29. Iam Not Losser
Selamat Membaca
***
Liona tidak dapat menahan malunya saat menyaksikan berita di televisi yang memberitakan papinya. Dia berlari ke dalam kamar menyembunyikan wajahnya karena sangat malu. Teringat kala itu dengan bangganya mengejek ayah Salwa dan Sania yang sebenarnya adalah korban dan kelakuan ayahnya.
"Mami ... Lio ga pernah nyangka kalau papi begini," desisnya.
Perlahan semua yang dikatakan baik oleh Salwa ataupun Sania melintas di kepalanya. Tentang pelecehan, kecelakaan Salwa dan mobil kesayangannya yang mendadak di jual oleh Leo.
Liona teringat pada sebuah flashdisk yang diberikan William beberapa hari lalu. Dia sama sekali belum membuka isi dari benda itu, kini dia berniat untuk melihatnya.
Mata gadis itu terbelalak, dia melihat semua bukti yang berkaitan dengan Leo. Ada bukti, foto dan rekaman cctv yang membuktikan bahwa pelaku sebenarnya adalah papinya.
"Jadi ini alasan Will?" tanya Liona bertanya pada dirinya sendiri.
Dia menangis, menyesali semua perbuatannya. Adapun mengapa dirinya menganggu dua saudara itu adalah karena ingin melampiaskan kemarahannya yang dituntut sempurna oleh Leo.
Tapi dia tidak pernah tahu, orang yang menuntutnya untuk sempurna malah berperilaku begini.
"Haruskah aku membenci papi?"
***Di sekolah, yang biasanya kedatangan Liona disambut hangat oleh seluruh warga kini malah mendapatkan tatapan sinis. Bahkan dia bisa mendengar bisik-bisik yang mengatakan dia tidak punya malu. Dia masih dengan percaya diri datang ke sekolah setelah apa yang dilakukan papinya.
Aluna, meski dia sempat di khianati tapi baginya Liona tetap sahabatnya. Oleh karena itu, Aluna datang menghampiri Liona yang berjalan tertatih. Dia membawa Liona ke dalam kelas meski mendapat tatapan sinis dari orang-orang.
"Apa?!" tantang Aluna.
"Sebelum tahu Liona kaya gini kalian sanjung-sanjung dia, sekarang pas udah tahu, kalian injak! Kalian ga punya otak!" omel Aluna. "Ayo, Liona. Ga usah pedulikan mereka!"
Aluna tersulut emosi, dia tidak suka dengan sifat orang-orang ini. Dia berjalan cepat, berusaha mengabaikan bisik-bisik yang di dengarnya.
Mereka berselisih dengan Sania dan Salwa, Liona yang malu malah menundukkan kepalanya. Sedangkan Aluna merasa serba salah, di satu sisi Sania adalah sahabatnya tapi Liona juga.
Sania tersenyum namun senyuman itu seakan menguliti Liona hidup-hidup. "Sekarang terbukti, kan?" ujar Sania kurang ajar.
Salwa tertawa kecil, dia menarik tangan Sania agar segera jauh dari sana. Tapi Sania malah menahan diri.
"Gue tunggu taruhan Lo sama Salwa," ujar Sania. "Harus sportif dong."
Salwa lagi-lagi tertawa, bukan karena Liona tapi karena orang yang kini berada di sampingnya. Mengapa kini malah Sania yang kurang ajar, bukan dirinya.
***
Angga berlari mendatangi Salwa dan Sania yang duduk di taman. Dia membawa dua buah es krim dan memberikan pada gadis tersebut.
"Wuah ... rasanya mata gue sakit. Kalian akur, jalan berdua, duduk berdua?" Angga geleng-geleng kepala.
"Be quite!" Salwa menendang tulang kering Angga hingga cowok itu meringis kesakitan.
"Sumpah, pemandangan ini benar-benar asing. Gue masih belum terbiasa melihat kalian jalan berdua." Angga masih membahasnya.
"Angga ... please, deh!" Sania jadi malu. Sebenarnya dia senang, ini adalah impiannya, sejak mengetahui bahwa Salwa adalah saudaranya dia ingin berdamai dan bersahabat dengan gadis ini. Tapi tidak dengan Salwa.
