung

111 28 2
                                    


"Anyeong kleseo, Rapa jelek."

Rafa menoleh dan membalas sapaan Haikal dengan tatapan sinis, lalu kembali fokus pada tugas yang tengah dikerjakan. Haikal menggaruk lehernya tapi dia tidak diambil pusing soal adiknya yang selalu seperti itu, dia seperti tengah menyimpan dendam kesumat padanya. Haikal menghampiri Ibu yang tengah memasak sayur asem yang begitu menggodanya untuk segera makan.

"Abang, katanya nurunin Rafa dijalan?" Haikal menghentikan tangannya yang hendak memasukan tahu isi kedalam mulutnya, dia mengangguk-angguk mengetahui apa maksud tatapan Rafa tadi. dia menoleh bersamaan dengan Rafa yang juga menoleh kearahnya seolah-olah memberinya ejekan 'mampus lo bang, kena geprek sama Ibu' sekiranya seperti itulah yang Rafa katakan.

"Jadi gini bu, Abangkan mau ngeprint dulu berhubung sekolah Rafa jauh banget jadi Abang nggak mau nanti Rafa telat karena nungguin Abang ngeprint jadi abang nyuruh Rafa naik bus aja biar nggak telat." Memang Jurus andalan Haikal adalah mengeles tapi dia mengatakan itu bukan semata-mata dia ingin mendapat pujian tapi sebenarnya itu memang benar kenyataanya.

Haikal menurukan Rafa ditengah jalan karena dia lupa ngeprint makalahnya, jadi dia hendak pergi ketempat foto copy berhubung foto copynya kelewatan Haikalpun memilih nurunin Rafa pinggir jalan. dia nurunin Rafa pinggir jalan juga melihat situasi berhubung dua meter didepan ada halte jadi Haikal menurunkannya disana. Tidak apakan sesekali menyuruh anak mageran itu jalan kaki.

"Boong tuh Bu, Abang ngeles mulu kayak bajainya mang udin." Teriak Rafa dari ruang keluarga, "Diem lo!!" Balas Haikal tak kalah nyaring, Sementara Sang ibu menggeleng dengan kelakuan anak-anaknya. Dia tetap tenang mengaduk sayur asem dalam panci. "Udah Abang mandi terus kita makan, bentar lagi sayur asemnya mateng." Haikal memberi hormat dan melenggang pergi kekamar. Hari ini mereka akan makan bertiga saja dikarenakan Adnan tidak ada dirumah karena bocah itu tengah memiliki acara kampus sendiri, entah kapan akan pulangnya.

Di meja makan terlihat banyak makanan rumahan menggugah selera, tempe goreng kesukaan Rafa, Tahu isi kesukaan Haikal juga sambal terasi, ikan asin, sayur asem dan kerupuk udang sudah melambai untuk cepat disantap. Haikal menarik kursihnya kebelakang dia duduk berhadapan dengan Rafa yang masih belum mau bicara dengannya.

Dia menoleh kearah Ibu yang menatapnya lalu melirik kearah Rafa, "Ya udah, abang minta maaf." Rafa tetap diam menyeruput sayur asemnya, "Abang beliin carger baru buat kamu deh." Dengan sedikit berat hati Haikal menyogok Rafa supaya anak itu tidak ngambek padanya dan mau memaafkannya meskipun uang lima puluh ribunya harus melayang tapi demi adeknya dia tidak masalah.

"Sekarang tapi." Haikal tersenyum dan mengangguk. "Rafa maafin." Yang terpenting sudah dimaafkan meskipun uang hasil jaga warnetnya terbang, Haikal menunjukan wajah senang dibuat-buat. Padahal dalam hati ingin sekali mengumpati adeknya yang suka kompor. Kini dia tengah menggerutu entah sudah berpa kali Rafa berhasil memalakinya hari ini karena tadi pagi dia malak duapuluh ribu dan kini malak minta charger. "tadi kamu nggak telat kan kesekolahnya?" Tanya Haikal mengunyah makannanya, "nggak untung ada Kak heni." Anak itu tersedak tanpa alasan Kala Rafa menyebut Nama pacarnya.

"Heni?"

"Hmm."

******

Gemercik hujan malam ini membuatnya bergelung dengan selimut, suara gemuruh terdengar bahkan kilatan terlihat dari balik tirai jendela kamarnya. Dia bingung harus apa, bermain ponselpun tidak ada gunanya karena suara gemuruh. dia takut jika dirinya bermain ponsel maka dalam detik itu juga dia akan berubah gosong tersambar gledek. Lagian baterai ponselnya tersisa 15 persen lagi, carger miliknya tertinggal dikelas dan dia lupa membeli carger baru milik Rafa yang sudah dijanjikan dia malas keluar karena hujan disertai angin.

Diary HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang