[36] our hide and seek

2.9K 290 246
                                    

TERE merapikan headband scarf-nya untuk kali terakhir sebelum keluar dari wardrobe room. Perempuan itu hanya bisa berdecak sebal mendapati kekasihnya belum juga beranjak dari tempat tidur.

"Sayang, bangun, dong."

"Mmm."

Sepasang flat shoes berwarna shocking pink, yang tampak kontras dengan gaun putih santai berpotongan spaghetti strap, kian mempercantik tungkai jenjang Tere. Dia berhenti di sisi ranjang dan duduk di sana. "Khawidra ..., ayo, dong."

"Bodo! Nggak dengar." Sahutan Khaw teredam selimut yang menutupi kepalanya.

Tere terkekeh tanpa suara. Sudah pasti Khaw tidak suka. "Sayang, bangun. Udah jam berapa?" Tere mengusap lembut. Kali itu tak ada tanggapan. "Aku jalan sekarang, ya."

Cepat-cepat, Khaw menyibak selimut. Bibir sang gadis cemberut. Khaw tak peduli dirinya selayaknya anak kecil. Sejak semalam dia berusaha membujuk, tetapi Tere tetap saja bersikeras dengan keinginannya. "Bunda udah di mana?"

"Harusnya, sih, kalau aku jalan sekarang bakalan tepat waktu sampai di stasiun," kata Tere sembari memandangi arloji di pergelangan tangannya.

"Kiss." Khaw memanyunkan bibir dan Tere menyambut persis seperti maunya.

"Udah, ya. Mandi, gih."

"Peluk duluuu." Sang gadis muda melebarkan tangan dan perempuan yang jauh lebih dewasa hanya bisa geleng-geleng kepala. Tere tak mengerti mengapa Khaw bisa semanja ini padahal mereka hanya berpisah sebentar. "Kayaknya cuma aku yang keberatan jauh-jauhan dari kamu."

"Jauh-jauhan apa, coba?" Tere menjawil hidung mancung Khaw. "Kamu nggak lupa, kan, janji sama Oma jam berapa? Ayo, dong. Nanti kamunya paling telat sendiri, lho."

Khaw mendengkus. Dia sudah punya rencana untuk new year's eve mereka. Hanya ada Khaw dan Tere. Kenyataannya Tirtadjaya memiliki agenda lain. Perayaan tahunan keluarga, yang biasanya bisa Khaw abaikan dengan alasan tak pulang ke Indonesia. Kali ini sedikit berbeda. Tere kekasihnya dan sepanjang hidupnya Tere tak pernah melewati malam pergantian tahun tanpa Kara di sisinya.

Titik. Pembahasan selesai sampai di situ.

"Hhh. Aku nggak tahu mau senang atau sedih kamu sedekat ini sama keluargaku."

Seperti halnya semalam, Tere lagi-lagi terbahak. "Kita udah obrolin ini, Hon. Just get up and go take a shower. Come on."

Khaw menjatuhkan punggungnya di kepala ranjang. "Iya," katanya, malas-malasan.

Tere menggeleng lagi. Perempuan itu merapatkan posisi duduknya. Tangannya menangkup sebelah pipi Khaw. "Cuma semalam, Sayang. Besok kita lakukan sesuai rencana kamu. Yah? Aku cuma minta ini."

"Oke."

"Good girl."

Khaw memutar mata. "Kamu hati-hati. Kabarin kalau udah sampai stasiun."

Tere mengacungkan jempol. Bersama handbag di tangannya Tere melenggang keluar. Belum sempat sepersekian menit pintu yang menelan bayangannya kembali memunculkan sosok perempuan itu. Tere bersedekap dan mendelik tajam.

"Kenapa, Sunshine? Ada yang—"

"Mandi!"



Khaw menyemprot parfum beraroma segar di pergelangan tangan dan belakang telinga. Hari ini dia mengenakan kamisol hitam dan trouser shorts berwarna beige—senada dengan kardigannya. Khaw tidak memakai luaran berbahan rajutnya dan hanya menyampirkannya di lengan.

Too Good To Be TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang