[46] (not) a family vacation

1.9K 251 93
                                    

MEWAHNYA mansion Bvlgari Resort Bali tak dapat memperbaiki suasana hati Khaw.

Tirtadjaya tidak pernah main-main. Apalagi Tirtadjaya yang dikombinasi dengan Hanenda. Bangunan eksklusif berdesain kontemporer menawan, lahir dari perpaduan kebudayaan Bali tradisional dan gaya Italia yang superior, hanyalah satu dari banyak hal yang bisa dua pembesar itu dapatkan dalam satu genggaman.

Namun, Khaw tidak peduli. Sama sekali.

Setelah orang suruhan ayahnya memberi tahu kamar mana yang bisa dia tempati selama dua hari berlibur di Bali, Khaw segera melarikan diri. Dia beralasan butuh istirahat sebelum jamuan makan malam. Keluarga Hanenda sendiri belum tiba. Namun, sejak dua jam lalu Aji tak berhenti merecoki kotak masuk WhatsApp-nya. Ada saja yang pemuda itu bicarakan.

Khaw mengempaskan punggung ke tempat tidur. Dia mengesah. Perempuan itu menggapai ponsel pribadinya. Harapan Khaw masih belum terwujud. Tere terlalu asyik bersama Kara sampai-sampai mengabaikan kekasihnya. Entah Khaw harus bersyukur atau sebaliknya, kakak satu-satunya itu benar-benar memblokir Tere hanya untuknya seorang.

Sebelumnya Tere sepakat duduk bersama Khaw selama jet pribadi Tirtadjaya mengangkasa menuju Pulau Dewata. Namun, Kara tiba-tiba datang. Dia bahkan dengan santainya menyingkirkan Pras. Khaw tidak punya pilihan selain duduk sendirian dan berpura-pura tenggelam dalam iPad-nya.

Dilihat-lihat juga hanya dia yang keberatan. Setiyo dan Alisha bersisian entah sibuk membicarakan apa. Oma ditemani Martha, yang tak pernah beranjak dari sisinya. Bahkan, Pras tampak sangat anteng. Sepertinya kakak iparnya itu lebih senang dibiarkan seorang diri daripada harus bersebelahan dengan istri dan putrinya.


[Khaw] Sayang,

[Khaw] Mau aku yang ke kamar kamu,

[Khaw] Atau, kamu yang ke kamar aku?


Khaw menggeram. Gadis itu menelungkup dan memekik frustrasi.

"Oh, Martha!" Benar. Khaw seolah mendapat ide cemerlang.

Kalau Tere nggak mau ke sini, aku yang memaksa untuk ada di sana.



Tere asyik bersenandung sembari membersihkan riasan wajahnya. Perempuan itu mengamati keriput di bawah mata dan menggerutu karenanya. Dia harus segera membuat janji dengan dokter kecantikannya. Sepulang dari Bali, deh. Bukan sekadar risiko punya kekasih tujuh tahun lebih muda, tetapi Tere melakukannya lebih-lebih untuk dirinya sendiri.

Eh? Kening Tere mengerut. Perempuan itu bersiaga. Dia tak mungkin salah dengar. Ada seseorang yang baru saja menyelinap ke kamarnya. Tere mengedarkan pandangan, mencari benda apa pun yang bisa melindunginya. Dia menyesal meninggalkan ponsel di ranjang. Paling tidak Tere bisa menghubungi Khaw, atau Kara, kalau-kalau si penyusup bertindak macam-macam.

Shit, nggak ada apa-apa lagi. Dengan terpaksa Tere mengambil handuk dan menggulungnya. Mungkin tidak sampai melukai, tetapi setidaknya bisa menjadi senjata untuk mengalihkan. Tere secepatnya harus kabur ke luar. Ke mana saja. Dia yakin anggota keluarga Tirtadjaya tak akan tinggal diam. Tsk, resort mewah, tapi keamanannya nol besar.

"Ouch, Sayang! Kamu ngapain?" Penyusup manis itu rupanya adalah kekasihnya. Khaw berusaha menangkap tangan Tere, tetapi Tere terlalu membabi buta. Tidak ada pilihan selain menangkis dan melindungi area kepalanya. "Tere, please, it's me. Your girlfriend."

Too Good To Be TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang