[32] a safe place

5.1K 282 221
                                    

"DIA masih suka hubungin kamu?"

Ting! Tere buru-buru mengenakan sarung tangan oven ketika dentingnya menandakan suhu alat mencapai 170 derajat. Kulit pai tersimpan di sana. Tere mengatur waktu pemanggangan selama lima belas menit. Dari instruksi yang Tere tonton di YouTube, kulit pai haruslah berwarna kuning keemasan sebelum menuangkan vla stroberi ke atasnya.

"Aku ingat, deh, kamu belum pernah cerita ke aku gimana kamu bisa kenal Yasser," kata Tere, menanggapi pertanyaan Khaw.

Di sofa tempatnya berbaring, Khaw mendongak bersama Tos yang mencerut di dadanya. Khaw tersenyum. Dia senang dapur apartemennya memiliki alasan untuk difungsikan. Pemandangan yang lebih menakjubkan, bidadarinya orang pertama yang berada di sana—mungkin akan menjadi satu-satunya dan selamanya.

Tere bilang, setelah menghilang secara misterius, Yasser Alatas tetiba mengirim pesan padanya. Pemuda itu tidak mengatakan apa-apa selain menanyakan kabar. Yasser bahkan tak sedikit pun menyinggung lenyapnya eksistensinya selama dua bulan terakhir. Sedikitnya Tere mengendus keganjilan. Apalagi melihat bagaimana respons kekasihnya.

Khaw melangkah menuju dapur. Dia memeluk Tere yang tampak cantik sekaligus seksi menggunakan apron. "Aku kenal siapa pun yang aku mau, Sunshine." Khaw mengendus dalam-dalam. Khaw menyukai Tere yang beraroma cokelat, tetapi dia juga tak menolak jika diberi Tere dengan wewangian segarnya stroberi bercampur manisnya pai.

"Bentar dulu, Hon. Ini kalau strawberry pie-nya gosong, gimana?"

"Nggak papa. Bisa beli aja."

Tere tidak menolak ketika Khaw memampatkannya ke meja pantri. Khaw terkagum-kagum. Tere dengan rambut dikepang satu membuatnya tampak jauh lebih muda. Namun, saat tangan Khaw menyusup ke balik apronnya—Tere bisa membaca isi kepala gadisnya, dia refleks mengeplak lengan Khaw. Sudah pasti Khaw tak jauh-jauh dari yang satu itu.

"Ouch, galak amat."

"Tangannya, ya, tolong dikondisikan." Tere memberengut. "Lagian, nggak ada beli-beli. Aku, kan, udah bilang mau buatin buat kamu. A special order from the deepest heart."

"Yah, abis, gegara strawberry pie kamunya jadi cuekin aku."

"Sama pie aja cemburu!"

"Timbang kamu, cemburunya sama Tos." Mendengar namanya disebut, sang kucing kelabu mengeong. Khaw hafal jenisnya. Tos sama saja dengan pacar cantiknya. Sama-sama suka mencari perhatian. "Bentar dulu, Tos. Mimom kamu lagi perlu dibujuk, nih," Khaw berkata pada Tos, tetapi sengaja di hadapan Tere.

Tere memutar mata. Dia dan Khaw berdiri berhadap-hadapan. "Nuduh!" Tere menjulurkan lidah. "Gimana ceritanya ibu cemburu sama anaknya sendiri? Nggaklah."

"Iya, iya ..., si paling nggak cemburu." Khaw menyergap Tere sebelum perempuan itu menjauh darinya. "Janji, ya, cuma satu loyang? Setelah yang ini beres waktunya kamu cuma buat aku. Janji?" Khaw mengacungkan jari manisnya.

Tere tertawa. Kadang-kadang dia lupa sang kekasih terpaut usia tujuh tahun lebih muda darinya. "Iyaaa, janji, Honey. Tapi, kamu juga janji. Tos-nya jauh-jauh dulu. Aku lagi pengin kangen-kangenan berdua aja sama kamu."

Khaw berdiri tegap, tangannya membentuk sikap hormat. Gestur Khaw memancing gelak kekasihnya. Namun, itu sesaat sebelum Khaw mengibrit dan meledek Tere dengan kalimat, "Tos, Mimom cemburu, nih, Pipop lebih sayang kamu. Ayo, lari, Tos, lari. Sebelum kita dapat cubitan mautnya Mimom."

"Iiih, KHAW, TOS!"



Pipop dan Mimom.

Sepasang panggilan itu berawal dari pelesetan. Papi dan Mami. Tere iseng menceletuk saat menilik keakraban Khaw dan Tos. Dalam beberapa akhir pekan, Tere kerap menginap di apartemen sang kekasih. Sepanjang itu tak terhitung dia menyaksikan kemanjaan kucing ras Russian blue satu itu. Tos senang sekali melengkur di pelukan Khaw. Persis seperti anak pada orangtuanya.

Too Good To Be TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang