Tanya

347 29 0
                                    



"Sosmed gimana Ren?" tanyaku pada Rendy yang sedang sibuk memberi varnis di lukisan untuk finishing sebelum dipajang.

Setelah pulang dari basecamp we care, aku langsung ke galeri. Awalnya mau ambil alat lukis saja terus pulang, tapi stool di kitchen bar galeri lantai bawah ini melambai-lambai untuk bersantai sejenak. Rasanya baru seminggu meninggalkan galeri sekaligus rumah ini, aku sudah kangen maksimal. Akhirnya aku membuat kopi dan menikmatinya sambil melihat teman-teman seniman sedang berkarya.

Sore ini galeri tidak terlalu ramai, hanya ada Rendy dan tiga orang yang sedang asyik dengan canvas serta imajinasi mereka masing-masing. Kadang juga obrolan dan candaan random terlontar diantara kami di galeri ini.

Rendy menghampiri dan duduk di sebelahku. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan memperlihatkan padaku sesuatu. "Tahu gak? Gara-gara bikin konten di sosmed, lukisan Mean di tawar puluhan juta sama sultan Kalimantan." katanya.

Sebenarnya Rendy sudah mengabariku hal ini saat aku dan Kelana honeymoon kemarin. Namun keterkejutanku masih heboh. Tetap saja, Ini kabar yang menggembirakan bukan? Aku membelakakkan mata dan melihat lukisan Mean beraliran surealis itu terposting cantik di feed instagram. Tidak heran jika ada yang menawarnya dengan nilai fantastis. Jackpot.

"Wihh!! Keren banget. Emaknya auto minta liburan itu."

Rendy terbahak. "Bukan lagi. Emaknya kemarin kesini bawain setumpeng nasi kuning. Syukuran katanya. Lumayan kan makan gratis."

Sudah bukan cerita rahasia lagi, jika teman-teman yang memutuskan berkarya di galeri ini, kebanyakan mereka punya cerita seperti; tidak punya tempat yang nyaman, bahkan rumah mereka sekalipun. Mereka sering diremehkan dan direndahkan oleh orang terdekat karena dianggap kerjaannya hanya gambar gambar dan gambar. Padahal orang-orang itu tidak tahu saja, sekalinya karya mereka ditawar, rumah juga kebeli, tanah suci juga disambangi. Sekalinya masuk pameran, semua orang juga pasti bangga.

Jadi mendengar kabar baik ini, aku turut senang. Seniman itu bukannya tidak punya masa depan cerah. Mereka punya, tergantung tingkat konsistensi dan pengembangan skill saja. Semua tetap punya peluang yang sama untuk berhasil.

"Kita perlu Up terus Ren karya mereka. Siapa tahu mereka dapet opportunity. Bentar lagi kan mau ada Indonesian art exhibition (IAE) tuh, siapa tahu salah satu karya mereka mejeng di sana."

Rendy mengangguk mantap. "Kamu sendiri gimana? Setelah nikah masih boleh dong berkarya? Mimpi-mimpimu masih mau kamu wujudin kan?"

"Tanyanya udah kayak wartawan aja sih. Satu-satu bisa kali." kilahku sambil menyeruput kopi.

"Kalau bisa dirapel ngapain satu-satu, Oneng!"

Aku memutar bola mata ke atas. "Ya jelas masih boleh lah, ini aja aku mau angkut alat lukisku ke rumah mas Lana. Mimpi juga harus tetep dikejar dong."

Apalagi setelah melihat pencapaian Mean, itu memantik kembali semangatku untuk bisa memamerkan karyaku di pameran bergengsi. Kalaupun belum bisa luar negeri, setidaknya dalam negeri dulu. Seperti de ja vu. Beberapa tahun lalu, karyaku lolos kurasi di Contemporery Art Festival di Jakarta, ArtMore Exhibition sekaligus jadi narasumber mewakili seniman Jogja. Seru. Aku ingin mengulang kembali kejayaan itu, tapi semakin kesini, ambisiku tidak lagi terlalu besar. Entah karena aku punya mimpi yang lebih tinggi yaitu; memamerkan karya di France art biennale atau memang energiku tidak sebesar dulu lagi. Namun hasrat itu masih ada dan ingin aku gapai suatu saat nanti.

"Nah ya bagus dong si om baik banget, masih bolehin berkarya. Ajuin aja deh salah satu karya kamu di IAE biar ikut dikurasi."

"Pengen sih..."

Rindu Kelana 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang