7. She Know

31 2 0
                                    


"Lepas!" pekik Salwa karena William berusaha menahannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lepas!" pekik Salwa karena William berusaha menahannya. Pun Angga yang sudah menarik pinggangnya agar tidak menghimpit Sania.

Tenaganya kalah kuat dengan kedua cowok yang menahannya, dengan berat hati Salwa melepas tangannya dan menghempaskan diri sambil menangis. Dia memekik keras, melepaskan kekesalannya yang tidak berhasil menyingkirkan Sania meski dia tidak yakin itu akan terjadi.

Sania sesak napas, William membantunya untuk duduk dan membawa gadis itu bersandar di dadanya. Dia menggelengkan kepala melihat tingkah Salwa.

"Lo gila, Wa? Yang lo lakuin barusan bisa bunuh Sania!" William berteriak.

Salwa tidak menjawab, dia menutup wajahnya dengan tangan. Penampilannya sekarang tidak bisa dikatakan baik-baik saja, maka dari itu Angga memeluk gadis itu.

"Gue harus lapor ke guru, lo benar-benar keterlaluan!" William berdiri dia ingin keluar namun di tahan oleh Angga.

"Jangan..." Angga menggelengkan kepalanya. "Salwa bisa bermasalah," jelasnya.

"Dia emang udah bermasalah, kalau dibiarin bukan Sania aja yang jadi korban, Aluna dan lainnya juga akan jadi korban." William berkata dengan nada tinggi. "Apa yang salah sama lo, sih, Wa? Hanya karena nilai?"

William kembali berjalan, namun suara Sania menghentikannya.

"Kalau lo mau bunuh gue, lo bisa lakuin kok, Wa."

William menoleh. "Sania?!"

Sania bergeser ke dekat Salwa, dia meraih tangan Salwa yang menutup wajahnya dan Angga terpaksa mundur melepas pelukannya dari Salwa. "Lo bisa bunuh gue kaya tadi," katanya.

"Salwa ... jangan ... lo belum pernah bunuh orang, bahkan serangga aja lo ga bisa bunuh." Angga yang jadi panas dingin.

Salwa mengigit bibir bawahnya. "Lo emang pantas mati!" Dia berkata dengan suara bergetar.

"Iya ... gue tahu pasti. Silahkan," kata Sania dengan suara penuh keikhlasan.

"Sania!" panggil William. "Salwa! JANGAN GILA!"

"Bukan karena nilai 'kan?" tanya Sania lirih. "Tapi karena ayah kita."

William dan Angga terdiam. 'Ayah kita'?

"Lo pasti pengen banget bunuh gue karena gue adalah anak dari ayah lo juga 'kan? Orang yang paling lo benci di dunia ternyata adalah saudara lo sendiri." Sania berkata lirih sambil terus megarahkan tangan Salwa pada lehernya.

"Wa?" Angga tidak percaya dengan yang di dengarnya. Begitu juga dengan Salwa yang tidak mengira jika Sania tahu bahwa dia adalah anak ayahnya juga.

Salwa bangkit berdiri sambil membuang napas kasar, sejenak menatap Sania dengan tatapan kebencian juga kasihan. Tidak lama setelah itu dia keluar dari laboratorium dengan tangis hebat.

Iam Sorry [selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang