Selamat membaca dan semoga suka
***
Salwa sudah selesai dalam penanganan, para wali sudah dibolehkan masuk ke ruangannya. Dahlia sengaja memesan kamar vvip untuknya agar lebih aman. Yuri sangat bersyukur dengan kemurahan hati mertuanya ini, jika tidak mungkin anaknya akan di rawat di ruangan biasa.
Wanita tua itu menatap Salwa yang masih memejamkan mata, dia kembali teringat dengan perkataan dokter tadi. Tidak ada yang serius akibat tabrakan itu, hanya saja kepalanyanya terbentur begitu keras. Mungkin akan mempengaruhi dalam kemampuannya.
Seharusnya Dahlia senang jika nanti kepintaran Salwa akan menurun, karena selama ini dia menginginkan Sania yang berada di nomor satu. Tapi sejak kematian Herman, dia merasa khawatir. Dia takut kepintaran yang telah diturunkan oleh anaknya tidak lagi berjalan seperti biasanya.
Dahlia tahu dengan jelas, apa saja yang sudah dilakukan Salwa dan Sania selama ini. Melihat keberanian dan semangat gadis itu membuatnya perlahan luluh. Mungkin dia akan bisa memaafkan Yuri yang mana dia adalah anak dari kekasihnya yang berselingkuh dulu.
“Ma … mama boleh pulang, biar Naina dan Yuri yang jagain Salwa sampai siuman.” Naina memegang pundak Dahlia membuatnya terlonjak kaget.
“K-kenapa?” tanya Dahlia.
“Mama tampak lelah, atau mau Naina antar pulang?” tanya Naina.
Dahlia melirik Yuri yang melihatnya takut-takut. “Begitu dia siuman, kabari saya. Saya pulang dulu. Kamu juga pulang, Naina.” Wanita itu memberi perintah. “Kamu juga,” tambahnya merujuk pada Yuri.
Yuri menoleh, dia tidak mengerti.
“Sania saja yang jagain, kamu istirahatlah,” putus Dahlia setelahnya. “Mata kamu sudah cekung, butuh istirahat.”
Yuri speechless, dia tidak menyangka Dahlia memperhatikannya. Namun mana mungkin dia mematuhi perintah Dahlia sedangkan anaknya belum sadar. Dia ingin menjadi orang pertama yang dilihat anaknya begitu membuka mata.
“Saya ga pulang, bu. Saya disini saja, Salwa pasti ingin bundanya yang menjaga.” Yuri menjawab dengan jujur.
“Yaudah, kamu makan dulu. Biar Sania yang menjaganya,” kata Dahlia kemudian.
***
Sania dan Angga berada di ruangan Salwa, ini sudah empat jam sejak penanganan tapi dia masih belum sadar. Membuat keduanya khawatir akan hal itu.
Pintu ruangan terbuka, William datang dengan napas terengah-engah. Begitu mendapat kabar dari Angga, dia segera datang dan berusaha mencari ruangan satu persatu. Angga juga salah, dia tidak mengatakan dimana ruangan pastinya.
“Sorry, Will. Gue juga ga tahu kalau Wawa dipindahi ke vvip,” katan Angga menyesali perbuatannya.
William mengangguk. Dia menyapu keringat yang mengalir di dahinya, wajahnya berubah jadi sendu melihat Salwa yang selalu memberikan tatapan nyalang kini malah menutup mata. Dengan perlahan, dia mendekat ke arah Salwa dan membelai rambutnya.
“Sorry … I come to late,” katanya.
Sania menatap William tidak percaya, baru kali ini dia melihat tampak begitu khawatir. Ada rasa cemburu membuncah di dalam dada, perlahan Sania menyadari bahwa William ternyata tidak ada rasa padanya. Adapun selama ini cowok itu selalu membelanya dari pada Salwa adalah bentuk kepeduliannya pada Salwa agar tidak berkasus dengan guru.
“Maaf untuk semuanya, Wa.” Dan kini William menggenggam tangannya. “Gue yakin, setelah ini lo bakalan lebih marah sama gue. Iam sorry.”
Ada yang menusuk jantung Sania, dia merasakan penolakan hanya dari melihat gesture William. Tanpa bertanya dia sudah bisa menebaknya, William sama sekali tidak menyukainya tapi Salwa. Dari pada merasakan sakit, tanpa berpamitan Sania keluar dari kamar. Dia menyesal mengikuti saran neneknya untuk menjaga Salwa, karena kini dia menyaksikan pemandangan yang menyesakkan dada. Angga merasa tidak enak, dia ikut keluar menyusul Sania. Meninggalkan William dan Salwa yang masih memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iam Sorry [selesai]✓
Mistério / Suspense"Gue anak yang lahir karena cinta, tapi lo ... you are just a child born from your parents' arranged marriage." Ketika dua saudara tiri yang saling membenci harus bekerja sama untuk mengungkapkan kejanggalan kematian ayah mereka. Dan saat itu merek...