Sambil terus meledek, mereka melihat William yang berjalan sendirian. Sania melirik, namun dia kembali mengabaikan. Sedangkan Salwa masih menatap cowok itu sampai hilang dari pandangannya.
"Hmm ... kelar masalah ayah kalian, kini masalah William." Angga menyeletuk.
"Kenapa dia?" Salwa jadi sensitif.
"Sampai kapan sih mau marahan sama Will, kalau bukan karena dia, kita ga akan berhasil nangkap pak Leo. Dan ... dia sama Liona tu udah ga tunangan lagi." Angga menjelaskan.
Sania tersenyum. "Gue ... gue udah ga suka lagi sama Will."
Salwa langsung menoleh.
"Maybe ... gue harus fokus belajar biar lulus di univ impian. Will bakalan ganggu pikiran gue." Sania mengatakan alasannya.
Mendengar itu Salwa berdecak kesal. "Gue harus datangi Liona buat nagih taruhannya." Dan dia berdiri setelah es krimnya habis, lalu mulai meninggalkan taman.
"Wawa ... Lo serius?!" tanya Angga. "Gue ikut, mau cuci mata!"Sania kesal, dia menjewer telinga Angga begitu membayangkan Angga melihat Liona bertelanjang di seluruh sekolah.
***Liona menatap orang-orang yang sudah mengelilinginya, semua orang tahu akan taruhannya. Dan untuk menunjukkan bahwa dia tidak lari dari tanggung jawab, Liona memenuhinya.
Dia mulai melepas kemeja yang digunakannya. Beruntung Liona mengenakan kaos di dalamnya. Hal itu membuat semua orang deg-degan, siapa yang menyangka kalau Liona benar akan melakukannya.
William melihatnya, dia ingin sekali melindungi tapi itu akan membuat Salwa kecewa. Namun melihat tampang Liona dia merasa kasihan, walaupun begitu Liona sama sekali tidak tahu menahu akan perilaku Leo.
Akhirnya William mendekat, dia memungut kemeja Liona yang sudah jatuh di lantai. "Liona..."
Salwa juga baru datang bersamaan dengan William mendekati Liona yang telah di kelilingi. Melihatnya gadis itu, William meraih tangan Salwa.
"Wa ... Lo tega sama Liona?"
Salwa menghempas tangan William dengan keras. Dia menatap sengit pertanda bahwa cowok itu tidak perlu ikut campur.
"Mana taruhannya, lama banget!"
"Ga sabar lihat dia..."
"Ayo, buktiin kalau Lo emang sportif!"
Liona mulai melepas rok nya, namun kala itu juga Salwa datang dan kembali merekatkan resletingnya.
"Are you crazy?" tanya Salwa. "You're seriously going to be naked here?"
Liona mengangguk, dia kembali melepas.
"Ga perlu, ini taruhan Lo sama gue. Gue ... gue maafin semuanya dan Lo ga perlu kaya gini." Salwa merebut kemeja yang ada di tangan William. Dia memasangkan kembali pada Liona.
"Lo ... ga perlu memenuhi taruhannya."
Salwa menatap semua orang yang tampak kecewa. "Apa?! Bubar ga?!"
William ikut membubarkan, dia mengosongkan tempat itu. Sedang Salwa membawa Liona ke tempat yang lebih sepi.
"Iam sorry, Wa." Liona menangis hebat, dia memeluk Salwa.
"It's okay, gue udah maafin. Sedari awal gue cuma nantang. Gue ga pernah pengin Lo benaran lakuin." Salwa kembali memeluk Liona.
"Maafin papi gue, Wa. Maafin gue."
"Iya." Salwa mengusap punggung Liona.
Tidak lama setelah itu Sania datang, dia memberikan senyuman lebar. "Lo orang baik, Wa."
Salwa melepas pelukannya. "Minta maaf juga sama Sania, pak Herman juga ayahnya dia."
***
lega juga akhirnya mereka berdamai
KAMU SEDANG MEMBACA
Iam Sorry [selesai]✓
Mistério / Suspense"Gue anak yang lahir karena cinta, tapi lo ... you are just a child born from your parents' arranged marriage." Ketika dua saudara tiri yang saling membenci harus bekerja sama untuk mengungkapkan kejanggalan kematian ayah mereka. Dan saat itu merek...