[33] someone gets sick

3K 278 196
                                    

AWAL Desember dimulai dengan tidak begitu baik.

Tere melangkah berhati-hati, sebisa mungkin menghindari genangan. Di depan pintu lobi, Tere menepuk-nepuk rok berpotongan fishtail-nya. Perempuan itu merapikan kuciran rambut sebelum menghampiri meja resepsionis.

Dari gadis muda penuh senyum Tere diberi tahu kekasihnya tidak berada di kantor. Khaw sedang mendampingi Setiyo untuk pertemuan bisnis. Kemungkinan besar mereka juga melanjutkan dengan makan siang bersama. Nyaris saja Tere memutuskan pulang kalau tidak disambungkan langsung ke sekretaris pribadi Khaw.

"Bubos lagi keluar bareng Pak Tiyo, Bu," ujar Oyis setelah mampu menguasai diri.

Bukan hanya karena ini adalah pertemuan pertama mereka usai Khaw dan Tere terlibat hubungan romantis, tetapi juga betapa memukaunya penampilan Tere. Tere mengenakan atasan pas badan berbahan rajut dengan pundak terbuka. Perpaduan warna hitam dan maroon fishtail skirt kian disempurnakan wide belt dan beige stiletto 10 sentimeter.

Pantas aja Bubos tergila-gila. Oyis tersenyum penuh arti. "Mau kopi, teh, atau limun, Bu?"

"Air putih aja, Yis. Terima kasih."

Sepeninggalan Oyis barulah Tere mengamati sekitar. Kamar kerja Khaw sepenuhnya berbeda dengan ketika Kara menempati. Seisi ruangan dirombak habis. Seperti yang Tere duga, Khaw memilih tema desain kontemporer. Lantai marmer, perpaduan warna kayu, dan pencahayaan yang hangat.

Meja kerjanya dilengkapi kursi kulit super empuk. Di bagian luar diletakkan sepasang sofa tunggal minimalis, dan di belakang Khaw duduk, beberapa jilid buku tersusun rapi di atas rak menggantung—yang menghuni satu dinding khusus. Bergeser ke sisi kanan, jendela kaca besar memampangkan pemandangan Kota Surabaya. Di area depan seperangkat chesterfield sofa berwarna gelap, sudah pasti Khaw menerima tamunya di sana.

Tere sendiri diminta menunggu di sisi sebelah kiri, pada sectional sofa berwarna kelabu. Ditata menyerupai huruf U sekatan satu itu terkesan lebih privasi. Bukan cuma karena posisinya yang menganjur ke dalam, tetapi dindingnya menghalangi penglihatan siapa pun yang datang dari arah pintu. Belakangan Tere mengetahui pintu tanpa tangkai di belakangnya, yang menyaru dengan dinding, menggiring ke ruangan lain.

"Bubos tahu Bu Tere kemari?"

Tere menggeleng. "Tadinya mau kasih surprise. Khaw nggak bilang hari ini ada meeting sama Om Tiyo."

"Dadakan, Bu. Kolega Pak Tiyo dari Jakarta. Bubos diminta langsung untuk menemani."

Rasa-rasanya Tere tak perlu bertanya. Dari bagaimana sambutan Oyis, Tere bisa menebak perempuan itu salah satu orang selain Agus yang mengetahui hubungan dia dan atasan mereka. Yang mengusik Tere justru kesetiaan keduanya. Entah apa yang Khaw lakukan, tetapi berbulan-bulan sudah berita serta rahasianya dan Khaw masih tersimpan rapat dan rapi. Kara maupun keluarga Tirtadjaya belum juga mengetahui.

"Bakal lama nggak baliknya?"

"Perginya sekitar dua-tiga jam yang lalu, Bu." Oyis menilik arlojinya. "Seharusnya nggak lama lagi. Atau, Bu Tere mau saya hubungi Bubos? Menginfo ada tamu yang menunggu?"

Tere lekas menegah. "That's okay, Yis. Let surprises remain surprises."



Khaw mengiringi sang ayah sampai ke ruang kerjanya.

Dia berdiri takzim sementara Setiyo duduk di sofa. Dirasa tepat mengajukan pertanyaan, Khaw buka suara. "Ada lagi yang Papi perlu ke saya?"

Too Good To Be TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang